A Pengertian dan
Jenis-Jenis Biaya
1. Pengertian Biaya
Untuk menghasilkan sesuatu apakah itu
barang atau jasa maka perlulah dihitung dan diketahui besarnya biaya yang
dikeluarkan atau yang diperlukan dan kemungkinan memperoleh pendapatan yang
mungkin diterima. Setiap pengorbanan biaya selalu diharapkan dapat mendatangkan
hasil yang lebih besar dari pada yang telah dikorbankan tersebut pada masa yang
akan datang.
Dengan demikian, seorang pengusaha
hendaknya dapat mengetahui bagaimana besarnya pengorbanan dalam proses produksi
pada setiap pengeluaran merupakan komponen biaya perusahaan. Dalam hal ini,
total biaya selalu dapat dihitung dan dapat dibandingkan dengan total
penerimaan yang mungkin dapat diperoleh dengan kemungkinan laba yang akan
diperoleh.
Berbicara mengenai masalah biaya
merupakan suatu masalah yang cukup luas, oleh karena itu di dalamnya terdapat
dua pihak yang saling berhubungan. Menurut Winardi, Kapita Selecta, (2000: 147),
menyatakan bahwa bilamana kita memperhatikan biaya-biaya yang harus dikeluarkan
untuk suatu proses produksi, maka dapat dibagi ke dalam dua sifat, yaitu
merupakan biaya bagi produsen adalah mendapat bagi pihak yang memberikan faktor
produksi yang terbaik pada perusahaan bersangkutan.
Demikian halnya bagi konsumen, biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh alat pemuas kebutuhannya atau merupakan pendapatan
bagi pihak yang memberikan alat pemuas kebutuhan tersebut. Oleh Ikatan
Akuntansi Indonesia, (1997: Pasal I ayat 1) dikatakan bahwa biaya (cost) adalah
jumlah yang diukur dalam satuan uang, yaitu pengeluaran-pengeluaran dalam
bentuk konstan atau dalam bentuk pemindahan
kekayaan pengeluaran modal saham, jasa-jasa yang disertakan atau
kewajiban-kewajiban yang ditimbulkannya, dalam hubungannya dengan barang atau
jasa yang diperoleh atau yang akan diperoleh pada masa yang datang, karena
mengeluarkan biaya berarti mengharapkan pengembalian lebih banyak.
Dari definisi dan pengertian biaya di
atas, dapatlah dikatakan bahwa
pengertian biaya yang dikemukakan
di atas adalah suatu hal yang masih merupakan pengertian secara luas
oleh karena semua yang tergolong dalam pengeluaran secara nyata keseluruhannya
termasuk biaya.
Sejalan dengan definisi dan pengertian di
atas, maka D. Hartanto, ( 2002 : 89), memberikan atasan tentang
biaya (cost) dan ongkos (expense), sebagai berikut cost adalah
biaya-biaya yang dianggap akan memberikan manfaat atau service potensial di
waktu yang akan datang dan karenanya merupakan aktiva yang dicantumkan dalam
neraca pada periode tertentu.
2. Jenis-Jenis Biaya
Sehubungan dengan jnis-jenis biaya
tersebut, maka D. Hartanto, (2002 : 37)
mengelompokkan biaya menurut tujuan perencanaan dan pengawasan, sebagai berikut
:
"1.
Biaya variabel dan biaya tetap
2.
Biaya yang dapat dikendalikan".
Sedangkan menurut Mulyadi, (2000 : 57) menetapkan biaya adalah sejumlah
pengeluaran yang tidak bisa dihindari yang menghubungkan tingkah laku biaya
dengan perubahan volume kegiatan sebagai berikut biaya variabel adalah sejumlah
biaya yang secara total berfluktuasi
secara langsung sebanding dengan
volume penjualan atau produksi atau ukuran kegiatan yang lain.
Sedangkan biaya tetap atau biaya
kapasitas merupakan biaya untuk
mempertahankan kemampuan beroperasi perusahaan pada tingkat kapasitas
tertentu utamanya dalam kapasitas biaya dalam proses produksi perusahaan.
Dari gambaran umum
di atas, maka dapat diketahui sebagai
berikut :
1. Biaya variabel adalah
sejumlah biaya yang ikut berubah
untuk mengikuti volume produksi atau penjualan dalam kegiatan perusahaan.
Misalnya atau bahan langsung yang hanya ikut
dalam proses produk, atau bahan baku langsung yang dipakai dalam proses
produksi biaya tenaga kerja langsung.
2. Biaya tetap adalah sejumlah biaya
yang tidak berubah walaupun ada perubahan volume produksi atau penjualan.
Misalnya gaji bulanan, asuransi, penyusutan, biaya umum dan lain-lain.
Sifat-sifat biaya tersebut sangat penting untuk diketahui oleh seorang manajer
dalam perencanaan usaha pengembangan karena akan diperoleh suatu gambaran
klasifikasi biaya yang baik untuk tujuan dan perencanaan serta pengawasan.
B Unsur - Unsur Biaya
Untuk menggambarkan tentang unsur-unsur
dalam proses produksi, pihak perusahaan telah memperhitungkan terhadap
biaya-biaya yang dikorbankan, sehingga proses produksi tidak mengalami hambatan
yang berarti, dapat memperoleh hasil penjualan dan hasil produksi bisa
memperoleh laba.
Menurut Mulyadi, (2000 : 159) dalam suatu proses produksi
melibatkan suatu unsur- unsur biaya yang dibebankan menurut kelompok biaya tertentu
guna menyusun harga pokok produksi dapat digabungkan ke dalam unsur-unsur
biaya. Tetapi ini tidaklah dapat dipandang sebagai biaya, melahir harus sesuai
dengan faktor biaya, karena biaya tersebut harus sesuai dengan faktor biaya
yang dianut oleh perusahaan.
Unsur - unsur biaya tersebut di atas,
adalah sebagai berikut :
1. Manufacturing cost, adalah semua
biaya yang muncul
sejak pembelian bahan-bahan sampai produk selesai (final product)
Manufacturing cost terbagi atas :
a. Prime cost (biaya utama) adalah biaya dari bahan-bahan
secara langsung dan upah tenaga kerja
langsung dalam kegiatan pabrik.
Prime cost terdiri dari :
1. Direct material yaitu semua bahan baku yang membentuk keseluruhan
bahan yang secara langsung dimasukkan dalam perhitungan kerja pokok.
2.
Direct cost, yaitu setiap
tenaga kerja yang ikut secara langsung pemberian sumbangan pada proses produksi.
b. Manufacturing expenses
dapat juga disebut factory over head cost atau biaya pabrikasi tidak langsung.
Yang termasuk golongan biaya ini adalah
1. Indirect
labour, yaitu tenaga
kerja yang tidak
terlibat langsung dalam proses produksi, misalnya kepada bagian bengkel, mandur,
pembantu umum dan sebagai dasar untuk menyelesaikan biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam proses produksi.
2. Other manufacturing expenses, yaitu
biaya - biaya tidak langsung selain dari indirect labour dan indirect material,
seperti biaya atas penggunaan tanah,
pajak penghapusan, pemeliharaan dan perbaikan
2. Commercial expenses, yang meliputi :
a. Selling expenses adalah semua ongkos
yang dikeluarkan setelah selesainya proses produksi sampai pada saat
terjualnya. Ongkos-ongkos ini meliputi penyimpangan, pengangkutan penagihan
dan ongkos yang menyangkut fungsi penjualan.
b. Administration expenses
adalah semua ongkos yang meliputi ongkos perencanaan dan pengawasan.
Biasanya semua ongkos yang
tidak dibebankan pada bagian produksi atau
penjualan dipandang sebagai
ongkos administrasi.
Sedangkan
menurut Charles T. Horngren, ( 1999: 15 ) unsur-unsur biaya dapat diklasifikasikan ke
dalam :
1. Kapan waktu berkompromi
a. Biaya yang harus dikeluarkan
b. Anggaran Biaya
2. Kelakuan dihubungkan dengan adanya
fluktuasi dalam aktivitas :
a. Biaya variabel
b. Biaya tetap
c. Biaya lain-lain
3. Resiko dalam pengeluaran
biaya :
a. Total biaya
b. Biaya per unit
4. Fungsi manajemen :
a. Biaya pabrik
b. Biaya pemasaran
c. Biaya administrasi
5. Mudah untuk mengubahnya :
a. Biaya langsung
b. Biaya tak langsung
6. Perubahan biaya pajak tentang keuntungan :
a. Biaya produksi
b. Biaya Industri
Adapun penjelasan dari unsur-unsur biaya
tersebut diatas adalah sebagai berikut :
1. Historical cost, merupakan biaya yang
telah terjadi dimasa lalu sedangkan budgeting cost adalah biaya yang diperkirakan terjadi pada masa yang akan
datang.
2. Variabel cost, adalah biaya yang secara keseluruhan akan berubah-sesua
dengan berubahnya volume produksi atau penjualan. Sedangkan fixed cost adalah
biaya yang secara keseluruhan tidak akan
mengalami perubahan pada suatu tingkat produksi atau penjualan.
3. Total cost, adalah sejumlah biaya yang
dibebankan pada seluruh biaya obyektif. Sedangkan unit cost adalah biaya
rata-rata dari setiap unit dari obyektif.
4. Manufacturing cost adalah sejumlah
biaya yang diperlukan untuk menghasilkan barang (dengan menggunakan mesin, peralatan
dan tenaga kerja).Manufacturing cost terdiri dari direct cost,
material cost, direct labour cost dan inderect cost/overhead cost.
Sedangkan administratif cost adalah biaya-biaya
yang diperlukan untuk pengelolaan perusahaan secara keseluruhan.
5. Direct cost adalah biaya-biaya
yang mudah ditelusuri terhadap suatu obyek
tertentu.
Indirect cost adalah biaya - biaya yang tidak
ditelusuri hubunganny dengan
obyek tertentu.
Sedangkan priod cost merupakan biaya-biaya yang
timbul akibat berjalannya waktu. Dengan
kata lain, period cost adalah setiap biaya
yang dialokasikan berdasarkan
waktu.
C Pengertian Break
Even Point
Pengertian Break Even Point adalah suatu
analisis titik yang menunjukkan keseimbangan antara jumlah biaya yang
dikeluarkan dengan jumlah pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan.
Sehubungan dengan itu, untuk lebih
mengetahui tentang pengertian biaya, dibawah ini akan dikemukakan secara luas
oleh Mulyadi, (2000 : 3) yang membahas tentang penentuan harga pokok,
dikemukakan bahwa di dalam arti luas break aven point adalah pengorbanan sumber
ekonomis, yang mana laba dari suatu periode kerja atau dari suatu kegiatan usaha
tertentu, perusahaan tidak memperoleh laba tetapi juga tidak menderita kerugian
dan tidak mendapatkan keuntungan.
Pengertian yang telah dikemukakan oleh
Suhardi Sigit, (2001 : 24) menyatakan bahwa dalam proses produksi memang
mengeluarkan sejumlah biaya untuk menghasilkan barang dan jasa.
Sehingga perusahaan biasanya menghitung sebelum menjalankan kegiatan apakah
perusahaan itu dapat menguntungkan atau tidak. Dalam teori mengenai titik
pulang pokok (Break Even Point) pada suatu perusahaan yaitu tidak mengalami
kerugian dan keuntungan (Impas).
Perusahaan yang mengalami hal demikian pasti memikirkan
hal-hal tentang pengembangan diri akan adanya kelebihan, bagaimana pada masa
yang akan datang Analisis titik pulang pokok adalah suatu analisis titik yang
menunjukkan keseimbangan antara jumlah biaya yang dikeluarkan dan jumlah
pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan.
Juga dapat dikatakan analisis ini
menunjukkan keadaan di mana perusahaan tidak mengalami keuntungan dan juga
tidak mengalami kerugian. Pengertian break even point ini menurut Suhardi
Sigit, (2001: 2l7) dikemukakan bahwa suatu perusahaan dikatakan break even
point apabila setelah dibuat perhitungan rugi laba dari suatu periode kerja
atau dari suatu kegiatan usaha tertentu, perusahaan tidak memperoleh laba
tetapi juga tidak mendapatkan keuntungan.
Dari pengertian yang dikemukakan oleh
Suhardi Sigit di atas dapatlah dikatakan bahwa jumlah biaya yang dikeluarkan
sama besarnya dengan jumlah hasil
penjualan yang diperoleh hanya dapat menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan
(tidak terjadi laba kerugian). Dari analisis pulang pokok (impas) ini kita
dapat mengetahui atau dapat memberikan penjelasan tentang besarnya jumlah
barang yang harus diproduksi atau banyaknya
barang yang harus dijual dalam suatu periode tertentu di mana perusahaan tidak
menderita kerugian dan tidak mendapatkan keuntungan.
Selain istilah-istilah yang ada, dalam
analisis break even point juga sering digunakan istilah cost volume profit. Analisis
ini menunjukkan hubungan antara biaya yang dikeluarkan dengan volume produksi yang dihasilkan dan
besarnya laba/keuntungan yang diperoleh. Jika pada volume tertentu terdapat
perolehan penjualan sama besarnya dengan biaya yang dikeluarkan, maka pada
titik ini disebut titik impas. Menurut Hartanto, (2002 : 217) beliau menekankan
pada penentuan biaya atau alokasi
dikemukakan bahwa penyelidikan atas hubungan yang terdapat antara biaya, laba, dan volume adalah sangat
penting bagi manajement untuk dapat membuat suatu perencanaan yang baik.
Selanjutnya dari penyelidikan ini kita dapat mendapat sesuatu klasifikasi biaya
yang baik untuk tujuan manajerial planning dan strategi untuk dapat
meningkatkan keuntungan.
Definisi yang dikemukakan oleh Hartanto
diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan mengadakan penyelidikan antara
hubungan biaya, volume dan biaya itu akan sangat berguna bagi manajemen karena
dalam hal ini penyelidikan tersebut akan memberikan informasi bagi perencanaan yang baik demi kelancaran usaha
dalam penyampaian tujuan yang diinginkan.
Walaupun
terdapat berbagai kegunaan pada
analisis pulang pokok, akan tetapi terdapat pula beberapa kelemahan. Perencanaan
mempersiapkan sebuah break even point yang membutuhkan banyak perkiraan dan
asumsi yang dapat mengakibatkan ketidak tepatan hasil yang disajikan oleh bagan
tersebut. Beberapa keterbatasan sistem pulang pokok oleh Moelyadi, (2000 : 89) sebagai berikut :
a. Garis keseluruhan, yakni garis yang menggambarkan jumlah biaya
tetap dan biaya variabel, seharusnya
tidak digambarkan sebagai garis lurus. Oleh karena itu pada kenyataan biasanya
biaya tersebut tidak berubah secara proposional.
b. Sistem break even point menunjukkan gambaran statis,
sedangkan jalannya perusahaan amat dinamis. Oleh karena itu perubahan-perubahan
setiap waktu dapat terjadi.
c. Pengklasifikasian biaya semi variabel dan semi tetap
sering kali diabaikan, kemudian dimasukkan saja dalam golongan biaya variabel
atau biaya tetap.
d. Bilamana
perusahaan menghasilkan berbagai jenis produksi maka timbul
masalah lain disamping masalah-masalah yang telah dijelaskan di atas
misalnya bauran produk cenderung mengeluarkan biaya yang berbeda, sehingga tiap
perusahaan bauran produk akan cenderung mengubah fakta yang terdapat dalam
bagan break even point.
D Kegunaan dan Tujuan
Break Even Point
Sebagaimana telah dikemukakan pada
uraian-uraian terdahulu bahwa tujuan titik pulang pokok sangat penting/ berguna
bagi pimpinan perusahaan untuk mengetahui besarnya volume produksi/
penjualan perusahaan dalam keadaan
pulang pokok. Dan selanjutnya analisa tersebut dapat juga digunakan untuk
mengetahui besarnya volume produksi/ penjualan perusahaan, apakah mencapai laba
tertentu atau kerugian tertentu selain dari pada itu tujuan pulang pokok dapat
juga digunakan sebagai suatu cara atau tehnik untuk mengetahui hubungan antara
biaya, volume dan laba. Dengan diketahui titik break even point, pimpinan perusahaan
dapat mengambil keputusan untuk menetapkan kebijaksanaan selanjutnya sehubungan
dengan kegiatan operasi perusahaan untuk mencapai tujuan.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini
dikemukakan beberapa pendapat dari para sarjana mengenai kegunaan dari pada
analisis pulang pokok bagi management adalah sebagai berikut, menurut Farid Djahidin, (2000: 120) "Analisa
Laporan Keuangan" dinyatakan bahwa analisa
break even point sangat penting
bagi pimpinan perusahaan untuk mengetahui besarnya tingkat produksi berapa
jumlah biaya akan sama dengan jumlah penjualan. Atau dengan kata lain bahwa
dengan mengetahui break even point, dapat kita ketahui kaitan-kaitan antara
penjualan, produksi, harga, biaya, rugi atau laba, sehingga memudahkan pimpinan
perusahaan untuk mengambil kebijaksanaann dalam peningkatam laba.
Selanjutnya dikatakan pula bahwa selain
dari kegunaan tersebut di atas,
break even point juga berguna bagi pimpinan untuk :
1. Dasar atau
landasan dalam merencanakan tingkat keuntungan yang akan di peroleh (profit planning).
2. Dasar untuk menentukan tingkat produksi yang menguntung kan
dalam arti bahwa pada tingkat produksi tertentu perusahaan akan
memperoleh laba (di atas titik break even point) dan mencegah tingkat produksi/penjualan yang
lebih rendah dari titik break even point.
3. Dasar untuk mengendalikan kegiatan operasi yang sedang
berjalan (controlling).
Sedangkan menurut R. Soemita, (1999: 29)
mengemukakan bahwa alat-alat lain untuk membantu manager keuangan proses pengendalian
dan perencanaan, diantaranya adalah analisa break even point yang terutama
berguna untuk perluasan pabrik dan keputusan untuk memproduksi produk baru
sebagai percontohan.
Dengan bertitik tolak dari uraian
beberapa pendapat tersebut di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa analisa titik
pulang pokok tidaklah semata-mata berguna bagi pimpinan
untuk mengetahui keadaan perusahaan yang break even saja akan tetapi lebih dari
pada itu dapat digunakan sebagai suatu cara atau tehnik untuk mengetahui
hubungan antara biaya, volume, harga jual serta laba dan rugi atau dengan kata
lain untuk menghadapi berbagai kemungkinan perubahan kondisi dan keadaan yang
dapat mempengaruhi laba dan tingkat pencapaian tujuan perusahaan.
1.
Menghitung analisis pulang pokok
dengan cara coba - coba (trial and
error). Dalam hal ini, kita menghitung
keuntungan netto berdasarkan volume produksi/ penjualan
tertentu. Apabila perhitungan masih menghasilkan keuntungan, maka dapat dapat
diturunkan sampai pada tingkat produksi tertentu dan tingkat berapa kita
mengalami break even point. Sebaliknya bila dalam perhitungan kita mendapatkan
rugi pada tingkat tertentu, untuk mendapatkan break even point, maka tingkat
produksi harus dinaikkan hingga mencapai break even point pada tingkat
tertentu.
2. Perhitungan berdasarkan rumus Aljabar dengan formulasi,
sebagai berikut :
a.
Atas dasar jumlah unit produksi
FC
Rumus BEP (Q)
=
P -
V
dimana :
BEP
= Break even point
FC =
Biaya tetap
V =
Biaya variabel
P =
Harga jual per unit
Q =
Jumlah unit yang dihasilkan
b.
Perhitungan BEP atas dasar sales, dalam rupiah (Rp),
yaitu :
FC
BEP ( Rp
) =
VC
1 -
S
dimana :
BEP =
Break even point
FC =
Biaya tetap
VC =
Biaya variabel
S =
Volume / nilai hasil penjualan
Q
= Jumlah rupiah yang dihasilkan
Margin of safety merupakan alat yang dapat memberikan
informasi tentang berapa besar volume penjualan yang dianggarkan atau hasil
penjualan tertentu boleh turun agar perusahaan tidak menderita kerugian. Angka margin of safety akan memberikan
petunjuk mengenai jumlah maksimun penurunan volume penjualan yang direncanakan
atau dianggarkan sekaligus tidak mengakibatkan kerugian.
Dengan mengetahui margin of safety akan diperoleh manfaat bagi kemajuan perusahaan. Dalam
hal ini nargin of safety bagi perusahaan yang merupakan syarat bagi manajemen
untuk mengetahui batas keamanan dari kondisi penjualannya dan juga dapat
diketahui berapa yang harus diproduksi agar penjualan mendekati titik break
even point.
Sebagaimana dikemukakan oleh Bambang
Riyanto, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan (2004 : 299) mengemukakan bahwa margin of safety adalah merupakan angka
yang menunjukkan jarak antara penjualan yang direncanakan dengan penjualan
break even point.
Pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksudkan dengan margin of safety adalah batas jarak keamanan
dimana jumlah penjualan tidak melebihi tidak pula mengalami kerugian.
Pengertian batas break even point (impas)
adalah impas suatu keadaan dimana suatu usaha tidak menderita rugi atau untung.
Dengan kata lain suatu usaha dikatakan impas apabila jumlah penghasilan sama
dengan biaya atau apabila menutu biaya tetap saja.
Menurut Soehardi Sigit, (2001 : 1)
menyatakan bahwa analisis break even point adalah suatu cara atau untuk tehnik
yang digunakan oleh seseorang petugas/ manajer perusahaan untuk mengetahui besarnya
volume (jumlah) produksi dan volume penjualan pada beberapa perusahaan yang
bersangkutan sehingga tidak menderita kerugian dan tidak memperoleh laba.
Menurut
Mas’ud Machfoedz, (2000 : 125)
menyatakan bahwa break even point adalah suatu keadaan dimana jumlah penjualan
sama dengan jumlah biaya atau keadaan dimana perusahaan tidak memperoleh laba
atau tidak menderita kerugian, atau laba perusahaan sama dengan nol.
Kemudian Menurut Farid Djahidin, (2001 :
125) menyatakan bahwa suatu perusahaan dikatakan break even point apabila dalam
usahanya pada suatu periode adalah jumlah biaya dengan jumlah hasil
penjualannya adalah sama pula.
Keadaa ini berarti bahwa perusahaan tidak
mengalami kerugian dan tidak memperoleh laba. Kegiatan perusahaan nampaknya
tidak ada suatu hasil yang dicapai karena keuntungan yang diharapkan oleh pihak
perusahaan tidak ada dan tidak juga merugi.
Menurut Bambang Riyanto, (2004 : 291)
menyatakan bahwa analisis break even point adalah suatu tehnik analisa untuk
mempelajari hubungan biaya, keuntungan dan volume kegiatan.
Oleh karena analisa tersebut mempelajari
hubungan antara biaya, keuntungan volume kegiatan, maka analisa tersebut sering pula disebut cost profit analysis (C.P.Y. Analysis). Dalam perencaaan
keuntungan, analysis break even merupakan profit
Planning Approach yang berdasarkan pada hubungan antara biaya (cost) dan penghasilan penjualan (revenue)
Untuk melaksanakan titik impas atau
break even poit (BEP) tersebut dijelaskan beberapa anggapan (asumsi), sebagai
berikut :
1. Biaya dalam perusahaan dapat dibagi dalam golongan biaya
variabel dan golongan biaya tetap.
2. Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah-ubah
secara proposional dengan volume produksi/penjualan. Berarti bahwa biaya
variabel per unitnya berubah-ubah karena adanya perubahan volume kegiatan.
3. Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah
meskipun ada perubahan volume/penjualan. Berarti bahwa biaya tetap per unitnya
berubah-ubah karena adanya perubahan volume kegiatan.
4.
Harga jual per unit tidak berubah-ubah selama periode yang
dianalisis.
5.
Apabila perusahaan memproduksi lebih dari satu macam produk,
maka pertimbangan dalam menghasilkan penjualan antara masing-masing produk atau
“sales mixnya” adalah tetap konstan.
Analisis break even point sangat penting
bagi pimpinan perusahaan seperti dikemukakan Farid Djahidin, Analisa Laporan
Keuangan, (2001 : 154), sebagai berikut :
1.
Dasar atau landasan dalam merencanakan tingkat keuntungan
yang di peroleh (profit planning)
2.
Dasar untuk menentukan tingkat produksi yang menguntungkan
dalam arti bahwa pada tingkat produksi tertentu perusahaan akan memperoleh laba
di atas BEP dan mencegah tingkat produksi/ penjualan yang lebih rendah dari
titik BEP.
3.
Dasar untuk mengendalikan kegiatan operasi yang sedang
berjalan (control).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
analisis break even point adalah suatu alat analisis yang sangat bermanfaat dan
penting diketahui oleh manajer perusahaan, karena dengan demikian dapat
menunjukkan sebab-sebab keadaan yang menguntungkan dan merugikan.
Tujuan analsis
break even point ini penting untuk diketahui keuntungan ataupun atau kerugian
yang dialami perusahaan. Dalam hubugannya dengan penurunan omzet penjualan,
titik impas sebenarnya adalah merupakan lampu tanda bahaya bagi perusahaan.
Artinya pada penjualan sebesar titik impas perusahaan mengalami keuntungan. Dan
bilamana omzet penjualannya terus menerus menurun sehingga dibawah titik impas
maka perusahaan akan menderita kerugian. Selanjutnya bila pihak perusahaan
tidak menaikkan omzet pejualannya di atas titik impas untuk jangka waktu yang
lama, maka kemungkinan perusahaan akan mengalami kegagalan. Oleh karena itu,
perusahaan harus berusaha untuk mempertahankan agar omzet penjualan tetap
berada di atas titik impas.
F Pengertian
Laba
Konsep mengenai
laba dari hasil penjualan yang telah dikurangi dengan biaya dalam proses produksi,
sehingga selisihnya adalah merupakan keuntungan (laba), karena laba itu sebagai
hasil yang sudah dikurangi dengan seluruh komponen biaya yang digunakan dalam
proses produksi.
Dengan demikian, laba tersebut sebagai
nilai atau hasil yang diperoleh dari pertukaran ( penjualan ) atas barang dan
jasa yang dihasilkan, menurut Zaki Baridwan, (2000 : 215), menyatakan bahwa
keuntungan (laba) yang dihasilkan dengan penjualan barang dan jasa jumlahnya
dapat diukur dengan pembebanan yang dilakukan terhadap atas pembeli, klien atau
penyewa untuk barang-barang atau jasa-jasa yang diserahkan kepada mereka.
Dalam pendapatan (laba) juga termasuk
penjualan atau penukaran aktiva diluar barang-barang dagangan, bunga dan
deviden atau pembagian laba untuk penanaman dan penambahan lain daripada
kekayaan pemilik dalam usaha yang bersangkutan. Diluar penambahan dan
penyesuaian atau transaksi-transaksi lainnya dalam rangka kegiatan yang
merupakan tujuan dari usaha yang bersangkutan disebut dengan istilah laba
operasi.
Dari penjelasan di
atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, sebagai berikut :
1. Laba dapat terjadi setiap saat, dan dapat pula terjadi
dalam waktu tertentu atau secara berkala.
2. Pendapatan diperoleh melalui penjualan barang-barang
dagangan atau jasa diserahkan kepada pembeli dan dapat diperoleh karena
pertukaran aktiva, sebagai hasil dari penanaman-penanaman atau investasi
seperti bunga, deviden dan lain-lain.
3. Laba dalam pembebanannya kepada pembeli atau langganan,
harus diukur dengan satuan mata uang tertentu yang telah diperoleh.
4. Pendapatan mempunyai sifat menaikkan atau menambah nilai
kekayaan pembeli perusahaan. Namun perlu diketahui bahwa idak semuanya yang
menaikkan atau menambah nilai kekayaan pemilik itu, dapat dikatagorikan sebagai
pendapatan, seperti halnya dengan
penilaian aktiva tetap yang mengakibatkan naiknya atau meningkatnya nilai
kekayaan pemilik dengan jalan menimbulkan perkiraan baru yaitu perkiraan
penyesuaian modal.
G Hubungan Break Even
Point Dengan Perencanaan Laba
Dengan mengetahui titik pulang pokok
(break even point) dari suatu perusahaan, maka sangatlah besar artinya bagi
pimpinan, karena dapat memberikan gambaran yang bermanfaat untuk melaksanakan
beberapa kebijaksanaan perusahaan, utamanya di dalam merencanakan laba. Oleh
karena itu, keberhasilan suatu perusahaan pada umumnya ditandai dengan
kemampuan manajemen di dalam melihat kemungkinan-kemungkinan atau kesempatan
dimasa yang akan datang. Oleh sebab itu manajer harus mampu merencanakan masa
depan perusahannya. Adapun yang sering
diguanakan dalam menilai sukses tidaknya manajemen suatu perusahaan adalah laba
yang diperoleh dari kegiatannya. Sedangkan untuk semua laba, selalu dipengaruhi
oleh tiga faktor yaitu harga jual, biaya-biaya dalam proses produksi dan volume
produksi.
Ketiga faktor tersebut di atas, sangat
erat kaitannya di mana biaya perencanaan harga jual untuk mencapai tingkat laba
yang dikehendaki, harga jual untuk mempengaruhi volume produksi dan volume
produksi mempengaruhi biaya.
Melalui analisis break even dapat
diketahui hubungan antara volume produksi dan penjualan dengan jumlah biaya
serta keuntungan sehingga sering pula disebut cost profit, volume analysis.
Dalam merencanakan
laba analisis ini merupakan profit
planning approach, sebagaimana yang dikemukakan oleh Bambang Riyanto, (2004 : 91) analisa break even point mempunyai
hubungan antara biaya – keuntungan – dan volume kegiatan, maka analisa tersebut
sering disebut CPV Analysis.
Dalam merencanakan
keuntungan, analisa break even point
merupakan dasar profit planning approach yang berdasarkan hubungan antara biaya
(cost) dan penghasilan (revenue),
keuntungan yang diharapkan perusahaan tergantung dari cepatnya proses produksi
berjalan.
Merencanakan laba hubungan antara biaya,
volume dan laba, break even memegang peranan yang sangat penting terutama di
dalam pemilihan alternatif, tindakan dan perumusan kebijaksanaan untuk masa
yang akan datang. Dalam hal ini D. Hartanto, (2001 : 67) mengatakan bahwa
penyelidikan atas hubungan yang terdapat antara biaya, laba dan volume
penjualan sangat penting bagi manajemen untuk dapat membuat suatu rencana yang
baik. Berdasarkan penyelidikan ni akan mendapat gambaran mengenai suatu
klasifikasi biaya yang baik untuk tujuan manajerial planning dan strategi.
Baridwan, Zaki,
2000, Akuntansi Manajemen, Edisi
Ketujuah, Cetakan Kedua, Fakultas
Ekonomi, UGM, Yogyakarta .
Djahidin, Farid,
2001, Analisa Laporan Keuangan,
Edisi Kedua, Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Hartanto, D, 2002, Analisa
Laporan Keuangan, Edisi Pertama, Bagian Penerbit Fakultas Ekonomi, UGM,
Yogyakarta.
.........., 2000, Akuntansi
Untuk Usahawan, Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ,
Jakarta .
Horgren, Charles,
T, 1999, Cost Accounting,
A.Managerial Emphasis, Fourth
Edition, Prentice-Hall, of India Private
Limited, New Delhi .
Mas’ud, Machfieds,
2000, Analisa Keuangan Perusahaan,
Edisi Ketujuh, Ghalia Indonesia , Jakarta .
Mulyadi, 2000, Akuntansi Biaya, Penentuan Harga Pokok,
Edisi Kelima, Bagian Penerbit Fakultas Ekonomi, UGM, Yogyakarta .
Poliemeni, Ralphs,
1998, Cost Accounting, Second
Edition, McGaraw – Hill, Book Company, New
York .
Riyanto Bambang,
2004, Dasar-Dasar Pembelanjaan
Perusahaan, Edisi ke Dua. Yayasan
Badan Penerbit Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta .
R. Soemita, 1999, Pembemlanjaan
Perusahaan, Edisi Revisi. Jakarta
Ghalia Indonesia, .
Sigit, Soehardi, 2001,
Akuntansi Biaya, Edisi
Keempat, Cetakan Ke II, Bagian Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Gajah
Mada, Yogyakarta.
Winardi, 2000, Kapita Selecta, Alumni, Bandung
Ikatan Akuntansi Indonesia, 1997, Prinsip-Prinsip Akuntansi Indonesia, LPFE, Universitas Indonesia,
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar