bahwa dengan
menghubungkan setiap elemen dari berbagai aktiva dan passiva dalam neraca pada
suatu saat tertentu, maka akan diperoleh gambaran mengenai keadaan financial
suatu perusahaan. Dalam neraca tersebut menggambarkan nilai aktiva, hutang dan
modal pada suatu saat tertentu, sedangkan laporan rugi laba meng- gambarkan
hasil yang dicapai oleh suatu perusahaan selama periode tertentu. melalui
laporan keuangan tersebut dapatlah diketahui keadaan likuiditas dan
profitabilitas suatu perusahaan.
Likuiditas
suatu perusahaan berhubungan erat dengan masalah kemampuan suatu perusahaan
untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi. Untuk dapat
memenuhi kewajiban tersebut, maka perusahaan harus mempunyai alat-alat likuid
yang berupa aktiva lancar yang jumlahnya harus lebih besar dari jumlah
kewajiban-kewajiban yang harus segera dipenuhi yang berupa hutang-hutang
lancar.
Makin
besar jumlah aktiva lancar yang dimiliki
oleh suatu perusahaan dibandingkan dengan hutang lancar, maka makin
besar tingkat likuiditas perusahaan tersebut. Dan sebaliknya apabila jumlah
aktiva lancar lebih kecil daripada hutang lancar, berarti bahwa perusahaan
tersebut berada dalam likuid.
Beberapa penulis mengemukakan batasan
pengertian rasio likuiditas antara lain Van Horne yang diterjamahkan oleh
Junior Tirok, dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, (1999 ; 16) mengemukakan
rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur tingkat kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka pendek.
Kemudian
menurut J. Fred Weston, dalam bukunya Dasar-Dasar Laporan Keuangan, (2001 ;
225), diterjemahkan oleh Jaka Wasana, mengemukakan bahwa rasio likuiditas
adalah rasio yang mengukur tingkat kemampuan perusahaan untuk dapat memenuhi
kewajiban bila jatuh tempo.
Suatu
perusahaan dikatakan memiliki tingkat likuiditas yang baik apabila tingkat
likuiditas berada di atas standar 1 : 1. Dengan mementukan tingkat likuiditas
yang baik merupakan suatu tindakan hati-hati dari perusahaan dalam
mengantisipasi suatu keadaan.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa tingkat likuiditas suatu perusahaan memegang
peranan yang penting dan dapat menjadi perhatian utama apabila perusahaan
mengadakan analisis finansial, sebab tingkatan likuiditas suatu perusahaan
merupakan salah satu faktor lain yang menentukan berhasil tidaknya suatu
perusahaan dikelola karena mengakut penyediaan kebutuhan dana dan uang tunai
dan sumber-sumber untuk memenuhi kebutuhan tersebut, serta turut menentukan
seberapa jauh perusahaan akan menanggung resiko, dimana faktor-faktor/ resiko
tersebut menyangkut dana jangka panjang serta menyangkut hubungan antara dana
pemegang saham.
Adapun
hubungan antar dana pemegang saham dan dana pinjaman jangka panjang biasanya
berupa pembatasan pinjaman yang melampaui batas, olehnya itu dengan pembatasan
tersebut maka akan tetap dipertahankan tingkat standard yang berlaku untuk
pendapatan dan cadangan harta sebagai jaminan dana tersebut.
Jika
tingkat likuiditas harus dipertahankan pada stan-dar yang normal, maka salah
tugas utama manajer adalah untuk menilai rencana kerja mereka dengan
memperhitungkan kebutuhan uang tunai untuk jaminan agar dapat memenuhi
kewajiban-kewajiban yang mana kewajiban-kewajiban tersebut berasal dari luar
perusahaan yang biasa disebut likuiditas badan usaha, sedangkan kewajiban yang
berasal dari dalam perusahaan merupakan suatu untuk memperlancar jalannya
operasional seperti gaji karyawan, pembelian bahan baku yang mana kewajiban
ini biasanya disebut dengan likuiditas perusahaan atau likuiditas intern.
Tingkat
likuiditas badan usaha memiliki arti bahwa perusahaan tersebut harus menjaga
ketepatan janji keuangan pada pihak luar karena tanpa perusahaan maka
kelangsungan hidup perusahaan akan terancam, sedangkan likuiditas intern
menyangkut orang-orang yang sewaktu-waktu dapat menghambat jalannya operasi
perusahaan.
Suatu perusahaan dikatakan memiliki tingkat
likuiditas yang baik apabila perusahaan tersebut memiliki tingkat likuiditas
yang wajar. Tingkat likuiditas yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan
tersebut memiliki jumlah dana yang banyak menganggur dan apabila terlalu rendah
maka keselamat-an perusahaan terancam.
Adapun
beberapa peralatan rasio likuiditas yang dapat digunakan untuk mengukur dan
mengetahui tingkat likuiditas yaitu :
-
Current ratio
-
Quick ratio
-
Cash ratio
Namun
dalam hal ini penulis hanya menggunakan current ratio, maka sebab selain untuk
umum dipergunakan oleh perusahaan, currnet ratio juga merupakan peralatan yang
mengukur tingkat likuiditas secara kasar dibandingkan dengan yang lainnya.
Untuk lebih jelasnya maka dibawah ini akan dijelas- kan mengenai rasio likuiditas yang diukur
dengan current ratio.
Current
ratio merupakan ukuran yang sangat berharga dalam menilai kemampuan yang dimiliki perusahaan dalam
memenuhi hutang-hutang lancarnya yang segera jatuh tempo. Akan tetapi suatu
perusahaan dengan current rasio yang tinggi belum tentu menjamin akan dapat
membayar hutang perusahaan yang jatuh tempo karena proporsi dan aktiva lancar
yang tidak menguntungkan misalnya jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan
dengan taksiran tingkat penjual-an yang akan datang, sehingga tingkat
perputaran persediaan rendah dan menunjukkan adanya saldo piutang yang besar
sulit untuk ditagih.
Current
ratio yang terlalu tinggi menunjukkan kelebihan uang kas atau aktiva lancar
dibandingkan dengan yang dibutuhkan sekarang. Namun timbul masalah sampai pada
tingkat manakah rasio tersebut akan dapat dipertahankan agar dapat memenuhi
kewajibannya dengan segera. Ukuran tentang current rasio yang tepat bagi
perusahaan tidak dapat ditentukan dengan pasti, oleh Bambang Riyanto, dalam
bukunya Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, (2004 : 25) mengemukakan bahwa
pedoman current rasio 2 : 1 sebenarnya hanya didasarkan pada prinsip hati-hati.
Jadi
tingkat likuiditas yang sebaiknya dipertahankan adalah 200 %. Namun pedoman ini
bukanlah merupakan pedoman yang mutlak dan hanya merupakan tidakan hati-hati
bagi perusahaan, sebab apabila suatu perusahaan menetapkan current rasio 2 : 1
atau 200 %, ini berarti bahwa setiap satu rupiah hutang lancar, dapat dijamin
dengan dua rupiah aktiva lancar.
Adanya
current rasio sebesar 200 % memberikan suatu petunjuk kepada manajer perusahaan
tentang berapa besar kredit yang bida dipinjan untuk memenuhi kebutuhan jangka
pendek yang tidak mengganggu tingkat likuiditasnya.
Syarifuddin
Alwi, dalam bukunya Analisa Keuangan, (2001, 21), menyatakan bahwa rasio
likuiditas yang dapat digunakan untuk mengukur dan menghitung likuiditas yaitu :
1. Current Ratio
Rasio
ini merupakan ukuran yang sangat berguna untuk mengukur dan menilai kemampuan
untuk kekuatan perusahaan dalam memenuhi utang-utang lancarnya yang akan segera
dibayar, perhitungan rasio ini dengan membandingkan aktiva lancar dengan hutang
lancar dengan formulasi, sebagai berikut :
Aktiva Lancar
Current Ratio
= x 100 %
Hutang lancar
Walaupun
belum ada ketentuan yang berlaku di Indonesia mengenai pengukuran
standar ratio, akan tetapi melalui literatur dapat dijadikan pedoman. Current
ratio yang tinggi memang baik dan dari sudut pandang kreditur tetapi sudut
pandang pemegang saham kurang mengunungkan karena aktiva lancar tidak
didayagunakan secar efektif tetapi secara sebaliknya current ratio yang rendah
relatif lebih merisaukan tetapi menunjukkan bahwa manajemen telah
mengoperasikan aktiva lancar yang efektif. Current ratio
ini juga merupakan
indikator tingkat likuiditas
yang
dipakai secara lebih kuat karena dapat memberikan informasi tentang kemampuan
aktiva lancar untuk menutupi semua hutang-hutang jangka pendeknya.
2. Cash Ratio
Cash
ratio adalah kemampuan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan
kas yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang segera dituangkan, dimana
telah diketahui bahwa kas merupakan elemen harta lancar yang paling tinggi baik
likuiditasnya karena semakin banyak uang kas yang tersedia dalam perusahaan
semakin baik sebab keperluan jangka pendek dapat pula berguna untuk menjaga
pada keperluan yang mendesak.
Untuk
menghitung cash ratio dapat menggunakan rumus, sebagai berikut :
Kas
+ Efek
Cash Ratio
= x 100 %
Hutang lancar
3. Acid Test Ratio
Ratio
ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi segala kewajiban
jangka pendeknya dengan mengeluarkan komponen persediaan karena dianggap bahwa
persediaan waktu yang relatif lama untuk merealisasikan persediaan bisa dijual
atau tidak. Persediaan ini merupakan komponen dari aktiva lancar yang dianggap
likuiditasnya paling rendah serta mengalami fluktuasi harga. Ratio ini dapat
dihitung dengan membandingkan aktiva lancar setewlah dikurangi dengan komponen
persediaan dengan utang lancar dengan formulasi, sebagai berikut :
Aktiva Lancar – Persediaan
Acid Test Ratio
=
x 100 %
Hutang lancar
Jadi
acid test ratio merupakan likuiditas setelah dikurangi umur persediaan di
dalamnya atau dengan membandingkan jumlah kas dan efek ditambah piutang disatu
pihak dengan utang lancar di lain pihak.
Ratio
ini lebih tegas dari pada current ratio karena hanya membandingkan aktiva yang
sangat likuid dengan hutang lancar, sedangkan persediaan merupakan aktiva
lancar yang tingkat likuiditasnya yang paling rendah dikeluarkan jika current
rationya rendah menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam
persediaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar