Koperasi
Unit Desa ( KUD ) yang melaksanakan kegiatannya
sebagai salah satu fasilitator untuk memberdayakan ekonomi rakyat untuk mengukur bagi keberhasilan upaya peningkatan akselerasi
pembangunan. Namun pertumbuhan ekonomi itu
sendiri, karena itu mungkin bertumbuh secara terus menerus karena banyak
faktor yang mempengaruhinya, seperti struktur ekonomi daerah, potensi alamiah
dengan jumlah penduduk yang bersangkutan.
Dengan
demikian, koperasi terus berupaya memberikan dukungan bagi pertumbuhan ekonomi
melalui berbagai program yang telah dicanangkan, mulai dari penyediaan sarana
dan prasarana sampai kepada penyediaan modal usaha. Salah satu bentuk
penyediaan modal atau dana kepada masyarakat adalah dengan penyaluran kredit
(pinjaman) sesuai dengan agunan yang dilakukan berdasarkan perjanjian koperasi
kepada masyarakat yang membutuhkan.
Pada
mulanya, kredit usaha ini lebih ditujukan pada usaha membantu masyarakat
golongan ekonomi lemah agar terhindar dari jeratan rentenir, ijon dan praktek
gadai gelap lainnya yang berkembang pada kelompok masyarakat. Kemudian, dalam
perkembangannya, KUD Samelo juga melayani permintaan dan menyimpan dana
masyarakat secara lebih luas, dengan meningkatnya layu kredit barang jaminan,
sehingga nasabahnyapun banyak diantaranya yang tergolong
ekonomi menengah. Kendatipun demikian, Koperasi Unit Desa Samelo telah
berbadan hukum yang dikoordinir Dinas Koperasi. Lembaga ini juga berfungsi
sebagai agen of development yakni
turut mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat secara keseluruhan.
Dibandingkan
dengan lembaga perkreditan lainnya, penyaluran Kredit Usaha Tani (KUT) kredit
yang disalurkan oleh koperasi ini mempunyai ciri khas, oleh karena pemberian kredit
didasarkan atas adanya jaminan, artinya untuk memperoleh kredit, calon nasabah
diharuskan membawa barang bergeraknya untuk dijadikan sebagai agunan
kreditnya. Barang jaminan tersebut kemudian selanjutnya diberikan untuk
ditaksir (perkiraan) harganya selanjutnya akan ditentukan berapa besar pinjaman
yang akan diperoleh, demikian tinggi nilai barang jaminan.
Selanjutnya,
jumlah nasabah yang mengajukan pinjaman Kredit Usaha Tani khususnya petani baik
petani tambak, maupun petani lading kian semakin meningkat, sehingga semakin meningkat
pula jumlah kredit yang akan disaluran
kepada nasabah. Besarnya kredit ini oleh koperasi diklasifikasikan kedalam
tempat golongan dengan pinjaman para petani akan disesuaikan dengan tanah
garapan luas dan potensi serta posisi lokasi dengan menunjukkan lahan tersebut
dapat idkena irigasi.
Dengan
demikian, peranan koperasi dalam membantu golongan ekonomi lemah, maka penulis
tertarik untuk mempelajari dan menganalisis fungsi lahan dalam memperoleh
kredit pada KUD untuk memperoleh kredit pada kantor KUD
yang telah ditentukan, sehingga dapat menggambarkan besarnya kebutuhan kredit yang bisa
diperoleh. Sebab kehadiran Koperasi Unit Desa Samelo yang cukup kompleks.
Untuk
menentukan jumlah pinjaman dalam kaitannya dengan barang jaminan yang dimiliki
nasabah, agar peraturan yang dijalankan Koperasi dapat diketahui nasabah
terhadap fungsi koperasi.
A Pengertian
Koperasi
Perkataan
Koperasi berasal dari bahasa asing,
dalam bahasa Inggeris disebut "Cooperation" sedangkan dalam bahasa
Belanda disebut Coperatie yang artinya kerja sama.
Co
berarti bersama, sedangkan operation berarti melakukan suatu
pekerjaan atau usaha. Dalam perkataan Cooperation dalam bahasa Inggeris
yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia ialah Koperasi yang berarti adanya
kegiatan manusia yang bekerja sama dilapangan perekonomian untuk mencapai
kesejahteraan bersama.
Didalam bidang perekonomian sebutan
Koperasi itu merupakan suatu bentuk badan usaha ekonomi yang tertentu yang
mempunyai corak dan bentuk kerja sama antara sesama anggota koperasi.
Selanjutnya
untuk lebih jelasnya pengertian Koperasi, penulis mengemukakan beberapa
pendapat antara lain Syamsuddin Mahmud,
dalam bukunya Pengantar Koperasi ( 2001 : 1 )
memberikan pengertian Koperasi yang ditinjau dari sudut Ilmu Ekonomi
bahwa Koperasi ialah suatu perkumpulan dari orang-orang yang atas dasar
persamaan derajat sebagai manusia, dengan suka rela masuk untuk memenuhi
kebutuhan bersama yang bersifat kebendaan atas tanggungan bersama.
Sedangkan
Arifinal Chaniago, dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Koperasi (2003 : 11)
memberikan pengertian Koperasi sebagai berikut Koperasi adalah suatu
perkumpulan yang beranggotakan
orang-orang atau badan-badan yang memberikan kebebasan masuk dan keluar
sebagai anggota dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha,
untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.
Selanjutnya
menurut Undang-Undang Tentang Pokok-Pokok Perkoperasian Nomor. 12 tahun 1967
Bab III pasal 3 memberikan pengertian koperasi sebagai berikut Koperasi
Indonesia adalah suatu tatanan Organisasi Ekonomi rakyat yang berwatak sosial,
beranggotakan orang-orang atau Badan Hukum
Koperasi yang merupakan tata
susunan ekonomi sebagai usaha bersama
berdasar atas azas kekeluargaan.
Berdasarkan
ketiga pengertian Koperasi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Koperasi
mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
1. Perkumpulan Koperasi
bukan merupakan perkumpulan
modal bukan (akumulasi modal )
akan tetapi perkumpulan orang-orang atau
perkumpulan sosial.
2. Sukarela untuk
menjadi anggota dan keluar sebagai anggota netral terhadap aliran dan agama.
3. Koperasi adalah wadah Demokrasi ekonomi
sosial.
4. Koperasi
benar-benar harus merupakan bentuk
kepentingan bersama dari pada anggotanya.
5. Mempunyai tujuan untuk mempertinggi kesejahteraan jasma-
ni anggota-anggotanya dengan bekerja sama secara kekeluargaan.
Koperasi
merupakan suatu gerakan yang terorganisir secara
modern, karena telah ada
pembagian jenis pekerjaan maupun pembagian tugas para pengelolanya.
Sejalan dengan uraian-uraian tersebut di
atas, maka tujuan Koperasi adalah untuk mencapai perbaikan hidup dengan usaha
bersama berdasarkan azas kekeluargaan terutama dalam membela kepentingan
anggotanya dalam memenuhi kebutuhan material. Sedangkan kerja sama antara
orang-orang dalam kegiatan organisasi yang terjalin teratur dan bebas bertujuan
mebela serta memelihara/membina kepentingan sosial bersama. Mengerti tujuan, kewajiban apa yang harus dikerjakan/
diusahakan akan sangat pesatnya perkembangan Koperasi
B Pengertian
Koperasi Unit Desa (KUD)
Kegiatan usaha melalui Koperasi Indonesia
semakin meningkat terutama dibidang Koperasi pertanian. walaupun demikian
kegiatan dibidang pertanian, yang beranggotakan Koperta, lebih intensif
didirikan bentuk usaha milik anggota Koperasi Pengertian Koperasi dari
kalangan masyarakat harus dikembang untuk menanamkan kesadaran masyarakat untuk
berkoperasi terutama Koperasi Unit Desa.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas,
berdasakan Intruksi Presiden No. 2 Tahun 1978 pasal 1 dinyatakan bahwa pengembangan KUD adalah
untuk menumbuhkan dan meningkatkan peranan dan
tanggung jawab masyarakat
pedesaan agar mampu mengurusi
diri sendiri secara nyata serta mampu
memetik dan menikmati hasil pembangunan guna peningkatan taraf hidupnya.
Selanjutnya dalam Intruksi Presiden tersebut di atas
juga memberikan batasan mengenai pengertian Koperasi Unit Desa adalah sebagai
berikut K.U.D. adalah singkatan dari Koperasi Unit Desa, yaitu organisasi
ekonomi yang merupakan wadah dari pengembangan berbagai kegiatan ekonomi
masyarakat pedesaan yang diselenggarakan sendiri serta memberikan pelayanan
anggotanya dan masyarakat pedesaan.
Sedangkan dalam pasal 4 Intruksi Presiden
No. tahun 1978 ini juga dicantumkan fungsi-fungsi dari KUD sebagai berikut :
1. Perkreditan, yaitu Koperasi Unit melayani/ memberikan
pelayanan kredit kepada masyarakat pedesaan baik masyarakat tani, maupun masyarakat
pengusaha kecil yang ada dalam
wilayah kerjanya. Kredit berupa kredit alat-alat pengolahan tanah, alat penyemprot
hama dan penyakit tanaman dan
sebagainya. Dana kredit yang diberikan oleh KUD ini diperoleh dari Bank
Rakyat Indonesia setempat. Demikian juga halnya dengan kredit Canda Kulak yang
disalurkan oleh KUD pada pengusaha
kecil pribumi.
2. Penyediaan dan
penyaluran sarana - sarana produksi, yaitu KUD diberikan tugas untuk melayani
para petani dengan menyediakan sarana produksi (saprodi) berupa pupuk, bibit
unggul, obat-obatan pemberantas hama dan penyakit tanaman dalam membantu petani
untuk meningkatkan produksinya
dalam menunjang peningkatan
pendapatan petani. Disamping itu KUD juga menyalurkan kebutuhan hidup
sehari-hari kepada masyarakat desanya,
seperti gula, terigu, mentega dan sebagainya.
3. Pengolahan dan
pemasaran hasil produksi, yaitu KUD dibebani/ dibebankan untuk mengolah hasil
produksi masyarakat seperti gabah yang dikeringkan, gabah yang dijadikan beras
dan sebagainya. Petani diwajibkan
untuk menjual hasil produksinya pada Koperasi
Unit Desa dengan harga yang ditetapkan oleh Pemerintah misalnya dalam
harga beras.
4. Kegiatan perekonomian lainnya, yaitu mengembangkan
potensi ekonomi desa yang ada dalam wilayah kerjanya, misalnya dalam
Koperasi Unit Desa perikanan baik darat
maupun perikanan laut.
Dari uraian tersebut, jelaslah bahwa
Koperasi Unit Desa (KUD) memegang peranan yang sangat penting dipedesaan
sebagai wadah ekonomi rakyat dimana KUD merupakan bagian dari Koperasi.
C Pengertian Kredit
Usaha Tani (KUT)
Kredit Usaha Tani (KUT) sebagai salah
satu bentuk bantuan kepada petani untuk meningkatkan pendapatan dengan jalan
tidak menambah area persawahan (intensifikasi), yaitu bagaimana cara
meningkatkan cara pemeliharaan tanaman dengan memupuk, menyempro hama yang
sering merusak tanaman.
Berdasdarkan Departemen Koperasi dan PKK
Direktorat Jendral Pembinaan Koperasi Pedesaan (1995 : 3) bahwa penyempurnaan
Kredit Usaha Tani (KUT) padi, Palawija melalui KUD, sebagai berikut :
2. Pola Kredit Usaha
Tani (KUT) yang disempurnakan, sebagai berikut :
a. KUT diberikan oleh BRI atau Bank lainnya
melalui KUD kepada petani.
b. Besarnya KUT
didasarkan atas kebutuhan nyata dari petani, sedangkan paket kredit sesuai
dengan kemampuannya untuk membayar kembali.
c. Suku bunga KUT
pada petani dinaikkan menjadi 16 persen se tahun yang di dalamnya telah
mencakup fee untuk KUD sebesar 7 persen.
d. Fee untuk KUD yang
aan diterima dikaitkan dengan realisasi pembayaran bunga dan pelunasan pokok
KUT oleh petani.
e. Fee yang diterima
KUD tidak diperkenankan untuk diberikan kepada pihak lain di luar KUD.
3. Dalam rangka
pembinaan KUD agar menjadi lebih mandiri, maka :
a. Perlu ditentukan
persyaratan KUD yang ikut menyalurkan KUT, yaitu :
i. Sekurang-kurangnya
termasuk kelas B
ii. Organisasi serta
usahanya dinilai sehat
iii. Telah
berpengalaman di bidang perkreditan
iv. Mempunyai pengurus
serta manajer yang mampu mengelola dan
mengamankan penggunaan kredit
v. Sisa KUT untuk 2
musim taman (MT) sebelunya tidak lebih dari 20 persen, sedangkan untuk MT-MT
lainnya telah lunas. Apabila KUD tidak memenuhi syarat karena masalah tunggakan
KUT, maka dapat dilakukan benah KUD agar kembali memenuhi syarat dengan
maksimal 3 kali pembenahan.
b. Petani peserta KUT
wajib menjadi anggota kelompok tani dan KUD
c. KUD yang menerima
KUT mendapat bantuan teknis dari BRI atau Bank lainnya dalam hal pengelolaan
administrasi keuangan dan perkreditan.
4. Dalam rangka untuk
mencapai keberhasilan KUT, perlu dipertegas fungsi dan tanggung jawab
instansi/lembaga yang terkait, sebagai berikut :
a. Departemen
Pertanian
i. Menyelenggarakan
program peningkatan produksi pangan
ii. Bertanggung jawab
atas kemanfaatan KUT dalam ranga peningkatan produksi pangan.
iii. Melalui PPL
membina dan membimbing petani/ kelompok tani dalam membuat rencana definitive
kebutuhan kelompok (RDKK) secara baik dan tepat waktu sesuai dengan kebutuhan
nyata.
iv. Mendorong/membimbing
agar kelompok Tani menjadi anggota KUD secara aktif.
b. Departemen
Koperasi
Membina
dan memberikanbimbingan kepada KUD agar mampu melayani anggotanya dengan baik.
c. Departemen Dalam
Negeri
Melalui
bupati/Walikotamadya, Camat, Kepala Desa/ Lurah mengupayakan terlaksananya
fungsi Badan Pembimbing dan perlindungan (BPP) KUD, dengan melakukan pemantauan
terhadap pelaksanaan KUT di daerah-daerah sejak perencanaan, penyaluran dan
pengembalian kredit dan memberikan petunjuk kepada BPP KUD, serta bantuan
seperlunya.
d. Bank Rakyat
Indonesia/ Bank Lainnya
i. Menyediakan Kredit
Usaha Tani (KUT) kepada KUD untuk dipinjamkan kepada petani serta mengupayakan
pengembaliannya
ii. Menetapkan
criteria petani yang memenuhi syarat untuk memperoleh KUT.
iii. Menetapkan besarnya
kebutuhan kredit KUD berdasarkan rekapitulasi rencana definitive kebutuhan
kelompok.
iv. Membantu menyusun
tata cara pengelolaan administrasi keuangan KUD
v. Memberikan bantuan
teknis pada KUD peserta KUT yang memerlukan dengan menempatkan tenaga teknis di
unit simpan pinjam atas beban BRI/ Bank lainnya.
e. Koperasi Unit Desa
(KUD)
i. Melaksanakan
pemberian KUT kepada petani
ii. Melakukan seleksi
terhadap calon peserta KUT dengan dibantu oleh tenaga teknis BRI atau bank
lainnya di KUD berdasarkan kriteria yang ditetapkan dan atas dasar informasi
dari kelompok tani.
iii. Melakukan
pengawasan penggunaan kredit oleh Petani serta penagihan kredit.
iv. Bertanggung jawab
atas pengembalian kredit
v. Melakukan
pembinaan terhadap petani/kelompok tani
vi. Mengembangkan
kelompok tani menjadi perwakilan/ cabang KUD sebagai tempat pelayanan koperasi
di desa-desa yang bersangkutan.
vii. Menyediakan sarana
produksi pertanian sesuai kebutuhan tepat pada waktunya, memasarkan hasil
produksi pertanian dan melaksanakan kegiatan simpan pinjam bagi
anggotanya.
f. Kelompok Tani
i. Menyeleksi calon
peserta KUT untuk diusulkan kepada KUD
ii. Menyusun kebutuhan
kredit para anggotanya dalam rncana definitive kelompok dan rencana definitive
kebutuhan kelompok.
iii. Melaksanakan
fungsi perwakilan/cabang KUD sebagai TPK di desa yang bersangkutan.
iv. Membantu
kelancaran penerimaan KUT dan pengambilannya.
D Pengertian Barang
Jaminan
Sesuatu kegiatan yang mengurusan
menyangkut masalah kredit memerlukan barang jaminan dalam arti luas, baik
bersifat materiil (berwujud dan dapat dilihat) maupun inmateriil (tidak dapat
dilihat atau tidak berwujud). Fungsi barang jaminan adalah memberikan hak dan
kekuasaan kepada pihak Bank untuk menutupi kerugian yang mungkin terjadi atau
diderita karena debitur tidak dapat menepati janjinya/ tidak dapat membayar
kembali hutangnya tepat pada waktunya.
Dalam hubungannya dengan pemberian kredit
oleh pihak bank, oleh Mehir (1999 : 123) dalam bukunya Dasar-Dasar Akuntansi
dikenal jenis-jenis jaminan antaranya :
1. Jaminan pokok, yaitu barang-barang
jaminan yang diperoleh dan berasal dari obyek pembiayaan (kredit) bank, seperti
barang-barang dagangan, bahan-bahan baku, hasil industri, surat-surat berharga,
barang-barang bergerak lainnya dan barang tidak bergerak.
b.
Jaminan tambahan, yaitu suatu jaminan yang merupakan pelengkap serta
memperkuat jaminan pokok. Obyek jaminan ini dapat berbentuk kekayaan-kekayaan
lain yang belum dijadikan agunan kredit, misalnya jaminan pribadi atau
perorangan (brogtoch), tagihan dagang serta lain-lain. Dengan jaminan pribadi
maka debitur menjamin pula kekayaan-kekayaan pribadinya untuk menutup kegiatan
bank apabila jaminan pokok
dan tambahan belum
mencukupi pelunasan kredit apabila terjadi wanprestasi.
Agar supaya setiap jaminan itu dapat
memberikan kekuatan hukum bagi pihak bank sebagai penerima jaminan maka
diperlukan pengikatan secara yuridis formal terhadap barang-barang jaminan
tersebut sesuai ketentuan-ketentuan yang berlaku, sehingga kepentingan Bank
terjamin bila debitur menepati janjinya.
Bentuk dan cara pengikatan barang jaminan ini tergantung dari jenis dan
sifat barang jaminan itu sendiri, di mana dunia perkreditan dikenal berbagai
jenis pengikatan seperti :
a.
Gadai, merupakan suatu
hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak
yang diserahkan oleh debitur akan pihak
lain, akan tetapi pengertian gadai dalam arti yang sebenarnya menurut Abdul
Latief, dalam bukunya Bentuk Peningkatan Kredit Jaminan (1998 : 119) gadai
adalah suatu hak yang di dapat oleh seorang yang berpiutang atas sesuatu
barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh si berhutang, untuk mengambil
pelunasan suatu hutang dari pendapatan penjualan barang itu dan yang memberi
hak kepada si berpiutang untuk dibayar terlebih dahulu dari pada
piutang-piutang lainnya. Dengan demikian perwujudan dan hak gadai adalah
merupakan penyerahan barang-barang jaminan secara fisik dan mutlak kepada
kreditur selama jangka waktu kredit berlaku.
b.
Fiucidure Eigendoms Overdracht, yaitu penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan,
atau penyerahan dari hak milik atas barang bergerak dengan menahan
barang-barang tersebut secara kepercayaan. Oleh karena itu jaminan atas dasar
F.E.O. ini, penyerahan barang-barangnya tidak diserahkan kepada kreditur
seperti halnya pada gadai namun etap dikuasai oleh debitur. Walaupun demikian
dengan jaminan F.E.O. ini status hak pemilikan telah beralih di mana pemilik
semula (debitur) hanya sebagai pemegang, dan tidak dapat mengelola barang
tersebut selama belum terselesainya pelunasan kredit yang telah diambilnya.
c.
Hipotik/hak tanggungan, adalah hak kebendaan barang yang tidak bergerak
yang bertujuan untuk mengalami pelunasan terhadap hutang dari penjualan barang
jaminan tersebut. Dan untuk lebih jelasnya dapat dikemukakan sebagai berikut,
Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak, yang dimaksudkan
untuk memperhitungkan pembayaran kembali dari suatu hutang dengan uang dari
pendapatan penjualan benda tidak bergerak tersebut. Obyek dari jaminan ini
adalah tanah yaitu hak atas tanah di mana memegangnya dapat mengambil manfaat
atas tanah tersebut. Dan hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan hipotik
adalah tanah yang telah memiliki serttifikat hak milik, hak guna bangunan dan
hak usaha. Untuk mengikat benda tidak bergerak secara hipotik, maka harus
dibuat secara otentik atau notaris dihadapan pejabat pembuat akta tanah atau
notaris.
E Pengertian
Pendapatan
Pendapatan (revenue) adalah hasil
penjualan barang-barang atau jasa-jasa yang belum dikurangi dengan biaya dan beban
yang digunakan untuk mencapai pendapatan, sedangkan income diperoleh dengan
jalan mengurangi revenue dengan biaya dan beban yang dipakai atau digunakan
untuk memperolehnya yang menjadi masalah sekarang ialah kapanlah revenue itu
dipakai dan dicatat.
Untuk lebih jelasnya D. Hartanto dalam bukunya
Akuntansi Untuk Usahawan (2000 : 23) menjelaskan sebagai berikut dalam
penentuan hasil, kita melihat dua aspek, ialah besarnya hasil dan waktunya
hasil itu didapat.
Selanjtnya, D. Hartanto dalam bukunya
Akuntansi Untuk Usahawan (2000 : 24) menjelaskan hasil itu dianggap telah
didapat pada waktu produk secara yuridis berpindah tangan. Pada jual beli
barang-barang dan segera dapat direalisasikan, hasil itu dapat dianggap pada
waktu terjadinya penjualan, dan karena prinsip ini dinamakan prinsip
realisasi.penentuan saat dilakukan pendapatan, dan di samping itu bertujuan
pula untuk menghindari penyajian pendapatan yang overstated atau understated
selama suatu periode akuntansi dalam laporan rugi laba yang mencerminkan hasil
usaha perusahaan tertentu.
Pada saat pengakuan pendapatan
didasarkan pada pendapat di atas terutama sekali yang dikemukakan oleh Ikatan
Akuntansi Indonesia (1994 : 28) diuraikan secara terperinci, yaitu :
1.
Pendapatan pada saat penjualan, banyak perusahaan yang biasa mengakui
pendapatan pada saat penjualan terjadi. Penjualan terjadi akibat adanya
persetujuan untuk mengalihkan hak milik dan adanya suatu imbalan terhadap
pengalihan hak mili. Untuk penjualan menggambarkan suatu transaksi yang sempurna
dan tercapai tujuan operasional yang utama dari suatu perusahaan. Penjualan
pada umumnya ditandai dengan adanya perpindahan barang atau jasa dan penerimaan
uang tunai atau assets lain dalam suatu pertukaran. Dan penjualan menunjukkan
pula berakhir semua biaya produksi dan biaya distribusi yang dapat dikenakan
pada suatu barang dan suda biasa mengadakan matching dengan revenue untuk
tujuan penetapan income.
5. Pendapatan pada
saat pembayaran diterima, dalam kenyataan dijumpai adanya usaha-usaha untuk
menggunakan dasar tunai (cash basis) dalam pengakuan pendapatan, meskipun
penyerana barang atau jasa telah dilakukan pada masa atau periode sebelumnya.
Alasan penggunaan cara ini ialah karena dengan adanya kemungkinan pembatalan
penjualan, seperti halnya dalam penjualan bersyarat, penjualan atas persetujuan
pembeli dan penjualan ekspor. Jadi penjual menghadapi ketidak pastian mengenai
barang yang telah diserahkannya kepada pembeli, apakah si pembeli akan
menyetujui dan menerima barang atau tidak. Pada penjualan cicilan, disisi lain
penjual menghadapi ketidak pastian apakah pembeli benar-benar akan melakukan pembayaran dalam
waktu dan jumlah yang telah ditentukan atau tidak.
6. Pendapatan pada
saat barang selesai diproduksi. Dalam hal ini pendapatan telah diakui walaupun
barangnya belum dijual atau diserahkan kepada pembeli adalah cara pengakuan
pendapatan yang kurang tepat baik dilihat dari segi azas realisasi, lebih-lebih
dari azas konservatisme, tetapi cara ini telah diterima oleh Ikatan Akuntan
Indonesia walaupun oleh profesi akuntansi lain di Negara lain khususnya Amerika
Sertikat. Cara pengakuan pendapatan setelah selesainya produksi tergantung
kepada kepastian mengenai harga jual dan besarnya biaya tambahan diluar biaya
produksi. Misalnya apabila telah ada kontrak penjualan dan penyerahan hasil
produksi yang pasti, maka haraga jual dapat diketahui dan begitu juga dengan
biaya-biaya penjualan. Tentu saja masih ada ketidak pastian tentang dapat
ditagihnya piutang, tetapi hal ini dapat ditaksir dengan cukup baik.
7. Pendapatan pada
saat bagian kontrak selesai secara propofesional, cara pengakuan pendapatan
seperti ini adalah mengakui pendapatan selama produksi berlangsung atau
berjalan. Jadi produksi belum berakhir. Cara biasanya digunakan oleh perusahaan
kontraktor.
F Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Peningkatan Pendapatan Petani
Peningkatan pendapatan petani tergantung dari cara pengelolaan tanah
yang digarap bagaimana menciptakan mengolahan tanah dengan istilah intesifikasi
(meningkatkan hasil dengan tidak menambah areal pertanian).
Tujuan pembangunan pertanian bertumpu
pada upaya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup dan kemandirian, meningkatkan
produktivitas hasil pertanian, meningkatkan pembinaan dan pengawasan, penegakan
hak asasi manusia, pengelolaan sumberdaya pertanian padi/ palawija dan
hortikultira, serta meningkatkan kelembagaan di tingkat petani.
Abdul Latif dalam bukunya Peningkatan Pendapatan ( 2003 :
15) Untuk mencapai tujuan tersebut, maka sasaran pembangunan pertanian yang
merupakan tujuan secara terukur yang akan dicapai dalam tercapainya peningkatan
produksi, peningkatan pendapatan petani, peningkatan penyerapan tenaga kerja, peningkatan jumlah
petani penggarap
Proses pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan
pertanian, dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut :
1. Kebijakan
strategis
a. Pemberdayaan
masyarakat dan petani diarahkan pada upaya :
1. Perlindungan sumberdaya ikan melalui penegakan supremasi hukum.
2.
Kemitraan antar
petani dengan pengurus KUD dan pemerintah.
3.
Penguatan
kelembagaan petani dengan dukungan pembinaan teknis dana manajerial.
4.
Memfasilitasi
peningkatan mutu sumberdaya manusia masyarakat dalam wilayah KUD
ii.
Pengembangan
agribisnis dan agroindustri pertanian berbasis masyarakat dan potensi lokal
diarahkan pada orientasi pasar dan diversifikasi produk.
iii.
Pengelolaan
sumberdaya petani yang berkelanjutan dan penegakan hukum lingkungan ditempuh
melalui upaya :
1. Koordinasi dengan
aparat penegak hukum.
2. Pembinaan
lingkungan wilayah KUD melalui pendekatan pola usaha yang berkelanjutan.
8. Program strategis
Program strategis KUD yang didasarkan pada visi, misi, dan kebijakan
strategis memutuskan rancangan program strategis, yaitu :
a. Program
pengembangan budidaya
1. Mengembangkan budidaya komoditas pertanian.
9. Mengembangkan
budidaya petani padi dan palawija
10. Mengembangkan
budidaya pad/palawija
11. Mengembangkan
budidaya pertanian.
12.
Pembinaan Intensifikasi petani padi/palawija, Intensifikasi Mina Padi
(INMIDI), dan Intensifikasi hortikultura.
13. Mengembangkan Unit
Pembinaan Budidaya melalui kelompok tani.
a. Program
Pengembangan petani padi/palawija dan hortikultura dengan cara sebagai berikut
:
1.
Identifikasi/inventarisasi sumberdaya kelautan non-hayati.
2.
Penetapan batas
kewenangan dan pengelolaan sumberdaya pertanian.
3. Inventarisasi sumberdaya
pedesaan atau desa terpencil.
DAFTAR
PUSTAKA
1)
Kaihatu, J. E. l990, Asuransi
Kebakaran, Bagian II,
Penerbit Djambatan, Jakarta.
2) Latief, Abdul, 1992, "Bentuk
Pengikatan Kredit Jaminan", Hukum dan Perbankan, Penerbit Infobank,
Jakarta.
3) Manullang, M, 1983, Pengantar
Ekonomi Perusahaan, penerbit Ghalia Indonesia, Medan.
4) Munandar, S, 1993, Analisa Laporan Keuangan, Penerbit
Liberty, Yogyakarta.
5) Mehir dan Cammack, 1991,
Dasar-Dasar Akuntansi, Disadur oleh Hasyim, Penerbit Balai Aksara, Jakarta.
6) Smith T. R. and Francis H.W.,1987,
Fire Insurance Theory and Practice, Fith Edition, Stone & Co Ltd,
London.
7) Sutrisno, M.H. 1992, Pengantar
Ekonomi Perusahaan, Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta.
8) Sanyoto, Warsito, 1992, Masalah
Perasuransian Barang Jaminan", Hukum dan Perbankan, Penerbit Infobank,
Jakarta.
9) Sianipar, J.T, 1985, Asuransi
Pengangkutan Laut, Penerbit PT. Asuransi Jasa Indonesia, Jakarta.
10) Tohir, Kaslan A. Pengantar
Ekonomi Tentang Uang Kredit Bank, Penerbit PT. Gunung Agung, Jakarta.
11) Undang-Undang No. 7 Tahun 1992,
Tentang Pokok-Pokok Perbankan di Indonesia, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar