Kegiatan usaha bank
senantiasa dihadapkan pada Risiko-risiko yang berkaitan erat dengan fungsinya
sebagai lembaga intermediasi keuangan. Pesatnya perkembangan lingkungan
eksternal dan internal perbankan juga menyebabkan semakin kompleksnya Risiko kegiatan
usaha perbankan. Oleh karena itu, agar mampu beradaptasi dalam lingkungan
bisnis perbankan, bank dituntut untuk menerapkan manajemen risiko. Dalam kaitan
ini, prinsip-prinsip manajemen Risiko yang akan dianut dan diterapkan pada
perbankan Indonesia
diarahkan sejalan dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh bank. Prinsip-prinsip
tersebut pada dasarnya merupakan standar bagi dunia perbankan untuk dapat
beroperasi secara lebih berhati-hati dalam ruang lingkup perkembangan kegiatan
usaha dan operasional perbankan yang sangat pesat dewasa ini, prinsip-prinsip
yang dimaksud tersebut adalah prinsip “5C” yang terdiri dari character
(karakter), capacity (kemampuan), capital (modal), collateral (agunan), dan
condition of economic (kondisi perekonomian).
Pentingnya peranan Bank
dalam perekonomian, relative kecilnya modal, dan ketergantungan penuh kepada
kemampuan manajemen dalam mengelola Bank, telah mengerakkan para Gubernur Bank
Central dari sepuluh Negara maju yang tergabung dalam komite yang dikenal
dengan nama The Basle Committee on
Banking Supervision (pertemuan dilakukan di kantor Bank for international
Settlements), untuk mengeluarkan ketentuan mengenai manajemen Risiko yang
dikenal dengan Basle Accord.
Penerapan manajemen Risiko
dapat bervariasi antara satu bank dengan bank yang lain sesuai dengan tujuan,
kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan bank dalam hal
keuangan, infrastruktur pendukung maupun sumberdaya manusia. Bank Indonesia
sebagai bank sirkulasi telah menetapkan peraturan sebagai standar minimal yang
harus dipenuhi oleh perbankan Indonesia dalam menerapkan manajemen Risiko melalui
peraturan Bank Indonesia Nomor: 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003, peraturan Bank
Indonesia Nomor: 5/12/PBI/2003 tanggal 17 juli 2003, surat edaran Bank
Indonesia Nomor:5/21/DPNP tanggal 29 september 2003, dan surat edaran Bank
Indonesia Nomor:5/23/DPNP tanggal 29 september 2003. dengan peraturan-peraturan
tersebut, bank diharapkan mampu melaksanakan seluruh aktivitasnya secara
terintegrasi dalam suatu system pengelolaan Risiko yang akurat dan
komprehensif.
Kredit sebagai salah satu
kegiatan utama bank untuk menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan masih
mendapat perhatian utama baik oleh manajemen bank maupun otoritas pengawasan
karena pendapatan bunga dari kredit masih menjadi komponen utama penghasilan
bank.
Dalam konteks penyaluran
dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit, bank senantiasa dihadapkan pada
suatu masalah bagaimana menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang memang
membutuhkan dengan tingkat Risiko yang seminimal mungkin. Dengan kata lain,
bagaimana memberikan kredit terahadap suatu objek usaha agar dapat menghasilkan
kinerja yang lebih baik bagi bank itu sendiri maupun bagi debitur (kredit sehat).
Namun
demikian, pemberian kredit tidak selalu berjalan mulus dan menguntungkan.
Pemberian kredit juga dapat mengakibatkan kegagalan bayar (default) karena
tidak tertagihnya pengembalian kredit yang pada giliranya dapat mempengaruhi
kinerja dan sekaligus mengancam kelangsungan usaha bank. Risiko kegagalan bank
dalam pemberian kredit diawali timbulnya gejala kredit bermasalah dalam
portofolio perkreditanya. Terjadinya kredit bermasalah akan mengikis modal bank
dan mengurangi pendapatan bank. Oleh karena itu manajemen risiko kredit menjadi
fokus utama pada bank, langkah yang diambil oleh pihak perbankan dalam
melakukan manajemenisasi terhadap kredit yang disalurkannya kepada nasabah
dilakukan dengan menggunakan menggunakan prinsip-prinsip pemberian kredit yaitu
prinsip 5C, 5P, dan juga 3R. Dengan
menggunakan ketiga prinsip tersebut maka kerugian (risiko) yang diakibatkan
dari suatu penyaluran kredit yang dilakukan dapat diminimalisir.
A.
Pengertian dan Jenis Bank.
Perbankan dalam
melaksanakan kegiatannya membutuhkan regalitas (pengakuan) dalam pemerintah
dalam menjalankan kegiatan bisnisnya yang sejalan dengan hal tersebut maka
berdasarkan Undang - Undang No.10 tahun 1998 tentang perubahan atas
Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan dalam Adinugroho, dalam bukunya
Perbankan (1999:10), yang dimaksud dengan Bank adalah Badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat
dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.
Selanjutnya menurut Kasmir
dalam bukunya Bank dan Lembaga keuangan Lainnya (2005:2), Bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang
usahanya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut
ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa Bank lainnya. Kemudian, Hasibuan dalam
bukunya Dasar - daasar Perbankan (2002:2), mengemukakan bahwa bank adalah
lembaga keuangan berarti bank adalah badan usaha yang kekayaannya terutama
dalam bentuk asset keuangan (Financial
Assets) serta bermotifkan profit dan juga sosial, jadi bukan hanya untuk
mencari keuntungan saja.
Selanjutnya menurut Taswan
dalam bukunya Manajemen Perbankan (2006:6), pengertian bank adalah suatu
lembaga yang berperan sebagai lembaga perantara keuangan (Financial Intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan
dana (Surplus Spending Unit) dengan
mereka yang membutuhkan dana (Deficit
Spending Unit), serta berfungsi untuk memperlancar lalu lintas pembayaran
giral.
Berdasarkan beberapa
pengertian di atas, dapat diketahui bahwa bank adalah lembaga keuangan yang
pada pokoknya memiliki tugas-tugas dalam lalu lintas pembayaran. Tugas-tugas
tersebut dalam khasana perbankan diatur dengan Undang-Undang.
Tugas, usaha dan kewajiban setiap bank umumnya tidak berbeda, terutama
dalam menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat (kecuali Bank
Indonesia), akan tetapi maksud dan tujuan didirikannya tiap-tiap bank berbeda
maka terdapat perbedaan pula dalam bentuk dan penampilannya. Perbedaan itu
merupakan ciri khas yang melekat pada setiap bank yang selanjutnya dapat
melahirkan macam dan jenis bank.
Bank mempunyai peran yang penting bagi aktivitas perekonomian. Peran
strategis bank itu sebagai bahan yang mampu menghimpun dan menyalurkan dana
masyarakat secara efektif dan efesien ke arah peningkatan taraf hidup rakyat. Berhubungan
dengan peranan bank, Susilo, dkk dalam
bukunya bank dan lembaga keuangan lainnya (2000:7), menyatakan bahwa bank
merupakan lembaga perantara keuangan (Financial
Intermediary) sebagai prasarana pendukung yang amat vital untuk menunjang
kelancaran perekonomian. Bank pada dasarnya mempunyai fungsi mentransfer
dana-dana (Loanable Funds) dari
penabung atau unit Surplus (Lenders)
kepada peminjaman (Borrowers) atau
unit defisit. Dana-dana tersebut dialokasikan dengan negosiasi antar pemilik
dengan pemakai dana di pasar uang dan pasar modal.
Bank menempati posisi yang strategis dalam bidang keuangan, karena bank memiliki
kewenangan yang cukup luas dalam mengelola keuangan. Pengelolaan keuangan yang
dilakukan bank tidak terbatas pada pengumpulan dan menyalurkan dana dari dan
kepada masyrakat, tetapi juga berwenang menciptakan uang.
Pembagian macam dan jenis
bank menurut Undang-undang nomor 7 tahun 1992 terdiri dari :
1.
Bank
Umum
2.
Bank
Perkreditan Rakyat
Bank umum mengkhususkan
diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih
besar kepada kegiatan tertentu. Bank umum adalah bank yang dapat memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan bank perkreditan rakyat adalah
bank yang menerima simpanan dalam bentuk deposito berjangka, dan/atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Perbankan Indonesia
melakukan usahanya berazazkan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip
kehati-hatian. Seperti disebutkan dalam Undang-Undang No.7 tahun 1992 dan
Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 tentang
perbankan tersebut, fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun
dan penyalur dana masyarakat.
Perbankan Indonesia
bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan
pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan
kesejahteraan rakyat.
B.
Pengertian dan Fungsi Kredit
Perkataan kredit
sesungguhnya berasal dari bahasa latin “Credere”
yang artinya kepercayaan atau “Credo” yang
berarti saya percaya. Kombinas dari dua kata yaitu “Cred” atau ”Do” yang
berarti kepercayaan. Maka makna lain dari kata kredit adalah mengandung
pengertian adanya suatu kepercayaan dari kata seseorang atau badan yang
diberinya, dengan ikatan perjanjian harus memenuhi segala kewajiban yang
diperjanjikan untuk dipenuhi pada waktunya (masa yang akan datang).
Pengertian Kredit Menurut
Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang No.7 Tahun 1992
tentang perbankan dalam Adinugroho dalam bukunya Perbankan (1999:10), memberikan defenisi tentang kredit yaitu :
“kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan dan kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan
pihak lain”.
Menurut Hasibuan dalam
bukunya Dasar - dasar Perbankan (2002:87), mengemukakan bahwa kredit adalah
semua jenis pinjaman uang/barang yang wajib dibayar kembali bersama bunganya
oleh peminjam sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
Menurut Rachmat Firdaus
dan Maya Ariyanti (2004 : 2) dalam Mac leod, dalam bukunya manajemen
perkreditan bank umum, kredit adalah suatu reputasi yang dimiliki seseorang,
yang memungkinkan ia bisa memperoleh uang, barang-barang atau buruh/tenaga
kerja, dengan jalan menukarkannya dengan suatu janji untuk membayarnya di suatu
waktu yang akan datang.
Sedangkan menurut
Veithzal, dkk (2006 : 4), mengemukakan bahwa kredit adalah penyerahan barang,
jasa, atau uang dari satu pihak (Kreditur/Pemberi Pinjaman) atas dasar
kepercayaan kepada pihak lain (Nasabah/Pengutang/Borrower) dengan janji membayar dari penerima kredit kepada pemberi
kredit pada tanggal yang telah disepakati kedua belah pihak.
Selanjutnya menurut R. Tjipto
Adinugroho (1999:14),kredit adalah suatu pemberian prestasi (balas jasa) dan
itu akan dikembalikan pada waktu tertentu yang akan datang dengan disertai oleh
suatu kontra prestasi (balas jasa) yang berupa bunga. Berdasarkan pengertian
dan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kredit mempunyai tujuan/fungsi
penting. Tujuan kredit mencakup aspek yang sangat luas, namun menurut R. Tjipto
Adinugraha (1999:20), ada 2 fungsi pokok yang saling berkaitan yaitu :
- Profitability, tujuan untuk memperoleh
keuntungan berupa bunga dari hasil pemberian kredit.
- Safety, yaitu keamanan dari prestasi
atau fasilitas yang diberikan benar-benar terjamin sehingga dapat profitability benar tercapainya
tanpa hambatan yang berarti.
Dalam kehidupan perekonomian, bank
memegang peranan penting selaku lembaga keuangan yang membantu pemerintah untuk
mencapai kemakmuran. Sebagai pemberi kredit, maka pengertian bank tidak dapat
dipisahkan karena kegiatan utama bank adalah perkreditan dan keberhasilan suatu
bank sebagian besar tergantung dari usaha perkreditannya, yaitu kurang lebih
75% penghasilan bank bersumber dari pinjaman (kredit) yang diberikan. Gambaran
tersebut menunjukkan bahwa kredit mempunyai peranan penting dalam perekonomian.
Fungsi kredit dalam perekonomian,
perdagangan dan keuangan menurut Susatyo Reksohadiprojo dalam bukunya ekonomi
keuangan dan perbankan (1996:180), adalah untuk meningkatkan utility dari modal atau uang dan dapat
meningkatkan utility (daya guna)
barang. Sedengakan berdasarkan fungsi kredit dalam perdagangan dan perekonomian
pada umumnya menurut Kasmir dalam bukunya bank dan lembaga keuangan lainnya
(1999:187), adalah :
- Meningkatkan Utility atau daya guna uang.
- Meningkatkan
peredaran dan lalu lintas uang.
- Meningkatkan kegairahan berusaha.
- Merupakan jembatan untuk
menaikkan pendapatan nasional dan pribadi.
- Sebagai alat stabilitas ekonomi.
- Sebagai alat penghubung transaksi
ekonomi.
C. Pengertian dan Jenis-Jenis Risiko
Beberapa
defenisi mengenai risiko, tergantung jenis keperluan Risiko tersebut. Sebagai
contoh, secara umum Risiko didefenisikan sebagai bentuk-bentuk peristiwa yang
mempunyai pengaruh terhadap kemampuan seseorang atau sebuah institusi untuk
mencapai tujuanya. Dengan defenisi yang bersifat umum ini,
manajemen bank biasanya tidak akan merasakan perlunya kebutuhan atau urgensi
untuk menerapkan sebuah sistem manajemen Risiko secara efektif. Dibutuhkan
gambaran ukuran besar atau luas dampak Risiko tersebut terhadap pencapaian
tujuan bank. Karena itu dibutuhkan definisi lain yang akan menunjukan betapa
pentingnya manajemen Risiko.
Menurut Dendawijaya
dalam bukunya manajemen perbankan (2000), mendefinisikan pengertian manajemen Risiko
sebagai serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi,
mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha
bank. Sedangkan menurut Tampubolon dalam bukunya risk management (2004 :19) mendefinisikan risiko sebagai
bentuk-bentuk peristiwa yang mempunyai pengaruh terhadap kemampuan seseorang
atau sebuah institusi untuk mencapai tujuannya.
Lebih
jelas dan terfokus dari defenisi diatas, bank Indonesia mendefinisikan risiko sebagai
potensi terjadinya peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian bank. Semua
defenisi tersebut, bertujuan agar bank memiliki sense akan adanya urgensi atau perioritas tinggi untuk mengatasi
atau mengelola risiko yang terjadi. Ketika bank mencoba mengaplikasikan
defenisi kedalam program manajemen risiko, maka semua kegiatan atau usaha yang
dilakukan akan melibatkan kegiatan yang membutuhkan perhatian atau kewaspadaan
penuh, pengetahuan yang terus dikembangkan, pengalaman yang cukup memadai, dan
kemampuan serta energi yang terus
diperbesar.
Menurut Tampubolon dalam bukunya risk management (2004 :23), Klasifikasi Risiko
yang biasa diambil oleh sebuah bank sesuai klasifikasi yang ditetapkan oleh
bank Indonesia, yaitu:
a.
Risiko
kredit
Risiko kredit adalah
eksposur yang timbul sebagai akibat kegagalan pihak lawan (counterparty) memenuhi kewajibanya. Risiko kredit dapat bersumber
dari berbagai aktivitas fungsional bank seperti penyaluran pinjaman, dan
kegiatan jasa pembiayaan perdagangan yang tercatat dalam buku bank.
b.
Risiko
pasar
Risiko pasar adalah eksposur
yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (suku bunga dan nilai
tukar) dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang berbalik arah dari yang
diharapkan (adverse movement), dapat
menimbulkan kerugian bagi bank.
c.
Risiko
likuiditas
Risiko likuiditas adalah
eksposur yang timbul karena bank tidak mampu memenuhi kewajiban pada saat jatuh
tempo.
d.
Risiko
operasional
Risiko operasional adalah
eksposur yang timbul karena adanya ketidak cukupan atau tidak berfungsinya
proses internal (process factors).juga
adanya kesalahan atau kecurangan manusia (human
factors), kegagalan sistem (system
factors) dalam mencatat, membukukan dan melaporkan transaksi secara
lengkap, benar dan tepat waktu. Termasuk kegagalan dalam mematuhi ketentuan
interen maupun regulasi yang sedang dan akan berlaku, atau adanya problem
eksternal (eksternal factors) seperti
perubahan regulasi yang mempengaruhi operasional bank.
e.
Risiko
hukum
Risiko hukum adalah
eksposur yang timbul karena adanya kelemahan aspek yuridis, antara lain
disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang
mendukung, atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya
suatu kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna.
D. Pengertian Manajemen Risiko
Sejalan dengan pengertian risiko yang
telah dikemukan sebelumnya maka untuk menjelaskan lebih lanjut tentang manajemen
risiko, maka dapat dijelaskan bahwa manjemen risiko menurut Bank Indonesia
dalam Tampubolon dalam bukunya risk
management (2004:33), manajemen
risiko sebagai serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasitan
usaha bank.
Lebih lanjut Widigdo sukarman dalam Tampubolon
dalam bukunya risk management (2004 :33),
medefinisikan sebagai keseluruhan sistem pengelolaan dan pengendalian risiko
yang dihadapi oleh bank yang terdiri dari seperangkat alat, teknik, proses
manajemen (termasuk kewenangan dan sistem prosedur operasional) dan organisasi
yang ditujukan untuk memelihara tingkat profitabilitas dan tingkat kesehatan
bank yang dilaporkan dalam corporate plan
atau rencana strategis bank lainnya sesuai dengan tingkat kesehatan bank yang
berlaku.
Merupakan suatu usaha untuk
mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan
perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas dan efisiensi yang lebih
tinggi. Karena itu perlu terlebih dahulu dipahami tentang konsep-konsep yang
dapat memberikan makna dan cakupan yang luas dalam rangka memahami
proses-proses manajemen risiko tersebut.
Dalam kaitannya dengan pengelolaan
risiko, Bank dituntut melakukan manajemen risiko yang sehat. Menurut Soeisno
Djojosoedarso dalam bukunya prinsip - prinsip manajemen risiko asuransi (2003:4),
pengertian manajemen risiko secara sederhana adalah pelaksanaan fungsi-fungsi
manajemen dalam penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh
organisasi atau perusahaan, keluarga dan masyarakat. Jadi mencakup kegiatan
merencanakan, mengorganisir, menyusun, memimpin/mengkoordinasi, dan mengawasi
(termasuk mengevaluasi) program penanggulangan risiko.
Bank
Indonesia melalui peraturan Bank Indonesia No.5/8/PBI/2003. Tanggal 19 Mei 2003
yang diuraikan lebih rinci dalam lampiran surat ederan Bank Indonesia No.5/21/DPNP
Tanggal 29 September 2003 menjelaskan tentang pengertian manajemen risiko
adalah, serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasikan,
mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank.
Manajemen risiko dapat di ikhtisarkan sebagai berikut :
1.
Melakukan
Identifikasi Risiko.
Identifikasi
risiko bertujuan menemukan secara sistematis risiko (kerugian potensial) yang
mungkin dihadapi usaha. Dalam hal ini apabila risiko tidak teridentifikasi,
maka berarti usaha tersebut menanggung risiko secara tidak sadar.
2.
Melakukan
Pengukuran/Analisis Risiko
Tujuan
pengukuran/analisis terhadap risiko adalah untuk menentukan relatif yang
dihadapi. Pengukuran risiko dilakukan dengan melihat frekuensi atau jumlah dan
tingkat kerugian yang akan terjadi.
3.
Melakukan
Penanganan Risiko.
Setelah diketahui dan dilakukan pengukuran risiko
pengusaha memutuskan bagaimana menangani risiko. Beberapa metode yang dapat digunakan dalam menangani
risiko adalah :
a.
Menghindari
risiko
b.
Mencegah
dan mengendalikan risiko.
c.
Menahan
risiko
d.
Memindahkan
risiko.
4.
Pemantauan
Dalam
penyusunan permohonan kredit, bahasan mengenai aspek risiko bertujuan untuk
menjelaskan mengenai layak tidaknya usaha tersebut dibiayai apabila terjadi
perubahan-perubahan pada unsur-unsur kelayakan pemasaran, teknologi dan
produksi serta keuangan. Kajian terhadap aspek risiko ini terutama untuk
menyajikan dan menganilisis: pertama, faktor-faktor yang mempengaruhi besar
kecilnya risiko kegagalan usaha yang mungkin akan dihadapi pengusaha. Kedua,
aspek risiko dalam suatu analisis kelayakan usaha apabila dikemudian hari
ternyata usaha ini akan diusulkan dan dibiayai oleh Bank. Ketiga, perumusan
langkah-langkah yang perlu diantisipasi untuk bisa keluar dari risiko kegagalan
usaha.
Sedangkan yang dimaksud dengan risiko
dijelaskan adalah potensi terjadinya
sesuatu peristiwa (Events) yang dapat
menimbulkan kerugian bank. Selanjutnya menurut Soeisno Djojosoedarso dalam
bukunya prinsip - prinsip manajemen risiko asuransi (2003:2), istilah risiko
sudah biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari, yang umumnya sudah dipahami.
Tetapi pengertian secara ilmiah dari risiko sampai saat ini masih tetap
beragam, yaitu antara lain :
1.
Risiko
adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode
tertentu.
2.
Risiko
adalah ketidakpastian (Uncertainty)
yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian.
3.
Risiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu
peristiwa.
4.
Risiko adalah merupakan penyebaran/penyimpangan hasil
aktual dari hasil yang diharapkan.
5.
Risiko
adalah probabilitas sesuatu hasil yang berbeda dengan yang diharapkan.
Dalam konteks organisasi manejemen
risiko, Bank tentu harus dapat menciptakan fungsi manajemen risiko yang
independen terhadap Risk Taking Unit.
Jadi, harus ada mengawasi dan diawasi. Bank harus mengembangkan kebijakan,
metodologi dan infrastruktur yang dapat melindungi Bank dari kerugian akibat
risiko disetiap sisi aktivitasnya.
Dalam kebijakan-kebijakan Bank harus
menentukan tingkat toleransinya terhadap risiko yang tetap konsisten terhadap
strategi usahanya, dan strategi itu sendiri harus menyatakan tujuan yang ingin
dicapai dalam ukuran risiko dan target imbal hasil.
Kebijakan-kebijakan berbasis risiko
itu tentu diharapkan pada semua risiko yang harus dihadapi Bank. Pihak
manajemen bank juga harus dapat menetukan risiko-risiko mana yang harus
ditopang dengan modal yang sepadan. Penerapan manajemen risiko akan memberi manfaat,
baik kepada perbankan maupun kepada otoritas pengawasan bank. Bagi perbankan,
penerapan manajemen risiko dapat meningkatkan Share Holder Value, memberikan gambaran kepada pengelola bank
mengenai kemungkinan kerugian bank di masa mendatang, meningkatkan metode dan
proses pengambilan keputusan yang sistematis, yang didasarkan pada ketersediaan
informasi, digunakan sebagai dasar pengukur yang lebih akurat mengenai kinerja
bank, digunakan untuk menilai risiko yang melekat pada instrument atau kegiatan
usaha bank yang relatif kompleks serta menciptakan infrastruktur manajemen
risiko yang kokoh dalam rangka meningkatkan daya saing bank. Penerapan
manajemen risiko akan mempermudah penilaian terhadap kemungkinan kerugian yang
dihadapi oleh pihak bank, yang dapat mempengaruhi permodalan bank dan
sebagainya sebagai salah satu dasar penilaian dalam menetapkan strategi dan
fokus pengawasan bank.
E. Analisis
Kredit
Perbankan
sebagai suatu lembaga keuangan tidak terlepas dari risiko usaha. Perbankan
mempunyai misi dan fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat
yang memiliki surplus berupa tabungan, deposito maupun giro dan menyalurkan
kembali dana tersebut kepada masyarakat termasuk pengusaha, yang membutuhkan
dan dalam bentuk kredit. Oleh sebab itu perbankan akan menghadapi risiko yang
lebih besar yang harus ditanggungnya karena risiko dalam penyaluran kredit
dapat berdampak rugi bagi bank. Pada skala yang lebih besar akan berkaitan
dengan risiko pada sisi penghimpun dana, yang dapat berdampak luas dan serius
bagi perekonomian nasional. Agar dapat mengurangi bahkan menghindari terjadinya
risiko tersebut pihak perbankan harus hati-hati dalam menyalurkan dana dengan
menerapkan prinsip kehati-hatian (Prudential
Banking).
Menurut Adinugroho
dalam bukunya perbankan, masalah
perkreditan (1999 : 27) Penyaluran
kredit perbankan menerapkan berbagai persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang
harus dipatuhi baik oleh pihak perbankan sendiri sebagai kreditur maupun oleh
pihak nasabah sebagai debitur. Beberapa hal yang merupakan persyaratan dan
ketentuan tersebut adalah melakukan analisis kredit dengan menggunakan
prinsip-prinsip pemberian kredit yaitu prinsip 5C, 5P, dan juga 3R.
Adapun prinsip 5C yaitu :
1.
Character (Watak)
Watak atau Character adalah sifat dasar yang ada dalam hati seseorang. Watak
dapat berupa baik atau jelek bahkan ada yang terletak diantara baik dan jelek.
Watak merupakan bahan pertimbangan untuk mengetahui risiko. Bank sebagai
pemberi kredit harus yakin bahwa calon peminjam termasuk orang yang bertingkah
laku baik, dalam arti selalu memegang teguh janjinya, selalu berusaha dan
bersedia melunasi utang-utangnya pada waktu yang telah ditetapkan. Tidak mudah
untuk menetukan watak seseorang debitur apalagi debitur yang baru pertama kali
mengajukan permohonan kredit.
2.
Capacity (Kemampuan)
Seseorang debitur yang mempunyai
karakter atau watak baik selalu akan memikirkan mengenai pembayaran kembali
hutangnya sesuai waktu yang ditentukan. Untuk dapat memenuhi kewajiban
pembayaran debitur harus memiliki kemampuan yang memadai yang berasal dari
pendapatan pribadi jika debitur perorangan atau pendapatan perusahaan bila
debitur berbentuk badan usaha.
3.
Capital (Modal)
Seseorang atau badan usaha yang akan
menjalakan usaha atau bisnis sangat memerlukan modal untuk memperlancar
kegiatan bisnisnya. Seseorang yang akan mengajukan permohonan kredit baik untuk
kepentingan produktif atau konsumtif maka orang itu harus memiliki modal.
4.
Collateral (Jaminan)
Jaminan berarti harta kekayaan yang
dapat diikat sebagai jaminan guna menjamin kepastian pelunasan hutang jika
dikemudian hari debitur tidak melunasi hutangnya dengan jalan menjual jaminan
dan mengambil pelunasan dari penjualan harta kekayaan yang menjadi jaminan itu.
Jaminan meliputi, jaminan yang bersifat materiil berupa barang atau benda yang
bergerak atau benda yang tidak bergerak, misalnya : Tanah, bangunan, mobil,
motor, dan lain-lain. Dan jaminan yang bersifat inmateriil merupakan jaminan yang secara phisik tidak dapat
dikuasai langsung oleh bank, misalnya Jaminan pribadi (Borgtocht).
5.
Condition of Ekonomy (Kondisi Ekonomi)
Selain faktor-faktor di atas yang
perlu mendapat perhatian penuh dari analisis adalah kondisi ekonomi Negara.
Kondisi ekonomi adalah situasi ekonomi pada waktu dan jangka waktu tertentu
dimana kredit itu diberikan oleh bank kepada pemohon. Apakah kondisi ekonomi
pada kurun waktu kredit dapat mempengaruhi usaha dan pendapatan pemohon kredit
untuk melunasi hutangnya. Kondisi ekonomi yang dapat mempengaruhi kemampuan
pemohon kredit mengembalikan hutangnya sering sulit untuk diprediksi. Kondisi
ekonomi Negara yang buruk sudah pasti mempengaruhi usaha pemohon kredit dan
pendapatan perorangan yang akibatnya berdampak pada kemampuan pemohon kredit
untuk melunasi hutangnya.
Prinsip 5P yaitu :
2.
Party (Golongan)
Yang dimaksud dengan Party disini adalah mencoba
menggolongkan calon debitur kedalam kelompok tertentu menurut prinsip 5C.
3.
Purpose (Tujuan)
Adalah penggunaan kredit yang
diajukan, apa tujuan yang seharusnya (real
purpose) dari kredit tersebut apakah mempunyai aspek-aspek sosial yang
positif dan luas atau tidak, selanjutnya juga sebagai kreditur maka bank harus
meneliti apakah kreditnya benar-benar dipergunakan sesuai dengan tujuan semula.
4.
Payment (Sumber Pembayaran)
Setelah mengetahui real purpose dari kredit tersebut maka
hendaknya diperkirakan dan hitung kemungkinan-kemungkinan besarnya pendapatan
yang akan dicapai atau dihasilkan. Dengan demikian bank dapat pula menghitung
kemampuan dan kekuatan debitur untuk membayar kembali kreditnya, sekaligus juga
dapat ditentukan cara pembayaran dan jangka waktu pengembalian kreditnya.
5.
Profitability
(Kemampuan Untuk Mendapatkan Keuntungan)
Profitability disini bukanlah keuntungan yang
dicapai oleh debitur semata-mata melainkan pula dinilai dan dihitung
keuntungan-keuntungan yang mungkin akan dicapai oleh bank, andaikata memberikan
kredit terhadap debitur tertentu, dibandingkan dengan debitur yang lain atau
kalau tidak memberikan kredit sama sekali.
6.
Protection (Perlindungan)
Protection dimaksudkan untuk berjaga-jaga terhadap
hal-hal yang tidak diduga sebelumnya, maka bank perlu untuk melindungi kredit
yang diberikannya antara lain dengan jalan meminta collateral atau jaminan dari debiturnya bahkan mungkin pula baik
jaminannya maupun kreditnya diasuransikan.
Prinsip 3R yaitu :
Konsep
lain yang menyangkut persyaratan pemberian kredit ialah apa yang disebut 3R
yaitu :
1.
Return (Hasil Yang Dicapai)
Return
disini dimaksudkan
penilian atas hasil yang akan dicapai oleh perusahaan debitur setelah dibantu
dengan kredit oleh bank. Persoalannya ialah apakah hasil tersebut dapat menutup
untuk pengambilan pinjamannya serta bersamaan dengan itu memungkinkan pula
usaha-usahanya untuk berkembang terus atau tidak.
2.
Repayment (Pembayaran Kembali)
Dalam hal ini bank harus menilai
beberapa lama perusahaan pemohon kredit dapat membayar kembali pinjamannya
sesuai dengan kemampuan membayar kembali dan apakah kredit harus diangsur atau
dicicil atau dilunasi sekaligus akhir periode.
3.
Risk Bearing Ability (Kemampuan Untuk Menanggung Risiko)
Dalam hal ini bank harus mengetahui
dan menilai sampai sejauh mana perusahaan pemohon kredit mampu menanggung
risiko kegagalan andaikata terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Pada umumnya kredit merupakan salah
satu produk bank yang terbesar jumlahnya tercantum dalam sisi aktiva bank,
berarti merupakan sumber utama pendapatan bank dari pada pendapatan lainnya.
Namun kredit juga mengandung risiko yang besar bagi bank, apabila tidak
tertagih akan menimbulkan kerugian. Risiko kredit yang dihadapi bank yang
berdampak risiko rugi bagi bank pemberi kredit sangat berhubungan dengan risiko
kegagalan usaha debitur kredit.
F. Pengertian Kolektibilitas Kredit
Menurut Sulad Sri Hardanto dalam
bukunya manajemen risiko bagi bank umum (2008:107), credit Risk mitigation adalah
tekhnik dan kebijakan untuk mengelola risiko kredit dalam rangka meminimalisir
peluang atau dampak dari kerugian yang disebabkan oleh kredit bermasalah.
Lebihlanjut berdasarkan peraturan Bank
Indonesia ,
PBI No.7/2/PBI/2006 tanggal 20 Januari 2005 klasifikasi kredit sebagai berikut:
1.
Lancar : 0 hari
2.
Dalam
perhatian khusus : 1 - 90 hari.
3.
Kurang
lancar : 91 - 120
hari.
4.
Diragukan : 121 - 180 hari.
5.
Macet : > 181
hari.
Penaksiran klasifikasi risiko kredit yaitu :
1.
Risiko rendah (low) bila risiko kredit masih berada di
bawah 5%.
2.
Risiko
sedang (moderate) bila risiko kredit berada pada 5%-10%.
3.
Risiko tinggi (high) bila risiko kredit berada di atas
10%.
Kolektibilitas kredit adalah gambaran dari
keadaan pembayaran utang pokok serta angsuran dan bunga pinjaman serta tingkat
kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan dalam surat berharga atau
penanaman lainya. Kolektibilitas menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI)
No.7/2/PBI/2005 tanggal 20 januari 2005, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel .1
kolektibilitas
ketetapan pembayaran pokok dan bunga
Sumber: Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20 januari
2005
Tiga
kelompok terakhir yaitu kurang lancar, diragukan dan macet sesuai ketentuan
bank Indonesia digolongkan sebagai kredit bermasalah atau Non Performing Loan. Menurut
Umar dalam bukunya Research in Finance
And Banking (2001 : 161) yang ditunjukan dengan perbandingan dari
jumlah seluruh kredit dengan formula:
G. Pengertian Dan
Pengukuran Kredit Bermasalah
Risiko kredit
terbesar yang dipikul oleh bank berasal dari kegiatan pemberian kredit,adapun
bentuknya bermacam-macam, seperti Risiko kredit, Risiko pasar, Risiko
likuiditas, Risiko operasional, Risiko hukum, Risiko Risiko kredit menurut Dendawijaya dalam
bukunya manajemen perbankan (2000 : 46 ), kredit bermasalah terutama
disebabkan oleh kegagalan pihak debitur memenuhi kewajibanya untuk membayar
angsuran (cicilan) pokok kredit beserta bunga yang telah disepakati kedua belah
pihak dalam perjanjian kredit. Dari pengertian
tersebut diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Terjadi
kegagalan pemenuhan perjanjian pembayaran angsuran kredit
2.
Terjadi
penundaan pembayaran tanpa alasan yang jelas.
3.
Terdapat
kemungkinan kerugian yang melebihi batas toleransi kreditur/bank.
4.
Diperlukan
tindakan hukum untuk memperoleh kembali tagihan
kredit.
Indikasi terjadinya potensi kredit
bermasalah adalah sebagai berikut:
1.
Terjadinya
keterlambatan pembayaran bunga dan atau pokok kredit
2.
Tidak
melunasi sama sekali.
3.
Diperlukan
negosiasi kembali atas syarat pembayaran kredit dan bunga yang tercantum dalam
perjanjian kredit.
Pengukuran Risiko kredit dilakukan
dengan menetapkan score yang dapat mengacu ke internal credit risk rating yang
ada, dengan mempertimbangkan hal-hal seperti berikut :
1
Karakteristik setiap jenis kredit, kondisi keuangan
debitur, serta struktur kredit yang diperjanjikan dalam kontrak.
2
Potensi terjadinya kegagalan membayar, yang menggunakan
skenario paling mungkin sampai paling buruk.
3
Besarnya kerugian yang ditimbulkan apabila gagal bayar
tersebut terjadi.
4
Aspek jaminan dan marketabillity-nya.
5
Kesiapan dan kemampuan Bank dalam menyerap potensi
kegagalan yang diperkirakan.
DAFTAR PUSTAKA
Azis, Abdul dan
Miftah, Fauzi. 1997. Perkreditan dan
Pengembangan Usaha Kecil. Bank Indonesia Jakarta.
Adinugroho, Tjipto R.
1999. Perbankan, Masalah Perkreditan.
Yagrat : Jakarta.
Dendawijaya, Lukman, 2000, Manajemen
Perbankan, Ghalia Indonesia, Jakarta
Djojosoedarso, Soeisno. 2003. Prinsip - Prinsip Manajemen Risiko Asuransi.
Salemba Empat : Surabaya.
Fardiansyah, Teddy. 2006. Refleksi dan Strategi Penerapan Manajemen.
Risiko Perbankan Indonesia. PT Elexmedia Komputindo Kelmpok Gramedia : Jakarta.
Hartanto, Sulad Sri. 2006. Manajemen Risiko Bagi
Bank Umum. PT Elexmedia Komputindo
Kelmpok Gramedia : Jakarta.
Hasibuan, S.P, Melayu. 2002. Dasar -
Dasar Perbankan. Cetakan Keenam. Bumi Aksara : Jakarta.
Kasmir. 1999. Bank dan Lembaga keuangan
Lainnya. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Kasmir. 2005. Manajemen Perbankan.
PT Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.7/2/PBI/2005 Tertanggal 20 januari 2005
Reksohadiprodjo, Susatyo. 1996. Ekonomi
Keuangan dan Perbankan. PT Pembangunan : Jakarta.
Susilo, S.Y dkk. 2000. Bank dan
Lembaga Keuangan Lainnya. Salemba Empat : Jakarta .
Surat Keputusan
Direktur Bank Indonesia No. 4 Kep/Dir tanggal 4 April 1997
Tampubolon,
Robert, 2004, Manajemen Risiko Pendekatan
Kualitif Untuk Bank Komersial, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta
Taswan. 2006. Manajemen Perbankan.
Cetakan Pertama. YKPN : Yogyakarta .
Umar, Husain, 2001, Research in Finance And Banking, PT. Gramedia, Jakarta
Undang - Undang Nomor 10. Tahun 1998 Tentang
Perbankan. Sinar Grafika : Jakarta.
Veithzal, Rivai dan Andria Permata Veithzal. 2006. Credit Management Handbook. Edisi Pertama. PT Raja
Grafindo Persada : Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar