Mengembangkan
suatu perusahaan diperlukan pembukuan atau pencatatan sebagai sumber informasi
yang mempunyai peranan penting dalam memberikan gambaran tentang keadaan
keuangan perushaan. Biasanya gambaran keuangan tersebut pada setiap periode
akuntansi dilaporkan dalam suatu laporan keuangan sebagai produk akhir dari
suatu kegiatan perusahaan. Laporan keuangan tersebut biasanya dalam bentuk
neraca serta perhitungan laba rugi atau laporan rugi laba, di samping itu terdapat
pula laporan laba yang ditahan dalam suatu periode tertentu.
Selanjutnya, perusahaan yang selalu berpatokan pada neraca, karena menggambarkan tentang
posisi atau kekayaan, hutang dan modal, perhitungan rugi laba akan memperlihatkan perubahan
posisi keuangan untuk suatu
periode tertentu. Sedangkan laporan rugi laba yang ditahan
merupakan laporan perubahan posisi keuangan yang berasal dari
kegiatan usaha sesuatu perusahaan
dalam suatu periode tertentu.
Dengan demikian, tujuan penyusunan
laporan keuangan adalah memberikan informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap kegiatan usaha perusahaan. baik pihak interen maupun
pihak eksteren perusahaan untuk dijadikan pertimbangan dalam peramalan dan
pengambilan keputusan ekonomi, sesuai dengan kepentingan masing-masing. Dengan
dasar itulah pos-pos yang terdapat dalam laporan keuangan harus disusun secara
baik dan sistematis sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim diterima
umum.Untuk itu, laporan keuangan suatu perusahaan dapat dijadikan bahan penguji
dari pekerjaan bagian pembukuan dan sebagai alat untuk menentukan atau menilai
posisi keuangan suatu perusahaan pada waktu tertentu bagi yang berkepentingan.
Untuk menganalisis berdasarkan likuiditas
dan solvabilitas perusahaan yang selalu berpatokan pada neraca dan adakalahnya
dibutuhkan laporan rugi laba serta laporan perubahan modal untuk mengetahui
perkembangan aktivias perusahaan utamaya pengelolaan keuangan, sehingga dapat
diketahui sampai sejauh mana tingkat perputarannya. Jika perputarannnya cukup
lancar, maka tingkat keuntungan yang didapatkan sesuai dengan yang diharapkan
perusahaan yang berkesinambungan.
Neraca adalah untuk mengetahui tingkat
kemampuan perusahaan dalam menyajikan hasil analisisnya kepada pihak-pihak yang
memerlukan data atau informasi tentang perusahaan yang bersangkutan, sehingga
pihak-pihak tersebut dapat mengambil keputusan tentang kebijaksanaan atau
langkah apa yang akan diambil. Dalam pembahasan penulisan ini dititik beratkan
kepada mengukur kinerja keuangan, karena rasio ini menganalisa dan
menginterprestasikan posisi keuangan untuk menyediakan alat-alat yang likwid
guna menjamin pengembalian hutang-hutang jangka pendek tepat pada waktunya dan
mengetahui kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan keuntungan
dibandingkan dengan modal yang digunakan atau ditanamkan. Pada keadaan ini
sangat diperlukan oleh para kreditur, bank atau calon-calon kreditur, baik
sebagai ukuran kemampuan pengembalian pinjamannya atau ukuran kemampuan perusahaan
memperoleh laba dengan jumlah kredit yang diambilnya.
Berdasarkan hal tersebut di atas yang
mendorong penulis untuk menelaah kinerja
keuangan yang ditinjau dari
beberapa aspek dalam likuiditas dan solvabilitas, karena
perusahaan bergerak dalam bidang jasa pengangkutan darat. Di samping itu titik
permasalahan yang dibahas yaitu bagaimana mengelola dan analisa hutang jangka
panjang untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya perusahaan dianggap
normal terhadap penggunaan keuangan, sehingga penulis memilih obyek penelitian
tersebut.
A Pengertian dan
Jenis-Jenis Laporan Keuangan
Analisa laporan keuangan perusahaan
berkaitan erat dengan bidang akuntansi yang pada dasarnya merupakan kegiatan
mencatat, menganalisa, dan menafsirkan data
keungan dari lembaga perusahaan
dan lembaga lainnya dengan aktivitasnya berhubungan dengan produksi dan
pertukarang barang dan jasa.
Untuk lebih jelasnya analisa laporan
keuangan menurut Djarwanto, dalam bukunya Pokok-Pokok Analisa Laporan Keuangan,
(2000: 1), menyatakan bahwa kondisi keuangan dan hasil operasi perusahaan yang
tercermin pada laporan-laporan keuangan perusahaan pada hakekatnya merupakan
hasil akhir dari kegiatan akuntansi perusahaan.
Pengertian di atas sebagai informasi tentang
kondisi keuangan dari hasil operasi perusahaan yang berguna bagi berbagai
pihak, baik pihak-pihak yang ada dalam perusahaan maupun diluar perusahaan.
Pimpinan perusahaan, dengan mengadakan analisa laporan keuangan pada suatu
perusahaan akan dapat mengetahui keadaan perkembang an keuangan dari hasil yang dicapai baik pada analisa laporan
keuangan yang dicapai maupun keberhasilan dan kegagalan pada waktu lalu. Dari
laporan keuangan memang penting untuk penyusunan kebijaksanaan yang akan
dilakukan.
Laporan keuangan disusun guna memberikan
informasi kepada berbagai pihak
terdiri dari meraca, laporan rugi laba, laporan bagian laba yang ditahan
atau laporan modal sendiri. Dan laporan perubahan posisi keuangan atau laporan
sumber dan penggunaan dana.
Neraca menggambarkan kondisi keuangan
perusahaan pada tanggal tertentu, umumnya pada akhir tahun pada saat penutup an
buku. Neraca ini memuat aktiva (harta kekayaan yang dimiliki perusahaan),
hutang kewajiban perusahaan untuk membayar
dengan uang atau aktiva
lain kepada pihak lain pada waktu
tertentu yang akan datang dan modal sendiri (kelebihan aktiva di atas hutang).
Laporan laba rugi perusahaan
memperlihatkan hasil yang diperoleh dari penjualan barang-barang atas jasa-jasa
yang telah dikurangi dengan ongkos-ongkos yang timbul dalam proses pencapaian
hasil. Laporan ini juga memperlihatkan adanya pendapatan bersih atau kerugian
bersih sebagai hasil dari operasi perusahaan
Laporan merupakan bagian dari pada laba
perusahaan yang ditahan, yaitu untuk digunakan dalam perusahaan yang berbentuk
perseroan, menunjukkan penambahan suatu analisa perubahan besarnya bagian laba
yang ditahan selama jangka waktu tertentu.
Sedangkan laporan modal sendiri
diperuntukkan bagi perusahaan perseroan dan bentuk persekutuan, meringkaskan
perubahan besarnya modal pemilik atau pemilik selama periode tertentu, agar
perusahaan ini ada penambahan modal tertentu.
Laporan perubahan posisi keuangan
memperlihatkan aliran modal kerja selama periode tertentu. Laporan ini
memperlihatkan sumber-sumber dari mana modal kerja telah diperoleh dan penggunaan atau pengeluaran modal kerja
yang telah dilakukan selama jangka waktu tertentu.
Kalau menurut Ikatan Akuntan Indonesia
dalam bukunya Norma-Norma Pemeriksaan (1997: 12) menyatakan bahwa laporan
keuangan sebagai pertanggungan jawab kepada pihak ekstern harus disusun
sedemikian rupa, sehingga :
1. Memenuhi keperluan untuk :
a. Memberikan informasi keuangan secara kuantitatif
mengenai perusahaan tertentu, guna
memenuhi keperluan para pemakai dalam mengambil keputusan-keputusan ekonomi.
b. Menyajikan informasi yang dapat dipercaya menganai posisi laporan keuangan dan perubahan-perubahan
bersih perusahaan
c. Menyajikan
informasi keuangan yang dapat membantu para pemakai dalam menaksir kemampuan
memperoleh laba dari perusahaan.
d. Menyajikan
informasi yang diperlukan mengenai suatu perubahan dalam harta dan kewajiban
serta mengungkap kan lain-lain informasi yang sesuai dengan keperluan para
pemakai.
2. Mencapai mutu sebagai berikut :
a.
Relevan
b.
Jelas dan dapat dimengerti
c.
Dapat diuji kebenarannya
d.
Mencerminkan keadaan perusahaan
e.
Dapat dibandingkan
f.
Lengkap
g.
Netral.
B
Pengertian dan Jenis-Jenis Rasio Keuangan
Analisa penilaian terhadap kinerja
keuangan di masa lalu, sekarang dan yang
akan datang. Tujuan untuk menemukan kelemahan-kelemahan di dalam kinerja
keuangan perusahaan yang dapat menyebabkan masalah-masalah masa yang akan
datang dan untuk menentukan kekuatan-kekuatan perusahaan yang dapat diandalkan.
Misalnya analisa internal yang dilakukan oleh karyawan suatu perusahaan dapat
ditujuan terhadap penilaian likuiditas perusahaan atau penilaia
penyelenggarakan-penyelenggaraan
perusahaan di masa lalu.
Analisa rasio finacial juga berasal dari
luar perusahaan sebagian usaha untuk menentukan keandalan kredibilitas
perusahaan atau potensi industri. Dari manapun analisa berasal alat yang
digunakan pada dasarnya sama. Rasio finansial merupakan alat utama dalam
analisa keuangan, karena dapat dipergunakan untuk menjawab berbagai pertanyaan
mengenai kesehatan keuangan perusahaan.
Dalam implementasi analisa rasio
finansial terhadap kerja keuangan biasanya terdapat dua cara perbandingan yang
akan dipergunakan perusahaan. Menurut apa yang dijelaskan oleh Van Horne dan
Wachowichz, dalam bukunya Manajemen, dan Kebijakan Keuangan Perusahaan, (1999 :
133) tentang kedua cara perbandingan tersebut, sebagai berikut :
1. Perbandingan internal
Analisa dapat membandingkan rasio saat ini
dengan rasio masa lalu dan masa yang akan datang dalam perusahaan yang sama.
Rasio lancar, rasio dari aktiva dibagi kewajiban lancar untuk tahun sekarang
dapat di bandingkan rasio lancar tahun sebelumnya.
Jika rasio finansial diurutkan dalam
beberapa periode tahun, analisa dapat
mempelajari mempelajari komposisi perubahan dan menentukan apakah terdapat
perbaikan atau menurunan dalam kondisi keuangan dan kinerja perusahaan.
2. Perbandingan eksternal dan sumber-sumber
rasio industri
Metode perbandingan yang kedua melibatkan perbandingan rasio satu
perusahaan dengan perusahaan dengan perusahaan-perusahaan sejenis atau dengan rata-rata industri titik
waktu yang sama. Perbandingan ini
memberikan pandangan mendalam tentang kondisi keuangan dan kinerja
relatif dari perusahaan. Rasio ini juga membantu dalam mengidentifi kasikan
penyimpangan dari rata-rata standar industri.
Dengan perbandingan internal, perusahaan
akan dapat mengetahui kecenderungan perubahan yang terjadi selama beberapa
periode tahun buku yang akan dianalisis. Sedangkan melalui perbandingan
eksternal perusahaan dapat melihat kekuatan persaingan (competition power) yang ada pada perusahaannya, yaitu dengan
membandingkan rasio-rasio finansial internal perusahaan dengan suatu standar
atau norma indutri. Akan tetapi industri yang dimaksudkan adalah rasio - rasio
finansial yang diterbitkan oleh badan-badan atau lembaga-lembaga keuangan
sebagai standar atau ukuran atau ukuran yang dapat dibandingkan dengan rasio
finansial suatu perusahaan.
Pendapat lain dari Bambang Cahyono, dalam
bukunya Analisa Kinerja Keuangan, (2002 : 392) juga membagi metode-metode
penganalisaan rasio-rasio finansial menjadi 2 (dua) perbandingan, yaitu :
1. Membandingkan rasio
sekarang ( present ratio )
dengan ratio-ratio kita dari
waktu ke waktu yang lalu (ratio historis)
dengan rasio-rasio yang diperkirakan untuk waktu-waktu yang akan datang dari
perusahaan yang sama. Misalnya current rasio, tahun 2002 dibandingkan dengan
current ratio dari tahun-tahun sebelumnya. Dengan cara perbandingan tersebut
akan dapat diketahui perubahan-perubahan dari ratio tersebut dari tahun ke
tahun. Dengan menganalisa satu macam rasio saja tidak banyak artinya, karena dapat mengetahui faktor-faktor
apa yang menyebabkan adanya perubahan.
2. Membandingkan rasio-rasio dari suatu perusahaan (rasio
perusahaan/ company ratio) dengan
rasio-rasio semacam dari perusahaan lain yang sejenis atau industri rasio
(rasio industri/rasio rata-rata/rasio standar) untuk waktu yang sama.
Dengan membandingkan rasio perusahaan
dengan rasio industri, maka akan dapat diketahui apakah perusahaan yang
bersangkutan itu dalam aspek finansial tertentu berada di atas rata-rata
industri (above average), berada pada
rata-rata (average) atau terletak dibawah rata-rata (below average).
Jadi ada 2 (dua) metode perbandingan yang
digunakan perusahaan untuk menganalisa rasio finansial oleh Amin Tunggal, dalam
bukunya Analisa Laporan Keuangan, (1998:
125) yaitu analisa internal dan eksternal. Perbandingan internal, yaitu
rasio-rasio internal yang dibandingkan antara rasio-rasio (rasio historis) yang lalu dengan rasio sekarang (present ratio). Perbandingan eksternal
yaitu rasio-rasio yang sengaja dikeluarkan oleh lemaga-lembaga keuangan atau
badan-badan keuangan untuk dijadikan standar bagi perusahaan dalam menganalisa
rasio-rasio finansialnya.
Dengan demikian, perbandingan internal
dan eksternal merupakan indikator perusahaan dalam menyusun rasio finansial
Manajer keuangan dapat mengambil salah satu indikator dari keduanya. Indikator
ini untuk menjawab kondisi kinerja keuangan perusahaan, sehingga dapat
mengambil kebijaksanaan strategis tentang pembelanjaan perusahaan di masa yang
akan datang. Di Amerika Serikat perbandingan rasio perusahaan dengan rasio
industri sudah sangat luas penggunaannya karena di negara tersebut ada beberapa
badan atau bank yang menyusun rasio-rasio industri antara lain "DUN and
Bradstreef dan Robert Morris Associates
( RMA )" (Anonim 1999 : 214). Di Indonesia jika perusahaan hendak
mengadakan analisa rasio, mungkin pada saat ini hanya dapat mengadakan analisa
rasio internal belum adanya lembaga atau badan yang menyusun rasio industri.
Analisa ratio financial adalah alat yang
digunakan untuk mengukur kelemahan dan kekuatan yang dihadapi oleh perusahaan
dalam bidang keuangan dengan membandingkan angka-angka yang stau dengan yang
lainnya dari suatu laporan, financial yaitu dari neraca dan laporan rugi laba,
yang akan menimbulkan bermacam-macam ratio yang dapat dijadikan sebagai ukuran
dalam menganalisa.
C. James Van Horne, dalam bukunya
Manajemen dan Kebijakan Keuangan Perusahaan, (1999, 171) memberikan batasan
sebagai berikut, Analisa dimaksudkan untuk memudahkan penganalisa dalam
mendapatkan gambaran kondisi keuangan dan kebijaksanaan pembelanjaan suatu
perusahaan, maka maksud diadakannya analisa ratio untuk mengadakan
penilaian likwiditas, solvabilitas,
rentabilitas dan aktivitas perusahaan untuk dapat memberikan gambaran penggunaan
sumber-sumber keuangan yang ada dalam perusahaan.
Ratio financial tersebut bukan saja
dibutuhkan oleh pimpinan perusahaan tetapi juga oleh pihak luar dalam hal ini
investor atau calon kreditur. Bagi pimpinan perusahaan berkepentingan terhadap
ratio-ratio keuangan tersebut untuk memperoleh
gambaran tentang kelemahan dan kekuatan yang dihadapi sehingga
perencanaan dan penanggulangannya dapat dipikirkan, sedangkan bagi investor
dengan ratio dapat dijadikan pegangan apakah akan membeli saham yang ditawarkan
perusahaan tersebut atau tidak.
Dengan demikian, maka jelaslah bahwa
mengadakan analisis financial sangat penting artinya baik terhadap perusahaan
sendiri maupun terhadap investor atau calon kreditur. Untuk memudahkan dalam
usaha mengetahui apakah suatu perusahaan mengerjakan sumber-sumber dananya
secara efisien atau tidak maka ada beberapa ratio yang dapat digunakan.
Bambang Riyanto, dalam bukunya
Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, (2004: 59) mengemukakan pendapatnya
sebagai berikut :
1. Ratio likwiditas adalah ratio yang dimaksud mengukur likwiditas
perusahaan (Current ratio, acid test ratio)
2. Ratio leverage adalah ratio yang dimaksud untuk
mengukur sampai seberapa jauh aktiva
perusahaan dibiayai dengan hutangnya
(Debt to total Assets ratio, Net worth to
debt ratio dan lain-lain).
3. Ratio aktivitas yaitu ratio yang dimaksud untuk mengukur
sampai seberapa besar efektivitas perusahaan dalam mengerjakan sumber-sumber
dananya (Inventory turnover, Average
collection period dan lain-lain).
4. Ratio profitabilitas yaitu yang menunjukkan hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan
keputusan (profit margin on sales, Return
on total Assets, Return on net worth dan lain-lain). Ratio satu dan dua
disebut sebagai balance sheet ratio,
yang ketiga dikenal dengan istilah inter statement ratio sedangkan yang keempat
dikenal dengan income statement ratio.
C Pengertian
Likuiditas
Sebagaimana telah dikemukakan di atas,
bahwa dengan menghubungkan setiap elemen dari berbagai aktiva dan passiva dalam
neraca pada suatu saat tertentu, maka akan diperoleh gambaran mengenai keadaan
financial suatu perusahaan. Dalam neraca tersebut menggambarkan nilai aktiva,
hutang dan modal pada suatu saat tertentu, sedangkan laporan rugi laba
menggambarkan hasil yang dicapai oleh suatu perusahaan selama periode tertentu.
melalui laporan keuangan tersebut dapatlah diketahui keadaan likuiditas dan profitabilitas
suatu perusahaan.
Likuiditas suatu perusahaan berhubungan
erat dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban
finansialnya yang harus segera dipenuhi. Untuk dapat memenuhi kewajiban
tersebut, maka perusahaan harus mempunyai alat-alat likuid yang berupa aktiva
lancar yang jumlahnya harus lebih besar dari jumlah kewajiban-kewajiban yang
harus segera dipenuhi yang berupa hutang-hutang lancar.
Makin besar jumlah aktiva lancar yang
dimiliki oleh suatu perusahaan
dibandingkan dengan hutang lancar, maka makin besar tingkat likuiditas
perusahaan tersebut. Dan sebaliknya apabila jumlah aktiva lancar lebih kecil
daripada hutang lancar, berarti bahwa perusahaan tersebut berada dalam likuid.
Beberapa penulis mengemukakan batasan
pengertian rasio likuiditas antara lain Van Horne yang diterjamahkan oleh
Junior Tirok, dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, (1999 ; 16) mengemukakan
rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur tingkat kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka pendek.
Kemudian menurut J. Fred Weston, dalam
bukunya Dasar-Dasar Laporan Keuangan, (2001 ; 225), diterjemahkan oleh Jaka
Wasana, mengemukakan bahwa rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur tingkat
kemampuan perusahaan untuk dapat memenuhi kewajiban bila jatuh tempo.
Suatu perusahaan dikatakan memiliki
tingkat likuiditas yang baik apabila tingkat likuiditas berada di atas standar
1 : 1. Dengan mementukan tingkat likuiditas yang baik merupakan suatu tindakan
hati-hati dari perusahaan dalam mengantisipasi suatu keadaan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
tingkat likuiditas suatu perusahaan memegang peranan yang penting dan dapat
menjadi perhatian utama apabila perusahaan mengadakan analisis finansial, sebab
tingkatan likuiditas suatu perusahaan merupakan salah satu faktor lain yang
menentukan berhasil tidaknya suatu perusahaan dikelola karena mengakut
penyediaan kebutuhan dana dan uang tunai dan sumber-sumber untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, serta turut menentukan seberapa jauh perusahaan akan
menanggung resiko, dimana faktor-faktor/ resiko tersebut menyangkut dana jangka
panjang serta menyangkut hubungan antara dana pemegang saham.
Adapun hubungan antar dana pemegang saham
dan dana pinjaman jangka panjang biasanya berupa pembatasan pinjaman yang
melampaui batas, olehnya itu dengan pembatasan tersebut maka akan tetap
dipertahankan tingkat standard yang berlaku untuk pendapatan dan cadangan harta
sebagai jaminan dana tersebut.
Jika tingkat likuiditas harus dipertahankan
pada stan-dar yang normal, maka salah tugas utama manajer adalah untuk menilai
rencana kerja mereka dengan memperhitungkan kebutuhan uang tunai untuk jaminan
agar dapat memenuhi kewajiban-kewajiban yang mana kewajiban-kewajiban tersebut
berasal dari luar perusahaan yang biasa disebut likuiditas badan usaha,
sedangkan kewajiban yang berasal dari dalam perusahaan merupakan suatu untuk
memperlancar jalannya operasional seperti gaji karyawan, pembelian bahan baku
yang mana kewajiban ini biasanya disebut dengan likuiditas perusahaan atau
likuiditas intern.
Tingkat likuiditas badan usaha memiliki
arti bahwa perusahaan tersebut harus menjaga ketepatan janji keuangan pada
pihak luar karena tanpa perusahaan maka kelangsungan hidup perusahaan akan
terancam, sedangkan likuiditas intern menyangkut orang-orang yang sewaktu-waktu
dapat menghambat jalannya operasi perusahaan.
Suatu perusahaan dikatakan memiliki
tingkat likuiditas yang baik apabila perusahaan tersebut memiliki tingkat
likuiditas yang wajar. Tingkat likuiditas yang tinggi menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut memiliki jumlah dana yang banyak menganggur dan apabila
terlalu rendah maka keselamat-an perusahaan terancam.
Adapun beberapa peralatan rasio
likuiditas yang dapat digunakan untuk mengukur dan mengetahui tingkat
likuiditas yaitu :
-
Current ratio
-
Quick ratio
-
Cash ratio
Namun dalam hal ini penulis hanya
menggunakan current ratio, maka sebab selain untuk umum dipergunakan oleh
perusahaan, currnet ratio juga merupakan peralatan yang mengukur tingkat
likuiditas secara kasar dibandingkan dengan yang lainnya. Untuk lebih jelasnya
maka dibawah ini akan dijelas- kan mengenai rasio likuiditas yang diukur dengan
current ratio.
Current ratio merupakan ukuran yang sangat
berharga dalam menilai kemampuan yang
dimiliki perusahaan dalam memenuhi hutang-hutang lancarnya yang segera jatuh
tempo. Akan tetapi suatu perusahaan dengan current rasio yang tinggi belum
tentu menjamin akan dapat membayar hutang perusahaan yang jatuh tempo karena
proporsi dan aktiva lancar yang tidak menguntungkan misalnya jumlah persediaan
yang relatif tinggi dibandingkan dengan taksiran tingkat penjual-an yang akan
datang, sehingga tingkat perputaran persediaan rendah dan menunjukkan adanya
saldo piutang yang besar sulit untuk ditagih.
Current ratio yang terlalu tinggi
menunjukkan kelebihan uang kas atau aktiva lancar dibandingkan dengan yang
dibutuhkan sekarang. Namun timbul masalah sampai pada tingkat manakah rasio
tersebut akan dapat dipertahankan agar dapat memenuhi kewajibannya dengan
segera. Ukuran tentang current rasio yang tepat bagi perusahaan tidak dapat
ditentukan dengan pasti, oleh Bambang Riyanto, dalam bukunya Dasar-Dasar
Pembelanjaan Perusahaan, (2004 : 25) mengemukakan bahwa pedoman current rasio
2 : 1 sebenarnya hanya didasarkan pada prinsip hati-hati.
Jadi tingkat likuiditas yang sebaiknya
dipertahankan adalah 200 %. Namun pedoman ini bukanlah merupakan pedoman yang
mutlak dan hanya merupakan tidakan hati-hati bagi perusahaan, sebab apabila
suatu perusahaan menetapkan current rasio 2 : 1 atau 200 %, ini berarti bahwa
setiap satu rupiah hutang lancar, dapat dijamin dengan dua rupiah aktiva
lancar.
Adanya current rasio sebesar 200 %
memberikan suatu petunjuk kepada manajer perusahaan tentang berapa besar kredit
yang bida dipinjan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek yang tidak mengganggu
tingkat likuiditasnya.
Syarifuddin Alwi, dalam bukunya Analisa
Keuangan, (2001, 21), menyatakan bahwa rasio likuiditas yang dapat digunakan
untuk mengukur dan menghitung likuiditas
yaitu :
1. Current Ratio
Rasio
ini merupakan ukuran yang sangat berguna untuk mengukur dan menilai kemampuan
untuk kekuatan perusahaan dalam memenuhi utang-utang lancarnya yang akan segera
dibayar, perhitungan rasio ini dengan membandingkan aktiva lancar dengan hutang
lancar dengan formulasi, sebagai berikut :
Aktiva Lancar
Current Ratio = x 100 %
Hutang lancar
Walaupun
belum ada ketentuan yang berlaku di Indonesia mengenai pengukuran standar
ratio, akan tetapi melalui literatur dapat dijadikan pedoman. Current ratio
yang tinggi memang baik dan dari sudut pandang kreditur tetapi sudut pandang
pemegang saham kurang mengunungkan karena aktiva lancar tidak didayagunakan
secar efektif tetapi secara sebaliknya current ratio yang rendah relatif lebih
merisaukan tetapi menunjukkan bahwa manajemen telah mengoperasikan aktiva
lancar yang efektif. Current ratio ini
juga merupakan indikator
tingkat likuiditas
yang
dipakai secara lebih kuat karena dapat memberikan informasi tentang kemampuan
aktiva lancar untuk menutupi semua hutang-hutang jangka pendeknya.
2. Cash Ratio
Cash
ratio adalah kemampuan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan
kas yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang segera dituangkan, dimana
telah diketahui bahwa kas merupakan elemen harta lancar yang paling tinggi baik
likuiditasnya karena semakin banyak uang kas yang tersedia dalam perusahaan
semakin baik sebab keperluan jangka pendek dapat pula berguna untuk menjaga
pada keperluan yang mendesak.
Untuk
menghitung cash ratio dapat menggunakan rumus, sebagai berikut :
Kas
+ Efek
Cash Ratio =
x 100 %
Hutang lancar
3. Acid Test Ratio
Ratio
ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi segala kewajiban
jangka pendeknya dengan mengeluarkan komponen persediaan karena dianggap bahwa
persediaan waktu yang relatif lama untuk merealisasikan persediaan bisa dijual
atau tidak. Persediaan ini merupakan komponen dari aktiva lancar yang dianggap
likuiditasnya paling rendah serta mengalami fluktuasi harga. Ratio ini dapat
dihitung dengan membandingkan aktiva lancar setewlah dikurangi dengan komponen
persediaan dengan utang lancar dengan formulasi, sebagai berikut :
Aktiva Lancar – Persediaan
Acid Test Ratio =
x 100 %
Hutang lancar
Jadi
acid test ratio merupakan likuiditas setelah dikurangi umur persediaan di
dalamnya atau dengan membandingkan jumlah kas dan efek ditambah piutang disatu
pihak dengan utang lancar di lain pihak.
Ratio
ini lebih tegas dari pada current ratio karena hanya membandingkan aktiva yang
sangat likuid dengan hutang lancar, sedangkan persediaan merupakan aktiva
lancar yang tingkat likuiditasnya yang paling rendah dikeluarkan jika current
rationya rendah menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam persediaan.
D Pengertian
Solvabilitas
Perusahaan yang bonafit dan dapat
mengimbangi seluruh hutang-hutangnya, maka perusahaan tersebut dapat
berkelanjutan. Solvabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk melunasi
kewajiban jangka panjang seandainya perusahaan dilikuidir/dibubarkan. Apabila
perusahaan mampu membayar seluruh hutang-hutangnya bilamana diliquidir/
dibubarkan, maka perusahaan dikatakan bahwa dalam keadaan solvabel. Tetapi
sebaliknya bilamana perusahaan tidak mampu membayar seluruh hutang-hutangnya
bila diliquidir, maka perusahaan tersebut dikatakan dalam keadaan insolvabel
atau tideak solvabel.
Kemampuan suatu perusahaan dapat
diketahui melalui neraca suatu perusahaan yang menunjukkan posisi aktiva lancar,
aktiva tetap dan kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang yang
dapat dianalisa untuk mengetahui perusahaan tersebut solvalbel atau insolvabel.
Solvabilitas suatu perusahaan, Erwin
Dukat, dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan,
(1997: 122) dapat diketahui melalui neraca perusahaan yang bersangkutan
dan perhitungan pada tingkat solvabilitas menggunakan dua macam ratio, yaitu :
Total
Assets
a.
Solvabilitas =
x 100 %
Total debt
Total assets suatu perusahaan adalah jumlah seluruh aktiva yang dimiliki oleh perusahaan, yang
terdapat pada sebelah debet suatu neraca atau pada bagian atas suatu debet. Perlu
diperhatikan, bahwa di dalam total
assets ini, tidak diperhitungkan aktiva bersifat inmaterial (yang tidak
nyata), sedangkan total debt pada suatu perusahaan adalah sejumlah hutang
perusahaan, baik hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang dengan rumus
dibawah ini.
Net
worth
b. Net Worth to debt ratio = x 100 %
Total debt
Net worth
adalah jumlah modal sendiri yang dimiliki perusahaan yang mengcakup modal,
saham, cadangan, surplus dan lain-lain.
Pengertian lain net worth adalah selisih antara jumlah hutang perusahaan
dikurangi dengan total assets. Sedangkan net worth to debt ratio yang normal
adalah 100% yang berarti bahwa jumlah hutang sama dengan jumlah modal sendiri.
E
Usaha Untuk Memperbesar Profit Margin
Besar kecilnya profit margin pada setiap transaksi penjualan ditentukan
oleh kedua faktor yaitu net sales laba usaha. Besar kecilnya laba usaha atau
net operating income tergantung kepada pendapatan dari sales dan besarnya biaya
usaha (operating expenses).
Bambang Riyanto, dalam bukunya
Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, (2004 : 31) dengan jumlah operating
expenses tertentu dengan profit margin dapat diperbesar dengan sales, atau
dengan jumlah sales tertentu, profit margin dapat diperbesar dengan menekan
atau memperkecil operating expenses.
Dengan demikian, untuk memperbesar profit margin ada dua alternatif dalam
usaha untuk memperbesar profit margin, yaitu :
1. Dengan menambah biaya usaha (operating
expenses) sampai pada tingkat tertentu diusahakan tercapai tambahan sales
yang sebesar-besarnya atau dengan kata lain, tambahan sales harus lebih besar
dari pada tambahan operating expenses.
2. Perubahan besarnya sales dapat
disebabkan karena perubahan harga penjualan per unit apabila volume sales dalam
unit sudah tertentu (tetap) atau disebabkan karena bertambahnya luas penjualan
dalam unit kalau tingkat harga per unit produk sudah tertentu.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa
pengertian menaikkan tingkat sales disini dapat berarti memperbesar pendapatan
dan sales dengan jalan, sebagai berikut :
1. Memperbesar volume sales dalam unit pada
tingkat harga penjualan barang tertentu.
2. Menaikkan harga tingkat penjualan per unit
pada produk luas sales dalam unit tertentu.
Dengan mengurangi
pendapatan dari sales sampai tingkat tertentu diusahakan adanya pengurangan
oprating expenses yang sebesar-besarnya, atau dengan kata lain mengurangi biaya
usaha relatif lebih besar dari pada berkurangnya pendapatan dan sales. Meskipun
jumlah dari pada sales selama periode tertentu berkurang, tetapi oleh karena
disertai berkuragnya operating expenses yang lebih sebanding maka akibatnya
ialah bahwa profit marginnya makin besar.
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, S, 2001, Manajemen Pemasaran Suatu Pendekatan
Analisis, Edisi Kedua, Balai Penelitian Fakultas Ekonomi, UGM, Yogyakarta.
Kotler, P, 2002, Manajemen Pemasaran, Analisis Perencanaan
dan Pengendalian, Terjemahan Jaka Wasana, 2000, Edisi kelima, Cetakan
Kedua, Erlangga, Jakarta.
Maulana, A, 2003, Azas - Azas Marketing, Cetakan Ketiga,
Edisi Kedua, Alumni, Bandung.
Nitisemita, A,S,
2000, Azas - Azzas Marketing, Edisi
Ketiga, Liberty, Yogyakarta.
Sugarda, B.Y,
2000, Kerangka Strategi Perusahaan,
Manajemen dan Usahawan Indonesia,
Edisi ke 21, Jakarta.
Simorangkir, 2004,
Marketing Praktis, Edisi Kedua,
Cetakan Pertama, Liberty, Yogyakarta.
Stanton, W.S, 2000,
Marketing Praktis, Edisi Kedua,
Cetakan Pertama, Liberty Yogyakarta.
Soemarso, SR, 1999, Manajemen
Pemasaran, Edisi Ketiga, Cetakan Kedua,
Alumni, Bandung.
Swastha, B, dan
Irawan, 2002, Manajemen
Pemasaran Modern, Edisi
Kedua, Cetakan Kedua, Liberty,
Yogyakarta.
Winardi, 2000, Azas - Azas Marketing, Cetakan Ketiga,
Edisi Kedua, Alumni, Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar