Pengendalian Piutang
Sebagaimana diketahui, piutang
merupakan salah satu bagian penting dalam harta lancar perusahaan. Oleh karena
itu tidak dapat dipungkiri bahwa pengendalian piutang merupakan suatu perangkat
alat yang perlu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, karena piutang yang tidak
dapat ditagih merupakan faktor yang akan merugikan perusahaan. Dengan kata lain
resiko tidak tertagihnya piutang dari para langganan tetap, adalah tanggung
jawab bersama di antara fungsionaris perusahaan.
Untuk mengantisipasi timbulnya piutang
akibat tidak tertagihnya piutang, maka sebelum perusahaan memberikan pijaman
atau menambah pinjaman sebelumnya,
pihak perusahaan terlebih dahulu mengadakan evaluasi tentang keadaan atau
kemampuan ekonomis calon pembeli.
Kerugian piutang yang tidak tertagih,
merupakan persoalan timbul setelah terjadinya transaksi penjualan barang dan
jasa, dan hal ini sering diketahui dalam jangka waktu yang relatif lama.
Besar kecilnya piutang dipengaruhi
oleh keadaan ekonomi dan kebijakan penjualan kredit yang dilaksanakan oleh
perusahaan yang bersangkutan. Apabila perusahaan menurunkan standar pemberian pinjamannya,
maka penjualan akan meingkat yang berarti pula meningkatnya piutang.
Meningkatnya piutang perusahaan
selain dapat meningkatkan keuntungan,
juga perusahaan harus menanggung beban investasi piutag yang besar.Dalam
hubungan ini Bambang Riyanto
(2003: 76) lebih lanjut
mengmukakan
5 hal yang mempengaruhi besar
kecilnya investasi dalam piutang, yaitu :
"1. Syarat pembayaran penjualan
kredit
2. Volume penjualan kredit
3. Ketentuan tentang pembatasan kredit
4. Kebijaksanaan dalam mengumpulkan modal
5. Kebijaksanaan membayar dari
langganan".
1) Syarat pembayaran penjualan kredit
Syarat pembayaran penjualan kredit
bersifat tidak tetap (sewaktu-waktu ketat dan sewaktu-waktu lunak). Apabila
perusahaan menetapkan syarat pembayaran yang ketat, berarti perusahaan lebih
mementingkan kredit dari pada pertimbangan profitabilitas.
2)
Volume penjualan kredit
Makin
besar proporsi penjualan kredit dari keseluruhan penjualan akan memperbesar
investasi dalam piutang. Dengan demikian untuk memperbesar penjualan kredit
dalam setiap tahun, berarti perusahaan menyediakan investasi piutang yang lebih
besar pula, dan demikian halnya dengan
masalah profitabilitas. Akan
tetapi perusahaan juga diharapkan dengan
masalah resiko, dalam arti bahwa makin besar piutang, juga makin besar resiko
kerugian akibat tidak tertagihnya piutang tersebut.
3)
Ketentuan tentang pembatasn kredit
Dalam
penjualan kredit, perusahaan dapat menetapkan batas maksimal atau plafon kredit
yang diberikan kepada para pelanggan. makin
besar plafon pinjaman yang ditetapkan untuk setiap
pelanggan berarti makin besar pula dana yang diinvestasikan dalam piutang,
demikian pula ketentuan mengenai siapa yang diberikan pinjaman. Makin
selektif langganan yang
dapat diberikan kredit atau pinjaman akan dapat memperbaiki
besarnya investasi dalam piutang. Dengan demikian maka pembatasan pinjaman
disini adalah bersifat kuantitatif dan kualitatif.
4)
Kebijaksanaan dalam pengumpulan piutang
Perusahaan dapat menjalankan kebijaksanaan di
dalam hal pengumpulan piutangnya secara aktif dan pasif. Perusahaan yang secara
aktif menagih piutang memilikipengeluaran uang untuk membiayai aktivitas
pengumpulan piutang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang menjalankan
kebijaksanaan pasif.
5)
Kebijaksanaan membayar dari pelanggan
Manajemen Piutang
Piutang disini adalah timbul karena
adamya transaksi penjualan secara kredit oleh perusahaan kepada para
langganannya. Penjualan kredit yang pada akhirnya akan menimbulkan hak
penagihan atau piutang kepada langganan sangat erat hubungannya dengan
persyaratan kredit yang diberikan. Sekaligus pengumpulan piutang tidak tepat
pada waktu yang sudah ditetapkan namun sebagian besar dari piutang tersebut
akan terkumpul dalam
jangka waktu yang kurang dan satu tahun. Dengan atasan itulah maka piutang
dimasukkan sebagai salah satu komponen aktiva lancar perusahaan.
Pos piutang dalam neraca biasanya
merupakan bagian cukup besar dari
aktiva besar dan oleh karenanya perlu mendapat perhatian yang cukup serius agar
perkiraan piutang ini dapat dihitung dengan cara yang seefisien mungkin. Karena
piutang yang tidak dapat ditagih merupakan faktor yang akan merugikan
perusahaan.
Dengan kata lain tidak tertagihnya
piutang dari langganan, adalah tanggung jawab bersama di antara fungsionaris
perusahaan. Untuk mengantisipasi timbulnya kerugian akibat tidak tertagih
piutang, maka sebelum perusahaan memberikan pinjaman atau menambah pinjaman
sebelumnya, pihak perusahaan terlebih dahulu mengadakan evaluasi tentang
keadaan atau kemampuan ekonomis calon pembeli.
Dengan demikian, untuk mengantisipasi
akan adanya pencatatan yang dapat menimbulkan kerugian perusahaan perusahaan
biasanya kurang tepatnya pencatatan yang dilaksanakan pada bagian pembukuan,
sehingga ada kekeliruan yang bisa terjadi menimbulkan kerugian perusahaan, di
samping itu karena koordinasi yang kurang bagian pemasaran dan pembelian
artinya kros cek antara pemasukan dengan
pengeluaran
barang kurang akurat. Pencatatan yang di
haruskan akurat yang tidak boleh diabaikan oleh pihak perusahaan, agar
segala kekeliruan dapat berkurang akan berdampak pada perusahaan yang bisa
terhindar dari segala kerugian yang dialami.
Kerugian piutang yang tidak tertagih,
merupakan persoalan yang timbul setelah terjadinya transaksi penjualan barang
dan jasa dan hal ini sering diketahui dalam jangka waktu yang relatif
lama.
Untuk mengantisipasi terjadinya
resiko kerugian seperti diterangkan di atas, maka perlu menentukan standar
besar kecilnya pemberian pinjaman kepada langganan. Dalam menentukan standar
ini, kalau Bambang Riyanto (2003: 73) menyatakan bahwa perusahaan perlu
memperhatikan kriteria yang dikenal dengan istilah faktor 5 C, yaitu :
1) Character
2) Capasity
3) Capital
4) Collecteral
5) Condition
Tidak ada komentar:
Posting Komentar