Kegiatan usaha bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko yang berkaitan
erat dengan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan. Pesatnya
perkembangan lingkungan eksternal dan internal perbankan menyebabkan semakin
kompleksnya risiko kegiatan usaha perbankan. Oleh karena itu agar mampu
beradaptasi dalam lingkungan bisnis perbankan, bank dituntut untuk menerapkan
manajemen risiko sebagai standar bagi dunia perbankan untuk dapat beroperasi
secara lebih berhati-hati dalam ruang lingkup perkembangan kegiatan usaha dan
operasional perbankan yang sangat pesat dewasa ini.
Penerapan manajemen risiko dapat bervariasi antara satu
bank dangan bank yang lain sesuai dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan
kompleksitas usaha serta kemampuan bank dalam hal keuangan, infrastruktur
pendukung maupun sumber daya manusia. Bank Indonesia sebagai bank sirkulasi
telah menetapkan peraturan sebagai
standar minimal yang harus dipenuhi oleh perbankan Indonesia dalam menerapkan
manajemen risiko melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor: 5/8/PBI/2003 tanggal
19 Mei 2003, Peraturan Bank Indonesia Nomor: 5/12/PBI/2003 tanggal 17 Juli
2003, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 5/21/DPNP tanggal 29 September 2003,
dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 5/23/DPNP tanggal 29 September 2003.
Dengan peraturan-peraturan tersebut, bank diharapkan mampu melaksanakan seluruh
aktivitasnya secara terintegrasi dalam suatu sistem pengelolaan risiko yang
akurat dan komprehensif.
Kredit sebagai salah satu kegiatan utama bank untuk menyalurkan dana kepada
masyarakat yang membutuhkan masih mendapat perhatian utama baik oleh manajemen
bank maupun otoritas pengawasan karena pendapatan bunga dari kredit masih
menjadi komponen utama penghasilan bank. Modal dan earning bank sensitif terhadap risiko pasar karena adanya perubahan
tingkat harga di pasar, seperti perubahan-perubahan terhadap suku bunga, harga
saham (bagi bank publik), harga komoditi dan nilai tukar valuta asing di pasar.
Dalam konteks penyaluran dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit, bank
senantiasa dihadapkan pada suatu masalah bagaimana menyalurkan dana tersebut
kepada masyarakat yang memang membutuhkan dengan tingkat risiko yang seminimal
mungkin. Dengan kata lain, bagaimana memberikan kredit terhadap suatu objek
usaha agar dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik bagi bank itu sendiri
maupun bagi debitur (kredit sehat).
Namun demikian, pemberian kredit tidak selalu berjalan mulus dan
menguntungkan. Pemberian kredit juga dapat mengakibatkan kegagalan bayar (default) karena tidak tertagihnya
pengembalian kredit yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kinerja dan
sekaligus mengancam kelangsungan usaha bank. Risiko kegagalan bank dalam
pemberian kredit diawali timbulnya gejala kredit bermasalah dalam portofolio perkreditannya.
Terjadinya kredit bermasalah akan mengikis modal bank, mengurangi pendapatan
bank, menjadikan bank tidak solvent.
Oleh karena itu manajemen risiko menjadi salah satu fokus utama pada bank.
Dalam perkembangan berikutnya disadari bahwa risiko pasar dapat
membangkrutkan sebuah bank yang sudah mapan. Sebagai contoh, sebuah kredit
macet yang terjadi karena dalam proses penilaian awal sampai pencairannya tidak
mempertimbangkan risiko dari perubahan tingkat suku bunga dan nilai tukar.
Dalam praktek perbankan sehari-hari, istilah kredit bermasalah (problem loan) diartikan sebagai Non Performing Loan atau disingkat “NPL”
atau kredit yang tergolong tidak lancar pengembaliannya.
Bank merupakan institusi yang paling rentan terhadap kegagalan, tetapi
justru tidak boleh gagal. Kegagalan sebuah bank akan berdampak kepada sistem
perbankan dan bahkan sistem perekonomian (systemic
risk). Bank seharusnya mempertimbangkan risiko yang mampu dikelola sesuai
kemampuan sumberdaya di dalam bank itu sendiri. Bank yang baik hanya mengambil
risiko yang dapat diatasi atau dihindari hanya dengan menetapkan praktek tata
kelola yang sehat.
A. Pengertian
Risiko
Beberapa definisi mengenai risiko, tergantung jenis keperluan risiko
tersebut. Sebagai contoh, secara umum risiko didefinisikan sebagai
bentuk-bentuk peristiwa yang mempunyai pengaruh terhadap kemampuan seseorang
atau sebuah institusi untuk mencapai tujuannya. (Risk Management 2004 : 19)
Dengan definisi yang bersifat umum ini, manajemen bank biasanya tidak akan
merasakan perlunya kebutuhan atau urgensi untuk menerapkan sebuah sistem
manajemen risiko secara efektif. Dibutuhkan gambaran ukuran besar atau luas
dampak risiko tersebut terhadap pencapaian tujuan bank. Karena itu dibutuhkan
definisi lain yang akan menunjukkan betapa pentingnya manajemen risiko.
Lebih jelas dan berfokus dari definisi di atas, Bank Indonesia mendefinisikan
risiko sebagai ”potensi terjadinya suatu peristiwa (event) yang dapat menimbulkan kerugian bank.”
|
Semua definisi di atas, bertujuan agar bank memiliki sense akan adanya urgensi atau prioritas
tinggi untuk mengatasi atau mengelola risiko yang terjadi. Ketika bank mencoba
mengaplikasikan definisi ke dalam program manajemen risiko, maka semua kegiatan
atau usaha yang dilakukan akan melibatkan kegiatan yang membutuhkan perhatian
atau kewaspadaan penuh, pengetahuan yang terus dikembangkan, pengalaman yang
cukup memadai, dan kemampuan serta energi yang terus diperbesar.
Definisi Risiko lain diberikan oleh George J. Benston (2004 : 21), yang
mengemukakan bahwa risiko merupakan :
”The
probability that any event, or set of events, might occur, it usually denotes a
negative or undesired event-one that will cause a financial institution (hereafter
generally called a bank) to fail rather than to be very successful.” Secara implisit, definisi Benston
mengandung kemungkinan tercapainya suatu sukses atau keberhasilan namun peluang
gagalnya jauh lebih besar.
Ringkasnya, risiko bank
dapat didefinisikan sebagai kombinasi dari tingkat kemungkinan sebuah peristiwa
terjadi disertai konsekuensi (dampak) dari peristiwa tersebut pada bank. Setiap
kegiatan mengandung potensi sebuah peristiwa terjadi atau tidak terjadi, dengan
konsekuensi / dampak yang memberi peluang untuk untung (upside) atau mengancam sebuah kesuksesan (downside).
Definisi risiko secara
umum, (2007 : 19 ) adalah sama dengan ketidakpastian (uncertainty) akan terjadinya sesuatu kejadian yang dapat
menimbulkan masalah dan peluang bagi organisasi perusahaan, pemerintah,
danperorangan dalam kehidupan sehari-hari. Pada birokrasi, eksekutif,
industrialis, karyawan, investor, mahasiswa, rumah tangga, nelayan, dan petani
atau siapa saja selalu berhadapan denganberbagai jenis risiko. Suka atau
tidak suka, kita harus menjalaninya. Kadang-kadang risiko dianalisis dan
dikelola secara sadar, akan tetapi kadang-kadang pula diabaikan dan tidak
menyadari akibatnya.
B. Jenis-jenis
Risiko
Klasifikasi risiko yang
biasa diambil oleh sebuah bank sesuai klasifikasi yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia Nomor : 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003, tentang penerapan manajemen
risiko bagi bank umum yaitu:
1.
Risiko
Kredit
Risiko
kredit adalah eksposur yang timbul sebagai akibat kegagalan pihak lawan (counterparty) memenuhi kewajibannya. Risiko
kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas fungsional bank seperti
penyaluran pinjaman, kegiatan tresuri dan investasi, dan kegiatan jasa
pembiayaan perdagangan yang tercatat dalam buku bank.
2.
Risiko
Pasar
Risiko
pasar adalah eksposur yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (suku
bunga dan nilai tukar) dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang berbalik
arah dari yang diharapkan (adverse
movement), dapat menimbulkan kerugian bagi bank.
3.
Risiko
Likuiditas
Risiko
likuiditas adalah eksposur yang timbul antara lain karena bank tidak mampu
memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo.
4.
Risiko
Operasional
Risiko operasional adalah eksposur yang timbul antara
lain karena adanya ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal (process factors). Juga adanya kesalahan
atau kecurangan manusia (human factors),
kegagalan sistem (system factors)
dalam mencatat, membukukan dan melaporkan transaksi secara lengkap, benar dan
tepat waktu. Termasuk kegagalan dalam mematuhi ketentuan intern maupun regulasi
yang sedang dan akan berlaku, atau adanya problem eksternal (external factors) seperti perubahan
regulasi yang mempengaruhi operasional bank.
5. Risiko Hukum
Risiko hukum adalah eksposur yang timbul karena adanya
kelemahan aspek yuridis, antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum,
ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung, atau kelemahan perikatan
seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya suatu kontrak dan pengikatan agunan
yang tidak sempurna.
5.
Risiko
Reputasi
Risiko
reputasi adalah eksposur yang disebabkan adanya publikasi negatif yang terkait
dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank.
6.
Risiko
Strategik
Risiko
strategik adalah eksposur yang disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan
strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat
atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal.
7.
Risiko
Kepatuhan
Risiko kepatuhan adalah eksposur
yang disebabkan bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Pengelolaan risiko
kepatuhan dilakukan melalui penerapan sistem pengendalian intern secara
konsisten.
C. Pengelolaan Risiko Pasar yang Sehat
Berdasarkan Surat Edaran (SE) Bank Indonesia No. 5/21/DPNP Tanggal 29
September 2003, mengenai Penerapan Manajemen Risiko bagi bank umum tentang
proses penerapan kebijakan risiko pasar sebagai berikut:
a.
Definisi
Risiko Pasar
Risiko pasar adalah
eksposur yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (suku bunga dan
nilai tukar) dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang berbalik arah dari
yang diharapkan (adverse movement ),
dapat menimbulkan kerugian bagi bank.
b.
Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi (Risk Oversight)
1.
Dewan Komesaris dan Direksi wajib menilai dan memberikan
persetujuan atas penyusunan dan perubahan strategi,kebijakan dan prosedur yang
berkaitan dengan risiko pasar.
2.
Dewan Komesaris dan Direksi harus memastikan bahwa
struktur organisasi secara jelas menetapkan individu-individu, komite-komite,
dan satuan kerja dalam bank yang bertanggungjawab mengelola risiko pasar agar
terdapat pemisahan antara pengelolaan risiko pasar dan pelaksanaan kegiatan
usaha.
3.
Memastikan bahwa dalam strategi, kebijakan dan prosedur
yang berkaitan dengan risiko pasar, misalnya untuk mengelola risiko suku bunga
terdapat limit risiko suku bunga, standar dan sistem pengukuran risiko suku
bunga dan penilaian posisi dan pengukuran hasil eksposur risiko suku bunga,
sistem pelaporan dan pengendalian intern terhadap penerapan kebijakan risiko suku
bunga.
4.
Bank harus menggunakan sistem atau metode yang tepat dan
sesuai dengan luas dan kompleksitas usahanya.
5.
Dewan Komisaris dan Direksi wajib memantau pelaksanaan
kebijakan risiko pasar.
6.
Bank harus memiliki sistem pengendalian intern yang cukup
untuk mengelola risiko pasar.
7.
Memastikan bahwa telah tersedia sumberdaya manusia yang
memahami filosofi pengambilan risiko (Risk-taking)
yang terdapat pada transaksi di pasar, faktor-faktor yang mempengaruhi
risiko, khususnya risiko nilai tukar, dan risiko lainnya yang timbul sebagai
akibat pelaksanaan transaksi di pasar.
8.
Untuk dapat melakukan tugas ini dengan baik Dewan
Komisaris dan Direksi wajib memiliki pemahaman yang memadai mengenai jenis dan
tingkat eksposur risiko pasar, dan mampu melihat risiko ini dalam kaitannya
dengan keseluruhan usaha bank.
c.
Kebijakan,
Prosedur dan Penetapan Limit ( Risk
Management Codification ).
Dalam hal ini bank harus memiliki kebijakan dan prosedur yang komprehensif
dan tertulis untuk mengelola risiko pasar. Dalam kebijakan dan prosedur ini,
bank harus memastikan bahwa dalam menentukan suku bunga, telah menerapkan
prinsip kehati-hatian.
d.
Proses
Identifikasi dan Pengukuran Risiko Pasar secara Efektif (Risk Measurement)
Sebagaimana telah disinggung di atas ada tiga bentuk risiko pasar yang
perlu diidentifikasi dan dinilai,yaitu :
1.
Risiko perubahan suku bunga, yaitu eksposur karena
perubahan suku bunga, lebih khusus yaitu risiko menurunnya keuntungan atau
meningkatnya kerugian karena perubahan suku bunga pada saat bank memiliki financial assets dan financial liabilities yang berbeda
tingkat suku bunga dan jangka waktunya.
2.
Risiko fluktuasi harga, yaitu risiko menurunnya harga financial assets karena perubahan harga assets tersebut ( misalnya sekuritas ).
3.
Risiko valuta asing,yaitu risiko rugi karena bank
memiliki posisi net-assets atau net-liability dalam valuta asing karena
tidak sesuai dengan nilai yang diharapkan.
e.
Pengendalian
Risiko Pasar (Risk Controlling)
a.
Pengendalian
risiko bunga
Untuk
posisi yang dikelola hingga jatuh tempo,bank harus menempatkan tanggungjawab
yang meliputi :
1.
Rekonsiliasi posisi yang dikelola dan dicatat dalam
system informasi manajemen.
2.
Pengendalian terhadap akurasi laba/rugi dan kepatuhan
kepada ketentuan dan standar akunting yang berlaku, terutama pengakuan diskon,
pembukuan premium, dan pengakuan secara akrual dari kupon.
3.
Pengklasifikasian dan pembentukan provisi yang tepat
sesuia ketentuan yang berlaku.
Untuk surat berharga dan obligasi yang terdaftar atau
diperdagangkan di pasar modal, bank harus menerapkan proses pengendalian intern
yang bertujuan untuk memantau selisih hasil bunga kredit (spread) dari surat
berharga dan obligasi tersebut dengan membandingkan hasil ( yield ) dari posisi
portofolio dengan obligasi pemerintah.
Apabila kemungkinan terjadi kegagalan memelihara eksposur
risiko suku bunga teridentifikasi secara jelas karena kecenderungannya
meningkat, bank sekurangnya harus menghentikan pengakuan diskon dan menerapkan
pemantauan secara lebih ketat terhadap surat berharga dan obligasi yang ada
sambil melakukan mitigasi risiko yang mungkin dilakukan untuk mengurangi
kerugian.
b.
Pengendalian
risiko nilai tukar
Pengendalian risiko nilai tukar yang tepat harus dibangun
dalam rangka memenuhi batasan dan persyaratan yang diatur dalam ketentuan yang
berlaku.
Contoh pengendalian nilai tukar harus bertujuan untuk :
a.
Melindungi keuntungan dalam denominasi FX ( foreign exchange ) dan atau mencegah
biaya dan kerugian dalam denominasi FX terhadap pergerakan yang berlawanan dari
FX currency rate.
b.
Mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dan pemilihan
srategi lindung nilai yang tepat terhadap penyediaan dana dan transaksi yang
mencakup eksposur risiko kredit dalam FX currencys.
Memproritaskan pembentukan provisi dalam FX currencys
yang ekuivalen dalam jumlah mata
uang domestik.
D. Pengertian
Bank
Menurut
Kasmir (1999 : 23 ) , bank adalah suatu lembaga keuangan yang kegiatan utamanya
adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut
kepada masyarakat serta memberikan jasa lainnya.
Bank menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan mennyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.
Sedangkan menurut Hasibun, manajemen perbankan (1997:10),
bank adalah lembaga keuangan, pencipta uang, pengumpul dana, dan memberi
kredit, pempermudah pembayaran dan penagihan, stabilisator, moneter dan
dinamisator pertumbuhan ekonomi.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa bank
merupakan lembaga keuangan yang kegiatannya adalah :
1.
Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan,
dalam hal bank sebagai tempat menyimpan uang atau berinvestasi bagi masyarakat.
2.
Menyalurkan dana ke masyarakat, dalam hal ini bank
memberikan pinjaman (kredit) kepada masyarakat.
3.
Memberikan jasa-jasa bank lainnya seperti pengiriman uang
(transfer), kliring, inkaso, dan lainnya.
E. Jenis-jenis
Bank
Dalam praktik perbankan di indonesia saat ini terdapat
beberapa jenis perbankan yang diatur dalam Undang-Undang perbankan . adapun
jenis perbankan menurut Kasmir ( 1999 : 32 ), dapat ditinjau dari berbagai segi
antara lain :
1.
Dilihat dari Segi Fungsi
Menurut Undang-undang pokok perbankan Nomor 10 Tahun
1998, maka jenis perbankan berdasarkan fungsinya terdiri dari :
a.
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
b.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syariah, dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2.
Dilihat dari segi kepemilikannya
Jenis bank dilihat dari segi kepemilikannya adalah :
a.
Bank milik pemerintah yaitu bank yang akte pendirian
maupun modal bank ini sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh
keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula.
b.
Bank milik swasta nasional yaitu bank yang seluruh atau
sebagian besar sahamnya dimiliki oleh swasta nasional.
c.
Bank milik koperasi yaitu bank yang kepemilikan
saham-sahamnya dimiliki oleh perusahaan yang berbadan koperasi.
d.
Bank milik asing yaitu bank yang kepemilikannya 100% oleh
pihak asing (luar negeri) di indonesia.
e.
Bank milik campuran yaitu bank yang sahamnya dimiliki
oleh dua belah pihak yaitu dalam negeri dan luar negeri.
3.
Dilihat dari segi status
Dilihat dari segi kemampuannya melayani masyarakat, maka
bank umum dibagi ke dalam 2 macam,yaitu :
a.
Bank devisa yaitu bank yang dapat melaksanakan transaksi
ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan.
b.
Bank non-devisa yaitu bank yang belum mempunyai izin
untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat
melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa.
4.
Dilihat dari segi cara menentukan harga
Dalam hal menentukan harga, baik harga jual maupun harga
beli saat ini bank terbagi dalam 2 kelompok besar,yaitu:
a.
Bank berdasarkan prinsip konvensional
Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para
nasabah, bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan 2 metode yaitu:
1.
Menetapkan bunga sebagai harga untuk produk simpanan
maupun harga untuk produk pinjaman juga ditentukan dengan tingkat suku bunga
tertentu.
2.
Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak perbankan konvensional
menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau presentase
tertentu.
b.
Bank yang berdasarkan prinsip syariah
Merupakan aturan perjanjian berdasarkan hukum islam
antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau
kegiatan perbankan lainnya.
F.
Pengertian Kredit
Dalam artian luas kredit diartikan
sebagai kepercayaan. Begitu pula dalam bahasa latin kredit berarti “credere” artinya percaya. Maksud dari
percaya bagi si pemberi kredit adalah, ia percaya kepada si penerima kredit
bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian.
Sedangkan bagi si penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan sehingga
mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu.
Menurut Undang-Undang Perbankan
Nomor 10 tahun 1998 kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Menurut Undang-Undang RI Nomor 7
Tahun 1992 tentang perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan
atau pembagian hasil keuntungan.
Salah satu faktor yang penting dalam
pemberian kredit adalah kepercayaan. Sebagai upaya bank untuk memperoleh
kepercayaan tersebut haruslah sampai pada suatu keyakinan sejauh mana konsep
penilaian kredit dapat terpenuhi dengan baik.
Penilaian atau analisis kredit
merupakan kegiatan untuk menilai calon debitur. Penilaian kredit sangat mempengaruhi
kualitas portofolio kredit bank. Analisis kredit yang kurang akurat pada
gilirannya akan dapat menyebabkan terjadinya kredit bermasalah.
Untuk melaksanakan perkreditan dalam praktek yang sehat dan dalam menilai
risiko kredit dikenal prinsip 5C
yaitu :
1.
Character (kepribadian)
Penilaian
kepribadian mencoba untuk memperkirakan kemungkinan bahwa debitur mau memenuhi kewajibannya. Faktor
ini sangat penting oleh karena setiap transaksi kredit merupakan suatu janji
untuk membayar. Hal ini merupakan keyakinan dari pihak bank bahwa si peminjam
mempunyai moral, watak, rasa tanggung jawab baik dalam kehidupan pribadi,
kehidupannya sebagai anggota masyarakat ataupun dalam menjalankan usahanya.
Untuk itu bank harus mendapatkan informasi riwayat hidup calon debitur, hobi,
keadaan keluarga, konfirmasi perilaku bisnis dan kehidupan sehari-hari kepada
pihak ketiga dan juga konfirmasi kepada bank lain. Hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui kemauan debitur untuk mengembalikan pinjaman. Manfaat penilaian
karakter untuk mengetahui sejauh mana kejujuran, integritas serta kemauan untuk
memenuhi kewajiban-kewajiban calon debitur.
2. Capacity
(kemampuan)
Merupakan suatu penilaian subyektif tentang kemampuan
calon debitur untuk membayar kembali pinjaman. Kemampuan ini diukur dengan
catatan prestasi bisnis debitur di masa lampau, yang didukung dengan pengamatan
di lapangan dari bidang kegiatan usahanya atau kemampuan melunasi
kewajiban-kewajibannya dan kegiatan usaha yang akan dilakukannya yang dibiayai
dengan kredit dari bank. Maksud dari penilaian terhadap kemampuan ini untuk
menilai sampai seberapa jauh hasil usaha yang akan diperoleh calon debitur
tersebut akan mampu melunasi kreditnya dengan tepat waktu. Penilaian terhadap
prinsip ini berdasarkan pendekatan terhadap pengalaman bisnis, pendidikan serta
kekuatan perusahaan calon debitur.
3. Capital
(modal)
Modal diukur dengan posisi keuangan perusahaan secara
umum yang disimpulkan dari analisis laporan keuangan, dengan penekanan khusus
pada nilai modal perusahaan yang berwujud. Capital
yaitu modal sendiri yang dimiliki calon debitur. Dalam kegiatan bisnis,
biasanya semakin kaya seseorang ia semakin dipercaya untuk memperoleh kredit.
Hal ini cukup rasional, karena seorang calon debitur yang telah menanamkan
dananya dalam proporsi yang besar dibandingkan dengan kredit yang diperolehnya
tentu akan menjalankan usahanya dengan penuh kesungguhan. Kemampuan modal
sendiri merupakan fundamen yang kuat agar tidak mudah terkena goncangan dari
luar, misalnya dalam situasi suku bunga tinggi, maka sebaliknya komposisi modal
sendiri ini harus semakin besar. Maka dari itu calon debitur yang mempunyai
modal sendiri dalam jumlah yang besar akan lebih dipercaya bank untuk
memperoleh kredit.
4. Collateral
(jaminan)
Jaminan diberikan oleh pelanggan dalam bentuk aktiva
sebagai jaminan keamanan atas kredit yang diberikan dan sebagai alat pengaman
apabila usaha yang dibiayai dengan kredit itu gagal atau sebab lain dimana
debitur tidak dapat melunasi kreditnya dari hasil usahanya. Nilai jaminan
diharapkan dapat menutup kredit jika debitur tidak mampu membayar kembali
hutang pokok dan bunga yang tertunggak.
5. Condition of economy (kondisi
perekonomian)
Kondisi
yang berhubungan dengan dampak kecenderungan ekonomi secara umum terhadap
perusahaan atau perkembangan khusus di sektor ekonomi tertentu yang mungkin
berpengaruh terhadap kemampuan pelanggan untuk memenuhi kewajibannya. Kondisi
ekonomi yang dimaksud yaitu situasi ekonomi, sosial, politik, budaya dan
lain-lain yang mempengaruhi kelancaran usaha debitur. Tujuan penilaian ini
untuk mengetahui sejauh mana kondisi-kondisi yang mempengaruhi perekonomian
suatu negara akan memberikan dampak yang bersifat positif maupun dampak yang
bersifat negatif terhadap perusahaan yang memperoleh kredit.
G. Jenis-jenis
Kredit
Menurut Kasmir ( 1999 : 99 ) , ada beberapa jenis kredit
dibedakan berdasarkan sudut pendekatan yang kita lakukan, yaitu:
a.
Berdasarkan tujuan / kegunaannya
1.
Kredit Konsumtif yaitu kredit yang dipergunakan untuk
kebetuhan sendiri bersama keluarganya, seperti kredit rumah atau mobil yang
akan digunakan sendiri bersama keluarganya.Kredit ini tidak produktif.
2.
Kredit Modal Kerja (Kredit Perdagangan) ialah kredit yang
akan dipergunakan untuk menambah modal usaha debitur.Kredit ini produktif.
3.
Kredit Investasi ialah kredit yang dipergunakan untuk
investasi produktif, tetapi baru akan menghasilkan dalam jangka waktu yang
relatif lama. Biasanya kredit ini diberikan grace period, misalnya kredit untuk
perkebunan kelapa sawit, dan lain-lain.
b.
Berdasarkan jangka waktu
1.
Kredit jangka pendek yaitu kredit yang jangka waktunya
paling lama satu tahun saja.
2.
Kredit jangka menengah yaitu kredit yang jangka waktunya
antara satu sampai tiga tahun.
3.
kredit jangka panjang yaitu kredit yang jangka waktunya
lebih dari tiga tahun.
H. Kredit
Modal Kerja yang Produktif
Kredit Modal Kerja adalah kredit yang akan dipergunakan
untuk menambah modal usaha debitur. Kredit ini produktif karena digunakan untuk
keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Sebagai contoh kredit
modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau
biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan
I.
Pengertian Bunga Kredit
Bunga kredit (pinjaman) adalah bunga yang diberikan
kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada
bank. ( Kasmir, 1999 : 121 )
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya
penetapan suku bunga kredit adalah sebagai berikut :
1.
Kebutuhan dana
Apabila bank kekurangan dana, sementara permohonan
pinjaman meningkat, maka yang dilakukan bank
agar dana tersebut cepat terpenuhi dengan meningkatkan suku bunga
simpanan. Peningkatan suku bunga simpanan secara otomatis akan pula
meningkatkan bunga pinjaman.
2.
Persaingan
Dalam memperebutkan dana simpanan, maka disamping faktor
promosi, yang paling utama pihak perbankan harus memperhatikan pesaing.
3.
Kebijaksanaan pemerintah
Bunga pinjaman tidak boleh melebihi bunga yang sudah
ditetapkan oleh pemerintah.
4.
Target laba yang diinginkan
Sesuai dengan target laba yang diinginkan, jika laba yang
diinginkan besar maka bunga pinjaman ikut besar dan sebaliknya.
5.
Jangka waktu
Semakin panjang jangka waktu pinjaman, maka akan semakin
tinggi bunganya. Hal ini disebabkan besarnya kemungkinan resiko dimasa
mendatang. Demikian sebaliknya jika pinjaman berjangka pendek, maka bunganya
relatif lebih rendah.
6.
Kualitas jaminan
Semakin likuid jaminan yang diberikan, maka semakin
rendah bunga kredit yang dibebankan dan sebaliknya.
7.
Reputasi perusahaan
Bonafiditas suatu perusahaan yang akan memperoleh kredit
sangat menentukan tingkat suku bunga yang akan dibebankan nantinya, karena
biasanya perusahaan yang bonafid kemungkinan resiko kredit macet dimasa
mendatang relatif kecil dan sebaliknya.
8.
Produk yang kompetitif
Produk yang kompetitif adalah produk yang dibiaya dan
laku dipasaran.untuk produk yang kompetitif, bunga kredit yang diberikan
relatif rendah jika dibandingkan dengan produk yang kurang kompetitif.
9.
Hubungan baik
Bank menggolongkan nasabahnya antara nasabah utama
(primer) dan nasabah biasa (sekunder).penggologan ini didasarkan kepada
keaktifan serta loyalitas nasabah yang bersangkutan terhadap bank.nasabah utama
biasanya mempunyai hubungan baik dengan bank,sehingga dalam penentuan suku
bunganyapun berbeda dengan nasabah biasa.
10.
Jaminan pihak ketiga
Dalam hal ini pihak yang memberikan jaminan kepada
penerima kredit. Biasanya jika pihak yang memberikan jaminan bonafiditas baik
dari segi kemampuan membayar, nama baik maupun loyalitasnya terhadap bank, maka
bunga yang dibebanpun juga berbeda. Demikian pulua sebaliknya jika penjamin
pihak ketiganya kurang bonafid atau tidak dapat dipercaya, maka mungkin tidak
dapat digunakan sebagai jaminan pihak ketiga oleh pihak perbankan.
Khusus untuk menentukan besar kecilnya suku bunga kredit
yang akan diberikan kepada para debitur terdapat beberapa komponen yang
mempengaruhinya. Adapun komponen dalam menentukan suku bunga kredit antara lain
:
1.
Total
biaya dana (cost of fund)
Merupakan total bunga yang dikeluarkan oleh bank untuk
memperoleh dana simpanan maupun dalam bentuk giro,tabungan maupun deposito.
2.
Biaya
operasi
Dalam melakukan setiap kegiatan bank membutuhkan berbagai
sarana dan prasarana baik berupa manusia maupun alat. Penggunaan sarana dan
prasarana memerlukan sejumlah biaya yang harus ditanggung bank sebagai biaya
operasi. Biaya ini terdiri dari biaya gaji, biaya administasi, biaya
pemeliharaan dan biaya lainnya.
3.
Cadangan
risiko kredit macet
Merupakan cadangan terhadap macetnya kredit yang akan
diberikan, hal ini disebabkan setiap kredit yang diberikan pasti mengandung risiko
tidak terbayar. Risiko ini dapat timbul baik disengaja maupun tidak disengaja.
Oleh karena itu pihak bank perlu mencadangkannya sebagai sikap bersiaga
menghadapinya dengan cara membebankannya sejumlah prosentase tertentu terhadap
kredit yang disalurkan.
4.
Laba
yang diinginkan
Setiap kali melakukan transaksi oleh bank selalu ingin
memperoleh laba yang maksimal. Penentuan ini ditentukan beberapa pertimbangan
penting, mengingat penentuan besarnya laba sangat mempengaruhi besarnya bunga
kredit.
5.
Pajak
Pajak merupakan kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah
kepada bank yang memberikan fasilitas kredit kepada nasabahnya.
J.
Pengertian
Kredit Bermasalah
Kredit bermasalah adalah semua kredit yang memiliki risiko tinggi karena
debitur telah gagal atau menghadapi masalah dalam memenuhi kewajiban yang telah
ditentukan. Kredit bermasalah dapat diartikan sebagai suatu keadaan kredit
dimana debitur sudah tidak sanggup membayar sebagian atau keseluruhan
kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan atau telah ada suatu
indikasi potensial bahwa sebagian maupun keseluruhan kewajibannya tidak akan
mampu dilunasi debitur.
Dendawijaya (2000 : 11 ), kredit bermasalah terutama disebabkan oleh
kegagalan pihak debitur memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran (cicilan)
pokok kredit beserta bunga yang telah disepakati kedua belah pihak dalam
perjanjian kredit. Dari
pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Terjadi kegagalan pemenuhan perjanjian pembayaran
angsuran kredit.
2.
Terjadi penundaan pembayaran tanpa alasan jelas.
3.
Terdapat kemungkinan kerugian yang melebihi batas
toleransi kreditur/bank.
4.
Diperlukan tindakan hukum untuk memperoleh kembali
tagihan kredit.
Indikasi terjadinya potensi kredit bermasalah adalah sebagai berikut:
1.
Terjadinya keterlambatan pembayaran bunga dan atau pokok
kredit.
2.
Tidak
melunasi sama sekali.
3.
Diperlukan negosiasi kembali atas syarat pembayaran
kredit dan bunga yang tercantum dalam perjanjian kredit.
Setiap kredit yang diberikan bank kepada debiturnya mengandung risiko
kegagalan. Oleh karena itu untuk pemantauannya setiap bank memerlukan alat ukur
kelancaran/kesehatan kredit untuk memperkecil risiko kemacetan dan secara dini
melakukan tindakan yang tepat dalam upaya mencegah memburuknya permasalahn
suatu pinjaman yang mengarah kepada kerugian bank. Alat ukur yang saat ini
dipergunakan yaitu kolektibilitas kredit.
Kolektibilitas adalah gambaran dari keadaan pembayaran utang pokok serta
angsuran dan bunga pinjaman serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana
yang ditanamkan dalam surat berharga atau penanaman lainnya. Kolektibilitas
menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/2/PBI/2005 Tanggal 20 Januari
2005, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Kolektibilitas ketepatan pembayaran pokok dan
bunga
Kolektibilitas
|
Ketepatan Pembayaran pokok dan bunga
|
Lancar
|
Pembayaran
tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan serta sesuai
dengan persyaratan kredit.
|
Dalam
perhatian khusus
|
Terdapat
tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga sampai 90 hari.
|
Kurang
lancar
|
Terdapat
tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 90 hari sampai
dengan 120 hari.
|
Diragukan
|
Terdapat
tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 120 hari
sampai dengan 180 hari.
|
Macet
|
Terdapat tunggakan
pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 180 hari.
|
Sumber:
Peraturan Bank Indonesia (PBI)
No. 7/2/PBI/2005 Tanggal 20
Januari 2005
Tiga
kelompok terakhir yaitu Kurang Lancar, Diragukan dan Macet sesuai ketentuan
Bank Indonesia
digolongkan sebagai kredit bermasalah atau NPL yang ditunjukkan dengan
perbandingan dari jumlah seluruh kredit dengan formula :
(Umar,
2001 : 161)
DAFTAR PUSTAKA
Bank
Indonesia, Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, Surat Edaran. No. 5/21/DPNP,
Jakarta, 29 September 2003
Bank
Indonesia, PBI No. 7/2/2005, Jakarta, 20 Januari 2005
Dendawijaya,
Lukman, 2000, Manajemen Perbankan, Ghalia Indonesia, Jakarta
Kasmir, 1999, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya
(Edisi Keempat), Rajawali Pers
L. Toruan,
Rayendra, 2007 Manajemen Risiko, Gramedia, Jakarta
Palureng, Rosnaeni, 2005, Analisis Pengaruh Faktor Internal Terhadap
Kredit Bermasalah Pada PT Bank BNI (Persero), Tbk Kantor Wilayah 07 Makassar,
Program Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar
Pratista,
Arif, 2003, Aplikasi SPSS 10,05 dalam
Statistik dan Rancangan Percobaan, Alfabeta, Bandung
Siswanto,
Sutojo, 1997, Menanggapi Kredit Bermasalah, PT Pustaka Binaman Pressindo,
Jakarta
Sugiyono,
2004, Statistika Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung
Tampubolon,
Robert, 2004, Manajemen Risiko Pendekatan Kualitatif untuk Bank Komersial,
Elex Media Komputindo, Jakarta
Umar,
Husain, 2001, Research in Finance and Banking, Gramedia, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar