Powered By Blogger

Kamis, 13 Oktober 2016

Penerapan Manajemen Risiko Kredit Terhadap Jumlah Kredit Bermasalah perbankan

Kegiatan usaha bank senantiasa dihadapkan pada Risiko-risiko yang berkaitan erat dengan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan. Pesatnya perkembangan lingkungan eksternal dan internal perbankan juga menyebabkan semakin kompleksnya Risiko kegiatan usaha perbankan. Oleh karena itu, agar mampu beradaptasi dalam lingkungan bisnis perbankan, bank dituntut untuk menerapkan manajemen risiko. Dalam kaitan ini, prinsip-prinsip manajemen Risiko yang akan dianut dan diterapkan pada perbankan Indonesia diarahkan sejalan dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh bank. Prinsip-prinsip tersebut pada dasarnya merupakan standar bagi dunia perbankan untuk dapat beroperasi secara lebih berhati-hati dalam ruang lingkup perkembangan kegiatan usaha dan operasional perbankan yang sangat pesat dewasa ini, prinsip-prinsip yang dimaksud tersebut adalah prinsip “5C” yang terdiri dari character (karakter), capacity (kemampuan), capital (modal), collateral (agunan), dan condition of economic (kondisi perekonomian).
Pentingnya peranan Bank dalam perekonomian, relative kecilnya modal, dan ketergantungan penuh kepada kemampuan manajemen dalam mengelola Bank, telah mengerakkan para Gubernur Bank Central dari sepuluh Negara maju yang tergabung dalam komite yang dikenal dengan nama The Basle Committee on Banking Supervision (pertemuan dilakukan di kantor Bank for international Settlements), untuk mengeluarkan ketentuan mengenai manajemen Risiko yang dikenal dengan Basle Accord.
Penerapan manajemen Risiko dapat bervariasi antara satu bank dengan bank yang lain sesuai dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan bank dalam hal keuangan, infrastruktur pendukung maupun sumberdaya manusia. Bank Indonesia sebagai bank sirkulasi telah menetapkan peraturan sebagai standar minimal yang harus dipenuhi oleh perbankan Indonesia dalam menerapkan manajemen Risiko melalui peraturan Bank Indonesia Nomor: 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003, peraturan Bank Indonesia Nomor: 5/12/PBI/2003 tanggal 17 juli 2003, surat edaran Bank Indonesia Nomor:5/21/DPNP tanggal 29 september 2003, dan surat edaran Bank Indonesia Nomor:5/23/DPNP tanggal 29 september 2003. dengan peraturan-peraturan tersebut, bank diharapkan mampu melaksanakan seluruh aktivitasnya secara terintegrasi dalam suatu system pengelolaan Risiko yang akurat dan komprehensif.
Kredit sebagai salah satu kegiatan utama bank untuk menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan masih mendapat perhatian utama baik oleh manajemen bank maupun otoritas pengawasan karena pendapatan bunga dari kredit masih menjadi komponen utama penghasilan bank.
Dalam konteks penyaluran dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit, bank senantiasa dihadapkan pada suatu masalah bagaimana menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang memang membutuhkan dengan tingkat Risiko yang seminimal mungkin. Dengan kata lain, bagaimana memberikan kredit terahadap suatu objek usaha agar dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik bagi bank itu sendiri maupun bagi debitur (kredit sehat).

Namun demikian, pemberian kredit tidak selalu berjalan mulus dan menguntungkan. Pemberian kredit juga dapat mengakibatkan kegagalan bayar (default) karena tidak tertagihnya pengembalian kredit yang pada giliranya dapat mempengaruhi kinerja dan sekaligus mengancam kelangsungan usaha bank. Risiko kegagalan bank dalam pemberian kredit diawali timbulnya gejala kredit bermasalah dalam portofolio perkreditanya. Terjadinya kredit bermasalah akan mengikis modal bank dan mengurangi pendapatan bank. Oleh karena itu manajemen risiko kredit menjadi fokus utama pada bank, langkah yang diambil oleh pihak perbankan dalam melakukan manajemenisasi terhadap kredit yang disalurkannya kepada nasabah dilakukan dengan menggunakan menggunakan prinsip-prinsip pemberian kredit yaitu prinsip 5C, 5P, dan juga 3R.  Dengan menggunakan ketiga prinsip tersebut maka kerugian (risiko) yang diakibatkan dari suatu penyaluran kredit yang dilakukan dapat diminimalisir.
A.   Pengertian dan Jenis Bank.
Perbankan dalam melaksanakan kegiatannya membutuhkan regalitas (pengakuan) dalam pemerintah dalam menjalankan kegiatan bisnisnya yang sejalan dengan hal tersebut maka berdasarkan Undang - Undang No.10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan dalam Adinugroho, dalam bukunya Perbankan (1999:10), yang dimaksud dengan Bank adalah Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Selanjutnya menurut Kasmir dalam bukunya Bank dan Lembaga keuangan Lainnya (2005:2),  Bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang usahanya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa Bank lainnya. Kemudian, Hasibuan dalam bukunya Dasar - daasar Perbankan (2002:2), mengemukakan bahwa bank adalah lembaga keuangan berarti bank adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk asset keuangan (Financial Assets) serta bermotifkan profit dan juga sosial, jadi bukan hanya untuk mencari keuntungan saja.
Selanjutnya menurut Taswan dalam bukunya Manajemen Perbankan (2006:6), pengertian bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai lembaga perantara keuangan (Financial Intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (Surplus Spending Unit) dengan mereka yang membutuhkan dana (Deficit Spending Unit), serta berfungsi untuk memperlancar lalu lintas pembayaran giral.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diketahui bahwa bank adalah lembaga keuangan yang pada pokoknya memiliki tugas-tugas dalam lalu lintas pembayaran. Tugas-tugas tersebut dalam khasana perbankan diatur dengan Undang-Undang.
Tugas, usaha dan kewajiban setiap bank umumnya tidak berbeda, terutama dalam menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat (kecuali Bank Indonesia), akan tetapi maksud dan tujuan didirikannya tiap-tiap bank berbeda maka terdapat perbedaan pula dalam bentuk dan penampilannya. Perbedaan itu merupakan ciri khas yang melekat pada setiap bank yang selanjutnya dapat melahirkan macam dan jenis bank.
Bank mempunyai peran yang penting bagi aktivitas perekonomian. Peran strategis bank itu sebagai bahan yang mampu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efesien ke arah peningkatan taraf hidup rakyat. Berhubungan dengan peranan bank, Susilo, dkk  dalam bukunya bank dan lembaga keuangan lainnya (2000:7), menyatakan bahwa bank merupakan lembaga perantara keuangan (Financial Intermediary) sebagai prasarana pendukung yang amat vital untuk menunjang kelancaran perekonomian. Bank pada dasarnya mempunyai fungsi mentransfer dana-dana (Loanable Funds) dari penabung atau unit Surplus (Lenders) kepada peminjaman (Borrowers) atau unit defisit. Dana-dana tersebut dialokasikan dengan negosiasi antar pemilik dengan pemakai dana di pasar uang dan pasar modal.
Bank menempati posisi yang strategis dalam bidang keuangan, karena bank memiliki kewenangan yang cukup luas dalam mengelola keuangan. Pengelolaan keuangan yang dilakukan bank tidak terbatas pada pengumpulan dan menyalurkan dana dari dan kepada masyrakat, tetapi juga berwenang menciptakan uang.
Pembagian macam dan jenis bank menurut Undang-undang nomor 7 tahun 1992 terdiri dari :
1.    Bank Umum
2.    Bank Perkreditan Rakyat
Bank umum mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu. Bank umum adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan bank perkreditan rakyat adalah bank yang menerima simpanan dalam bentuk deposito berjangka, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Perbankan Indonesia melakukan usahanya berazazkan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Seperti disebutkan dalam Undang-Undang No.7 tahun 1992 dan Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 tentang perbankan tersebut, fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.
Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat.  

B.   Pengertian dan Fungsi Kredit
Perkataan kredit sesungguhnya berasal dari bahasa latin “Credere” yang artinya kepercayaan atau “Credo” yang berarti saya percaya. Kombinas dari dua kata yaitu “Cred” atau ”Do” yang berarti kepercayaan. Maka makna lain dari kata kredit adalah mengandung pengertian adanya suatu kepercayaan dari kata seseorang atau badan yang diberinya, dengan ikatan perjanjian harus memenuhi segala kewajiban yang diperjanjikan untuk dipenuhi pada waktunya (masa yang akan datang).
Pengertian Kredit Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan dalam Adinugroho dalam bukunya Perbankan (1999:10), memberikan defenisi tentang kredit yaitu : “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan dan kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain”.
Menurut Hasibuan dalam bukunya Dasar - dasar Perbankan (2002:87), mengemukakan bahwa kredit adalah semua jenis pinjaman uang/barang yang wajib dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
Menurut Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti (2004 : 2) dalam Mac leod, dalam bukunya manajemen perkreditan bank umum, kredit adalah suatu reputasi yang dimiliki seseorang, yang memungkinkan ia bisa memperoleh uang, barang-barang atau buruh/tenaga kerja, dengan jalan menukarkannya dengan suatu janji untuk membayarnya di suatu waktu yang akan datang.
Sedangkan menurut Veithzal, dkk (2006 : 4), mengemukakan bahwa kredit adalah penyerahan barang, jasa, atau uang dari satu pihak (Kreditur/Pemberi Pinjaman) atas dasar kepercayaan kepada pihak lain (Nasabah/Pengutang/Borrower) dengan janji membayar dari penerima kredit kepada pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati kedua belah pihak.
Selanjutnya menurut R. Tjipto Adinugroho (1999:14),kredit adalah suatu pemberian prestasi (balas jasa) dan itu akan dikembalikan pada waktu tertentu yang akan datang dengan disertai oleh suatu kontra prestasi (balas jasa) yang berupa bunga. Berdasarkan pengertian dan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kredit mempunyai tujuan/fungsi penting. Tujuan kredit mencakup aspek yang sangat luas, namun menurut R. Tjipto Adinugraha (1999:20), ada 2 fungsi pokok yang saling berkaitan yaitu :
  1. Profitability, tujuan untuk memperoleh keuntungan berupa bunga dari hasil pemberian kredit.
  2. Safety, yaitu keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan benar-benar terjamin sehingga dapat profitability benar tercapainya tanpa hambatan yang berarti.
Dalam kehidupan perekonomian, bank memegang peranan penting selaku lembaga keuangan yang membantu pemerintah untuk mencapai kemakmuran. Sebagai pemberi kredit, maka pengertian bank tidak dapat dipisahkan karena kegiatan utama bank adalah perkreditan dan keberhasilan suatu bank sebagian besar tergantung dari usaha perkreditannya, yaitu kurang lebih 75% penghasilan bank bersumber dari pinjaman (kredit) yang diberikan. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kredit mempunyai peranan penting dalam perekonomian.
Fungsi kredit dalam perekonomian, perdagangan dan keuangan menurut Susatyo Reksohadiprojo dalam bukunya ekonomi keuangan dan perbankan (1996:180), adalah untuk meningkatkan utility dari modal atau uang dan dapat meningkatkan utility (daya guna) barang. Sedengakan berdasarkan fungsi kredit dalam perdagangan dan perekonomian pada umumnya menurut Kasmir dalam bukunya bank dan lembaga keuangan lainnya (1999:187), adalah :
  1. Meningkatkan Utility atau daya guna uang.
  2. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.
  3. Meningkatkan kegairahan berusaha.
  4. Merupakan jembatan untuk menaikkan pendapatan nasional dan pribadi.
  5. Sebagai alat stabilitas ekonomi.
  6. Sebagai alat penghubung transaksi ekonomi.

C. Pengertian dan Jenis-Jenis Risiko
Beberapa defenisi mengenai risiko, tergantung jenis keperluan Risiko tersebut. Sebagai contoh, secara umum Risiko didefenisikan sebagai bentuk-bentuk peristiwa yang mempunyai pengaruh terhadap kemampuan seseorang atau sebuah institusi untuk mencapai             tujuanya.  Dengan defenisi yang bersifat umum ini, manajemen bank biasanya tidak akan merasakan perlunya kebutuhan atau urgensi untuk menerapkan sebuah sistem manajemen Risiko secara efektif. Dibutuhkan gambaran ukuran besar atau luas dampak Risiko tersebut terhadap pencapaian tujuan bank. Karena itu dibutuhkan definisi lain yang akan menunjukan betapa pentingnya manajemen Risiko.
Menurut Dendawijaya dalam bukunya manajemen perbankan (2000), mendefinisikan pengertian manajemen Risiko sebagai serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Sedangkan menurut Tampubolon dalam bukunya risk management (2004 :19) mendefinisikan risiko sebagai bentuk-bentuk peristiwa yang mempunyai pengaruh terhadap kemampuan seseorang atau sebuah institusi untuk mencapai tujuannya.
Lebih jelas dan terfokus dari defenisi diatas, bank Indonesia mendefinisikan risiko sebagai potensi terjadinya peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian bank. Semua defenisi tersebut, bertujuan agar bank memiliki sense akan adanya urgensi atau perioritas tinggi untuk mengatasi atau mengelola risiko yang terjadi. Ketika bank mencoba mengaplikasikan defenisi kedalam program manajemen risiko, maka semua kegiatan atau usaha yang dilakukan akan melibatkan kegiatan yang membutuhkan perhatian atau kewaspadaan penuh, pengetahuan yang terus dikembangkan, pengalaman yang cukup memadai, dan kemampuan  serta energi yang terus diperbesar.
            Menurut Tampubolon dalam bukunya risk management (2004 :23), Klasifikasi Risiko yang biasa diambil oleh sebuah bank sesuai klasifikasi yang ditetapkan oleh bank Indonesia, yaitu:
a.    Risiko kredit
Risiko kredit adalah eksposur yang timbul sebagai akibat kegagalan pihak lawan (counterparty) memenuhi kewajibanya. Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas fungsional bank seperti penyaluran pinjaman, dan kegiatan jasa pembiayaan perdagangan yang tercatat dalam buku bank.
b.    Risiko pasar
Risiko pasar adalah eksposur yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (suku bunga dan nilai tukar) dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang berbalik arah dari yang diharapkan (adverse movement), dapat menimbulkan kerugian bagi bank.
c.    Risiko likuiditas
Risiko likuiditas adalah eksposur yang timbul karena bank tidak mampu memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo.
d.    Risiko operasional
Risiko operasional adalah eksposur yang timbul karena adanya ketidak cukupan atau tidak berfungsinya proses internal (process factors).juga adanya kesalahan atau kecurangan manusia (human factors), kegagalan sistem (system factors) dalam mencatat, membukukan dan melaporkan transaksi secara lengkap, benar dan tepat waktu. Termasuk kegagalan dalam mematuhi ketentuan interen maupun regulasi yang sedang dan akan berlaku, atau adanya problem eksternal (eksternal factors) seperti perubahan regulasi yang mempengaruhi operasional bank.
e.    Risiko hukum
Risiko hukum adalah eksposur yang timbul karena adanya kelemahan aspek yuridis, antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung, atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya suatu kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna.
D. Pengertian Manajemen Risiko
Sejalan dengan pengertian risiko yang telah dikemukan sebelumnya maka untuk menjelaskan lebih lanjut tentang manajemen risiko, maka dapat dijelaskan bahwa manjemen risiko menurut Bank Indonesia dalam Tampubolon dalam bukunya risk management (2004:33),  manajemen risiko sebagai serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasitan usaha bank.
Lebih lanjut Widigdo sukarman dalam Tampubolon dalam bukunya risk management (2004 :33), medefinisikan sebagai keseluruhan sistem pengelolaan dan pengendalian risiko yang dihadapi oleh bank yang terdiri dari seperangkat alat, teknik, proses manajemen (termasuk kewenangan dan sistem prosedur operasional) dan organisasi yang ditujukan untuk memelihara tingkat profitabilitas dan tingkat kesehatan bank yang dilaporkan dalam corporate plan atau rencana strategis bank lainnya sesuai dengan tingkat kesehatan bank yang berlaku.
Merupakan suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas dan efisiensi yang lebih tinggi. Karena itu perlu terlebih dahulu dipahami tentang konsep-konsep yang dapat memberikan makna dan cakupan yang luas dalam rangka memahami proses-proses manajemen  risiko tersebut.
Dalam kaitannya dengan pengelolaan risiko, Bank dituntut melakukan manajemen risiko yang sehat. Menurut Soeisno Djojosoedarso dalam bukunya prinsip - prinsip manajemen risiko asuransi (2003:4), pengertian manajemen risiko secara sederhana adalah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh organisasi atau perusahaan, keluarga dan masyarakat. Jadi mencakup kegiatan merencanakan, mengorganisir, menyusun, memimpin/mengkoordinasi, dan mengawasi (termasuk mengevaluasi) program penanggulangan risiko.
Bank Indonesia melalui peraturan Bank Indonesia No.5/8/PBI/2003. Tanggal 19 Mei 2003 yang diuraikan lebih rinci dalam lampiran surat ederan Bank Indonesia No.5/21/DPNP Tanggal 29 September 2003 menjelaskan tentang pengertian manajemen risiko adalah, serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasikan, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank.
Manajemen risiko dapat di ikhtisarkan sebagai berikut :
1.    Melakukan Identifikasi Risiko.
Identifikasi risiko bertujuan menemukan secara sistematis risiko (kerugian potensial) yang mungkin dihadapi usaha. Dalam hal ini apabila risiko tidak teridentifikasi, maka berarti usaha tersebut menanggung risiko secara tidak sadar.
2.    Melakukan Pengukuran/Analisis Risiko
Tujuan pengukuran/analisis terhadap risiko adalah untuk menentukan relatif yang dihadapi. Pengukuran risiko dilakukan dengan melihat frekuensi atau jumlah dan tingkat kerugian yang akan terjadi.
3.    Melakukan Penanganan Risiko.
Setelah diketahui dan dilakukan pengukuran risiko pengusaha memutuskan bagaimana menangani risiko. Beberapa metode yang dapat digunakan dalam menangani risiko adalah :
a.    Menghindari risiko
b.    Mencegah dan mengendalikan risiko.
c.    Menahan risiko
d.    Memindahkan risiko.
4.    Pemantauan
Dalam penyusunan permohonan kredit, bahasan mengenai aspek risiko bertujuan untuk menjelaskan mengenai layak tidaknya usaha tersebut dibiayai apabila terjadi perubahan-perubahan pada unsur-unsur kelayakan pemasaran, teknologi dan produksi serta keuangan. Kajian terhadap aspek risiko ini terutama untuk menyajikan dan menganilisis: pertama, faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya risiko kegagalan usaha yang mungkin akan dihadapi pengusaha. Kedua, aspek risiko dalam suatu analisis kelayakan usaha apabila dikemudian hari ternyata usaha ini akan diusulkan dan dibiayai oleh Bank. Ketiga, perumusan langkah-langkah yang perlu diantisipasi untuk bisa keluar dari risiko kegagalan usaha.
Sedangkan yang dimaksud dengan risiko dijelaskan adalah  potensi terjadinya sesuatu peristiwa (Events) yang dapat menimbulkan kerugian bank. Selanjutnya menurut Soeisno Djojosoedarso dalam bukunya prinsip - prinsip manajemen risiko asuransi (2003:2), istilah risiko sudah biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari, yang umumnya sudah dipahami. Tetapi pengertian secara ilmiah dari risiko sampai saat ini masih tetap beragam, yaitu antara lain :
1.    Risiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu.
2.    Risiko adalah ketidakpastian (Uncertainty) yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian.
3.    Risiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa.
4.    Risiko adalah merupakan penyebaran/penyimpangan hasil aktual dari hasil yang diharapkan.
5.    Risiko adalah probabilitas sesuatu hasil yang berbeda dengan yang diharapkan.
Dalam konteks organisasi manejemen risiko, Bank tentu harus dapat menciptakan fungsi manajemen risiko yang independen terhadap Risk Taking Unit. Jadi, harus ada mengawasi dan diawasi. Bank harus mengembangkan kebijakan, metodologi dan infrastruktur yang dapat melindungi Bank dari kerugian akibat risiko disetiap sisi aktivitasnya.
Dalam kebijakan-kebijakan Bank harus menentukan tingkat toleransinya terhadap risiko yang tetap konsisten terhadap strategi usahanya, dan strategi itu sendiri harus menyatakan tujuan yang ingin dicapai dalam ukuran risiko dan target imbal hasil.
Kebijakan-kebijakan berbasis risiko itu tentu diharapkan pada semua risiko yang harus dihadapi Bank. Pihak manajemen bank juga harus dapat menetukan risiko-risiko mana yang harus ditopang dengan modal yang sepadan. Penerapan manajemen risiko akan memberi manfaat, baik kepada perbankan maupun kepada otoritas pengawasan bank. Bagi perbankan, penerapan manajemen risiko dapat meningkatkan Share Holder Value, memberikan gambaran kepada pengelola bank mengenai kemungkinan kerugian bank di masa mendatang, meningkatkan metode dan proses pengambilan keputusan yang sistematis, yang didasarkan pada ketersediaan informasi, digunakan sebagai dasar pengukur yang lebih akurat mengenai kinerja bank, digunakan untuk menilai risiko yang melekat pada instrument atau kegiatan usaha bank yang relatif kompleks serta menciptakan infrastruktur manajemen risiko yang kokoh dalam rangka meningkatkan daya saing bank. Penerapan manajemen risiko akan mempermudah penilaian terhadap kemungkinan kerugian yang dihadapi oleh pihak bank, yang dapat mempengaruhi permodalan bank dan sebagainya sebagai salah satu dasar penilaian dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan bank.

E.    Analisis Kredit
Perbankan sebagai suatu lembaga keuangan tidak terlepas dari risiko usaha. Perbankan mempunyai misi dan fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki surplus berupa tabungan, deposito maupun giro dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat termasuk pengusaha, yang membutuhkan dan dalam bentuk kredit. Oleh sebab itu perbankan akan menghadapi risiko yang lebih besar yang harus ditanggungnya karena risiko dalam penyaluran kredit dapat berdampak rugi bagi bank. Pada skala yang lebih besar akan berkaitan dengan risiko pada sisi penghimpun dana, yang dapat berdampak luas dan serius bagi perekonomian nasional. Agar dapat mengurangi bahkan menghindari terjadinya risiko tersebut pihak perbankan harus hati-hati dalam menyalurkan dana dengan menerapkan prinsip kehati-hatian (Prudential Banking).
Menurut Adinugroho dalam bukunya  perbankan, masalah perkreditan  (1999 : 27) Penyaluran kredit perbankan menerapkan berbagai persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi baik oleh pihak perbankan sendiri sebagai kreditur maupun oleh pihak nasabah sebagai debitur. Beberapa hal yang merupakan persyaratan dan ketentuan tersebut adalah melakukan analisis kredit dengan menggunakan prinsip-prinsip pemberian kredit yaitu prinsip 5C, 5P, dan juga 3R.
Adapun prinsip 5C yaitu :
1.    Character (Watak)
Watak atau Character adalah sifat dasar yang ada dalam hati seseorang. Watak dapat berupa baik atau jelek bahkan ada yang terletak diantara baik dan jelek. Watak merupakan bahan pertimbangan untuk mengetahui risiko. Bank sebagai pemberi kredit harus yakin bahwa calon peminjam termasuk orang yang bertingkah laku baik, dalam arti selalu memegang teguh janjinya, selalu berusaha dan bersedia melunasi utang-utangnya pada waktu yang telah ditetapkan. Tidak mudah untuk menetukan watak seseorang debitur apalagi debitur yang baru pertama kali mengajukan permohonan kredit.
2.    Capacity (Kemampuan)
Seseorang debitur yang mempunyai karakter atau watak baik selalu akan memikirkan mengenai pembayaran kembali hutangnya sesuai waktu yang ditentukan. Untuk dapat memenuhi kewajiban pembayaran debitur harus memiliki kemampuan yang memadai yang berasal dari pendapatan pribadi jika debitur perorangan atau pendapatan perusahaan bila debitur berbentuk badan usaha.
3.    Capital (Modal)
Seseorang atau badan usaha yang akan menjalakan usaha atau bisnis sangat memerlukan modal untuk memperlancar kegiatan bisnisnya. Seseorang yang akan mengajukan permohonan kredit baik untuk kepentingan produktif atau konsumtif maka orang itu harus memiliki modal.
4.    Collateral (Jaminan)
Jaminan berarti harta kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan guna menjamin kepastian pelunasan hutang jika dikemudian hari debitur tidak melunasi hutangnya dengan jalan menjual jaminan dan mengambil pelunasan dari penjualan harta kekayaan yang menjadi jaminan itu. Jaminan meliputi, jaminan yang bersifat materiil berupa barang atau benda yang bergerak atau benda yang tidak bergerak, misalnya : Tanah, bangunan, mobil, motor, dan lain-lain. Dan jaminan yang bersifat inmateriil merupakan jaminan yang secara phisik tidak dapat dikuasai langsung oleh bank, misalnya Jaminan pribadi (Borgtocht).
5.    Condition of Ekonomy (Kondisi Ekonomi)
Selain faktor-faktor di atas yang perlu mendapat perhatian penuh dari analisis adalah kondisi ekonomi Negara. Kondisi ekonomi adalah situasi ekonomi pada waktu dan jangka waktu tertentu dimana kredit itu diberikan oleh bank kepada pemohon. Apakah kondisi ekonomi pada kurun waktu kredit dapat mempengaruhi usaha dan pendapatan pemohon kredit untuk melunasi hutangnya. Kondisi ekonomi yang dapat mempengaruhi kemampuan pemohon kredit mengembalikan hutangnya sering sulit untuk diprediksi. Kondisi ekonomi Negara yang buruk sudah pasti mempengaruhi usaha pemohon kredit dan pendapatan perorangan yang akibatnya berdampak pada kemampuan pemohon kredit untuk melunasi hutangnya.
Prinsip 5P yaitu :
2.    Party (Golongan)
Yang dimaksud dengan Party disini adalah mencoba menggolongkan calon debitur kedalam kelompok tertentu menurut prinsip 5C.
3.    Purpose (Tujuan)
Adalah penggunaan kredit yang diajukan, apa tujuan yang seharusnya (real purpose) dari kredit tersebut apakah mempunyai aspek-aspek sosial yang positif dan luas atau tidak, selanjutnya juga sebagai kreditur maka bank harus meneliti apakah kreditnya benar-benar dipergunakan sesuai dengan tujuan semula.
4.    Payment (Sumber Pembayaran)
Setelah mengetahui real purpose dari kredit tersebut maka hendaknya diperkirakan dan hitung kemungkinan-kemungkinan besarnya pendapatan yang akan dicapai atau dihasilkan. Dengan demikian bank dapat pula menghitung kemampuan dan kekuatan debitur untuk membayar kembali kreditnya, sekaligus juga dapat ditentukan cara pembayaran dan jangka waktu pengembalian kreditnya.
5.    Profitability (Kemampuan Untuk Mendapatkan Keuntungan)
Profitability disini bukanlah keuntungan yang dicapai oleh debitur semata-mata melainkan pula dinilai dan dihitung keuntungan-keuntungan yang mungkin akan dicapai oleh bank, andaikata memberikan kredit terhadap debitur tertentu, dibandingkan dengan debitur yang lain atau kalau tidak memberikan kredit sama sekali.
6.    Protection (Perlindungan)
Protection dimaksudkan untuk berjaga-jaga terhadap hal-hal yang tidak diduga sebelumnya, maka bank perlu untuk melindungi kredit yang diberikannya antara lain dengan jalan meminta collateral atau jaminan dari debiturnya bahkan mungkin pula baik jaminannya maupun kreditnya diasuransikan.
Prinsip 3R yaitu :
Konsep lain yang menyangkut persyaratan pemberian kredit ialah apa yang disebut 3R yaitu :
1.    Return (Hasil Yang Dicapai)
Return disini dimaksudkan penilian atas hasil yang akan dicapai oleh perusahaan debitur setelah dibantu dengan kredit oleh bank. Persoalannya ialah apakah hasil tersebut dapat menutup untuk pengambilan pinjamannya serta bersamaan dengan itu memungkinkan pula usaha-usahanya untuk berkembang terus atau tidak.
2.    Repayment (Pembayaran Kembali)
Dalam hal ini bank harus menilai beberapa lama perusahaan pemohon kredit dapat membayar kembali pinjamannya sesuai dengan kemampuan membayar kembali dan apakah kredit harus diangsur atau dicicil atau dilunasi sekaligus akhir periode.
3.    Risk Bearing Ability (Kemampuan Untuk Menanggung Risiko)
Dalam hal ini bank harus mengetahui dan menilai sampai sejauh mana perusahaan pemohon kredit mampu menanggung risiko kegagalan andaikata terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Pada umumnya kredit merupakan salah satu produk bank yang terbesar jumlahnya tercantum dalam sisi aktiva bank, berarti merupakan sumber utama pendapatan bank dari pada pendapatan lainnya. Namun kredit juga mengandung risiko yang besar bagi bank, apabila tidak tertagih akan menimbulkan kerugian. Risiko kredit yang dihadapi bank yang berdampak risiko rugi bagi bank pemberi kredit sangat berhubungan dengan risiko kegagalan usaha debitur kredit.

F.  Pengertian Kolektibilitas Kredit
Menurut Sulad Sri Hardanto dalam bukunya manajemen risiko bagi bank umum (2008:107), credit Risk mitigation adalah tekhnik dan kebijakan untuk mengelola risiko kredit dalam rangka meminimalisir peluang atau dampak dari kerugian yang disebabkan oleh kredit bermasalah.
Lebihlanjut berdasarkan peraturan Bank Indonesia, PBI No.7/2/PBI/2006 tanggal 20 Januari 2005 klasifikasi kredit sebagai berikut:
1.    Lancar                                    : 0 hari
2.    Dalam perhatian khusus    : 1 - 90 hari.
3.    Kurang lancar                      : 91 - 120 hari.
4.    Diragukan                             : 121 - 180 hari.
5.    Macet                                     : > 181 hari.
Penaksiran klasifikasi risiko kredit yaitu :
1.    Risiko rendah (low) bila risiko kredit masih berada di bawah 5%.
2.    Risiko sedang (moderate) bila risiko kredit berada pada 5%-10%.
3.    Risiko tinggi (high) bila risiko kredit berada di atas 10%.
 Kolektibilitas kredit adalah gambaran dari keadaan pembayaran utang pokok serta angsuran dan bunga pinjaman serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan dalam surat berharga atau penanaman lainya. Kolektibilitas menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.7/2/PBI/2005 tanggal 20 januari 2005, dapat dilihat pada tabel berikut:











Tabel .1
 kolektibilitas ketetapan pembayaran pokok dan bunga
Sumber: Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20 januari 2005

Tiga kelompok terakhir yaitu kurang lancar, diragukan dan macet sesuai ketentuan bank Indonesia digolongkan sebagai kredit bermasalah atau Non Performing Loan.  Menurut Umar dalam bukunya Research in Finance And Banking (2001 : 161)  yang ditunjukan dengan perbandingan dari jumlah seluruh kredit dengan formula:
 




G.  Pengertian Dan Pengukuran Kredit Bermasalah
Risiko kredit terbesar yang dipikul oleh bank berasal dari kegiatan pemberian kredit,adapun bentuknya bermacam-macam, seperti Risiko kredit, Risiko pasar, Risiko likuiditas, Risiko operasional, Risiko hukum, Risiko  Risiko kredit menurut Dendawijaya dalam bukunya manajemen perbankan (2000 : 46 ), kredit bermasalah terutama disebabkan oleh kegagalan pihak debitur memenuhi kewajibanya untuk membayar angsuran (cicilan) pokok kredit beserta bunga yang telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian  kredit. Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :    
1.    Terjadi kegagalan pemenuhan perjanjian pembayaran angsuran kredit
2.    Terjadi penundaan pembayaran tanpa alasan yang jelas.
3.    Terdapat kemungkinan kerugian yang melebihi batas toleransi kreditur/bank.
4.    Diperlukan tindakan hukum untuk memperoleh kembali tagihan  kredit.
Indikasi terjadinya potensi kredit bermasalah adalah sebagai berikut:
1.    Terjadinya keterlambatan pembayaran bunga dan atau pokok kredit
2.    Tidak melunasi sama sekali.
3.    Diperlukan negosiasi kembali atas syarat pembayaran kredit dan bunga yang tercantum dalam perjanjian kredit.
            Pengukuran Risiko kredit dilakukan dengan menetapkan score yang dapat mengacu ke internal credit risk rating yang ada, dengan mempertimbangkan hal-hal seperti berikut :
1      Karakteristik setiap jenis kredit, kondisi keuangan debitur, serta struktur kredit yang diperjanjikan dalam kontrak.
2      Potensi terjadinya kegagalan membayar, yang menggunakan skenario paling mungkin sampai paling buruk.
3      Besarnya kerugian yang ditimbulkan apabila gagal bayar tersebut terjadi.
4      Aspek jaminan dan marketabillity-nya.
5      Kesiapan dan kemampuan Bank dalam menyerap potensi kegagalan yang diperkirakan.

DAFTAR PUSTAKA
Azis, Abdul dan Miftah, Fauzi. 1997. Perkreditan dan Pengembangan Usaha Kecil. Bank Indonesia Jakarta.
Adinugroho, Tjipto R. 1999. Perbankan, Masalah Perkreditan. Yagrat : Jakarta.
Dendawijaya, Lukman, 2000, Manajemen Perbankan, Ghalia Indonesia, Jakarta

Djojosoedarso, Soeisno. 2003. Prinsip - Prinsip Manajemen Risiko Asuransi. Salemba Empat : Surabaya.

Fardiansyah, Teddy. 2006. Refleksi dan Strategi Penerapan Manajemen. Risiko Perbankan Indonesia. PT Elexmedia Komputindo Kelmpok Gramedia : Jakarta.

Hartanto, Sulad Sri. 2006. Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. PT Elexmedia Komputindo Kelmpok Gramedia : Jakarta.

Hasibuan, S.P, Melayu. 2002. Dasar - Dasar Perbankan. Cetakan Keenam. Bumi Aksara : Jakarta.
Kasmir. 1999. Bank dan Lembaga keuangan Lainnya. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Kasmir. 2005. Manajemen Perbankan. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.7/2/PBI/2005 Tertanggal 20 januari 2005
Reksohadiprodjo, Susatyo. 1996.  Ekonomi Keuangan dan Perbankan. PT Pembangunan : Jakarta.
Susilo, S.Y dkk. 2000. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Salemba Empat : Jakarta.
Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 4 Kep/Dir tanggal 4 April 1997
Tampubolon, Robert, 2004, Manajemen Risiko Pendekatan Kualitif Untuk Bank Komersial, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta
Taswan. 2006. Manajemen Perbankan. Cetakan Pertama. YKPN : Yogyakarta.
Umar, Husain, 2001, Research in Finance And Banking, PT. Gramedia, Jakarta
Undang - Undang Nomor 10. Tahun 1998 Tentang Perbankan. Sinar Grafika : Jakarta.
Veithzal, Rivai dan Andria Permata Veithzal. 2006. Credit Management  Handbook. Edisi Pertama. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar