Memasuki Era Reformasi pada abad ke- 29
ditandai dengan terjadinya perubahan di lingkungan birokrasi pemerintah.
Reformasi ini telah mengubah sistem kehidupan negara yang dipenuhi dengan
tuntutan untuk menciptakan good governance yang terbebas dari tindakan Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme serta penciptaan sistem pemerintahan yang lebih berimbang
diantara eksekutof, judikatif dan legislatif.
Perubahan penting yang secara
konsidental etrjadi adlah reformasi manajemen keuangan pemerintah . Reformasi manajemen keuangan pemerintah tersebut
diperlukan untuk dapat menghasilkan suatu manajemen keuangan pemerintah yang
transparan, akuntabel yang mendukung peningkatan peran serta masyarakat dan
supremasi hukum di bidang keuangan negara dan peningkatan kinerja pemerintah.
Reformasi manajemen keuangan
pemerintah perlu dilakukan secara menyeluruh mulai dari aspek perencanaan,
penganggaran, akuntansi, pengendalian dan auditing. Namun diantara semua aspek
tersebut aspek penganggaran dianggap sebagai isu sentral bila di pandang dari
sisi waktu. Kalau aspek akuntansi lebih bersifat “retropositive” ( pencatatan masa lalu ), maka aspek penganggaran
bersifat “prospective“ ( pencatatan
masa yang akan datang ). Karena aspek penganggaran dianggap sebagai isu
sentral, maka para manajer publik harus lebih hati - hati dalam mengatur
masalah pengelolaan keuangan dan anggaran ini. Anggaran merupakan alat utama
bagi bagi pemerintah untuk melaksanakan semua kewajiban, janji, dan
kebijakannya ke dalam rencana - rencana kongkrit dan terintegrasi dalam hal
tindakan apa yang diambil, hasil apa yang dicapai, pada biaya berapa dan siapa
yang akan membayar biaya- biaya tersebut.
Anggaran pendapatan dan belanja daerah yang
pada hakikatnya merupakanpenjabaran kuantitatif dari tujuan dan sasaran
pemerintah serta tugas pokok dan fungsi unit keerja harus disusun dalam
struktur yang berorientasi pada pencapaian tingkat kinerja tertentu. .Artinya
APBD harus mampu memberikan gambaran yang jelas tentang tuntutan besrnya
pembiayaan atas berbagai sasaran yang hendak dicapai, tugas- tugas dari fungsi
pokok sesuai dengan kondisi, potensi, aspirasi, dan kebutuhan riil di
masyarakat untuk suatu tahun tertentu. Dengan demikian alokasi dana yang
digunakan untuk membiayai berbagai program dan kegiatan dapat memberikan
manfaat dan pelayanan yang berorientasi pada kepentingan publik.
Salah satu perubahan yang
terjadi akibat perubahan paradigma pengelolaan keuangan daerah yakni penyusunan
APBD. Penyusunan APBD merupakan langkah awal yang menjadi dasar untuk
pelaksanaan dan pertanggungjawaban yang dilakukan olehpemerintahan. Dalam
penyusunan APBD tahun anggaran 2008 tetap berorentasi pada anggaran berbasis
kinerja yaitu suatu pendekatan penganggarn yang mengutamakan keluaran/ hasil
dari kegiatan atau program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan
penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.
Dalam masa transisi penerapan
Permendagri No. 13 Tahun 2006, Pemerintah Daerah perlu memperhatikan perubahan
– perubahan yang terjadi, khususnya dalam hal pihak yang terkait, dokumen –
dokumen yang diguanakan dan prosedur – prosedur yang digunakan.
- Anggaran Daraeh
1. Pengertian Anggaran daerah
Anggaran merupakan pernyataan
mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waaktu tertentu
yang dinyatakan dalam ukuran financial, sedangkan penganggaran adalah proses
untuk mempersiapkan suatu anggaran.
Anggaran publik akan berisi
rencana perolehan yang akan dipersentasikam dalam bentuk rencanaperolehan
pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Dalam bentuk yang paling
sederhana, anggaran merupakan suatu dokumentasi yang menggambarkan kondisi
keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapat,
belanja, dan aktifitas. Anggaran berisi estimasi mengenai apa yang dilakukan
organisasi di masa yang akan datang.
Menurut pendapat Mardiamo (2002
: 62) mendifinisikan anggaran sektor sektor publik sebagai anggaran yang berisi
rencana kegiatan yang reresentasikam dalam bentuk rencana perolehan pendapatan
dan belanja dalam satuan moneter.
Menurut National Committe on
Govermntal Accounting (NCGA), saat Govermental Accounting Standards Board
(GASB) dikutip oleh Indra Bastian (2001 : 79)
mendefinisikan anggaran sebagai suatu rencana operasi keuangan, yang
mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendatan yang
diharapkan untuk menbiayainyadalam periode waktu tertentu.
Sedangkan Bahtiar (2002 : 14) dalam
buku Akuntani sektor Publik mendefinisikan anggaran sebagai catatan masa lalu,
rencana masa depan, mekanisme pengalokasian sumber daya, metode untuk
pertumbuhan, alat penyaluran pendapatan, mekanisme untuk negoisasai, harapan
aspirasi strategi organisasi, suatu bentuk kekuatan kontrol, dan alat atau
jaringan komunikasi.
Berdasarkan definisi - definisi
anggaraan tersebut, maka dapat diringkas menjadi:
a. Rencana Keuangan mendatang yang berisi pendapatan
dan belanja.
b. Gambaran strategi pemerintah dalam pengalokasian
sumber daya untuk pembangunan.
c. Alat pengendalian
d. Instrumen politik
e. Disusun dalam periode tertentu.
Akan tetapi, anggaran bukanlah
kompas karena tidak ada seorang pun yang mengetahui sesuatu secara pasti di
masa depan, dan selanjutnya perlu dicari informasi lain yang menggambarkan
kenyataan dari alikasi sumber daya. Untuk itu, analisis alokasi dan stategi
pembangunan tidak hanya mendasarkan pada anggaran, tetapi juga memperhatikan
bagaimana realisasi dan anggaran tersebut.
2. Fungsi dan tujuan Anggaran
Adapun fungsi anggaran menurut Indra bastian (2002 :
80) dalam buku Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah Daearah anggaran
berfungsi sebagai berikut:
a. Anggaran merupakan hasil akhir proses penyusunan
rencana kerja.
b. Anggaran merupakan cetak biru aktivtas yang akan
dilaksanakan di masa mendatang.
c. Anggaran sebagai alat komunikasi intern yang
menghubungkan berbagai unit kerja dan mekanisme kerja antar atasan dan bawahan.
d. Anggaran sebagai alat pengendalian unit kerja.
e. Anggaran sebagai alat motivasi dan persuasi tindakan
efektif dan efisien dalm pencapaian visi organisasi.
Adapun tujuan penyusunan
anggaran, diantaranya disebutkan oleh Mardiasmo (2002 : 68) sebagai berikut:
a. Membantu pemerintahmencapai tujuan fiscal dan
meningkatkan koordinasi antar bagian dalam lingkungan pemerintahan.
b. Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam
menyediakan barang dan jasa publik melalui proses pemrioritasan.
c. Memungkinkan bagi pemerintahan untuk memenuhi
prioritas belanja.
3. Prinsip- prinsip anggaran
Setiap satuan kerja hendaknya
menggunakan anggaran secara efisien, tepat guna, serta tepat waktu dalam
mempertanggungjawabkannya. Indra Bastian (2006: 66) menjelaskan beberapa
prinsip dalam disiplin anggaran, yaitu:
a. Prinsip Kemandirian
Mengupayakanpeningkatan sumber-
sumber pendapatan sesuai dengan potensi dalam rangka mengurangi ketergantungan
kepada organisasi lain.
b. Prinsip Prioritas
Pelaksanaan anggaran hendaknya tetap mengacu
kepada prioritas utama pembangunan di dareah.
c. Prinsip Efisiensi dan Efektifitas Anggaran
Menyediakan pendanaan dan penghematan yang
mengarah pada skala prioritas.
Penyusunan anggaran dapat
dikatakan baik apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Berdasarkan program
2. Bedasarkan pusat pertanggungjawaban, pusat biaya,
pusat laba, dan pusat investasi.
3. Sebagai alat perencanaan dan pengendalian
4. Sebagai alat motivasi kinerja pegawai.
- Anggaran Kinerja
Reformasi sektor pubik yang
salah satunya ditandai dengan munculnya era New
Public Management telah mendorong upaya untuk mengembangkan pendekatan
anggran yang lebih sistematis dalam perencanaan anggran pemerintahan. Sistem
anggaran kinerja merupakan salah satu anggaran tang dapat memenuhi tuntutan
perkembangan reformasi pemerintah yang terdi atas p[enyusunan program dan tolak
ikur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program.
1.
Pengertian anggaran kinerja
Secara umum terdapat berbagai
pekerjaan tentang anggaran kinerja. Indra Bastian (2001 : 92 ) menjelaskan
bahwa anggran kinerja merupakan teknik penyusunan berdasarkan pertimbangan
beban kerja (work load) dan unit cost dan setiap kegiatan yang terstruktur.
Maksud terstruktur disini dimulai dari pencapaian tujuan, program, dan
dilandasi pemikiran bahwa penganggaran digunakan sebagai alat manajemen.
Sjahruddin Rasul (2003:49) mengutip
pengertian anggaran kinerja dari Government
of Alberta, Canada bahwa Anggaran kinerja adalah suatu sistem perencanaan,
penganggaran, evaluasi yang menekankan pada hubungan antara uang yang
dianggarkan dengan hasi- hasil yang dihrapkan.
Intisari dari berbagai berbagai
pengertian diatas pada dasarnya merunjuk bahwa melalui penerapan anggraan
berbasis kinerja yang menyajikan informasi kinerja secara bersamaan dengan
jumlah dana yang dibutuhkan akan meningkatkn kualitas proses pengambilan
keputusan ( pengaggaran ). Hal ini disebabkan oleh fokus alokasi anggaran akan
lebih diarahkan pada hasil - hasil yang diinginkan.
2.
Ciri- ciri Pokok Anggaran berbasis Kinerja
Ciri- ciri pokok anggaran berbasis kinerja
diantaranya:
1. Secara umum sistem ini mengandung tiga insur pokok,
yaitu :
a. Pengeluaran pemerintah diklasifikasikan menurut
program dan kegiatan
b. Pengukuran
hasil kerja (Performence Measurement)
c. Pelaporan
Program ( Program Reporting )
2. Titik perhatian lebih ditekankan pada pengukuran
hasil kerja, bukan pada pengwasan.
3. Setiap kegiatan harus diliht dari segi efisiensi dan
memaksimalkan output.
4. Bertujuan untuk menghasilkan informasi biaya dan
hasil kerja yang dapat digunakan untuk penyusunan target dan evaluasi
pelaksanaan kerja.
Berdasarkan dari ciri- ciri
tersebut, maka penerapan anggaran yang berbasis kinerja dapat memberikan
beberapa manfaat antara lain:
1. Memungkinkan
pendelegasian wewenang dalam pengambilan keputusan
2. Merangsang
partisipasi dan motivasi satuan kerja melalui proses pengusulan dan penilaian
anggaran yang bersifat faktual.
3. Membantu
fungsi perencanaan dan mempertajam pembuatan keputusan.
4. Memungkinkan alokasi dana secara optimal dengan
didasarkan efisiensi satuan kerja.
5. Menghidarkan
pemborosan.
3.
Karakteristik Anggaran Berbasis kinerja
APBD dengan pendekatan anggaran
kinerja harus memuat beberapa hal, yaitu
1. Sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja.
2. Standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan
biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan.
3. Persentasi dari jumlah pendapatan APBD yang mendanai
pengeluaran APBD.
4.
Indikator Kinerja
Pengertian indikator kinerja diartikan sebagai
ukuran kuantitatif atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu
sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian indikator kinerja
harus merupakan sesuatu yang dapat diukur dan digunakan sebagai dasar untuk
menilai kinerja, baik pada tahap perencanaan (ex-ante), tahap pelaksanaan ( on-going ), maupun setelah selesai ( ex-post ). Indikator kinerja juga dapat
digunakan untuk melihat kemajuan dalam hal pencapaian tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan oleh organisasi instansi pemerintahan.
Secara umum, indikator kinerja memiliki beberapa
fungsi sebagai mana yang disampaikan oleh Badrul Munir (2003 : 61) sebagai
berikut:
a. Memperjelas tentang apa, beberapa, dan kapan suatu
kegiatan dilaksanakan.
b. Menciptakan konsensus yang dibangun oleh berbagai
pihak terkait untuk menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan
kegiatan termasuk dalam menilai kinerja instansi pemerintah yang
melaksanakannya.
c. Membangun dasar bagi pengukuran, analisis, dan
evaluasi kinerja organisasi.
Sebelum menyusun dan mnetapkan indikator kinerja,
telebih dahulu perlu diketahui syarat-syarat dalam penyusunan indikator
kinerja, dimana syarat ini berlaku untuk semua kelompok kinerja. Syarat
tersebut adalah sebagai berikut::
a. Spesifik dan jelas, sehingga mudah dipahami dan
meminimalisasi kemungkinan kesalahan interpretasi.
b. Dapat diukur secara objektif, baik yang bersifat
kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif yaitu dua atau lebih yang mengukur
indikator kinerja mempunyai kesimpulan yang sama.
c. Relevan, indikator kinerja harus menangani
aspek-aspek objektif yang relevan
d. Dapat dicapai dan bermanfaat, untuk menujukkan
keberhasilan masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak.
e. Efektif, data yang digunakan berkaitan dengan
indikator kinerja yang berdsangkutan dapat dikumpulkan, diolah dan dianalisis
dengan biaya yang tersedia.
Setelah menetapkan program dan
aktivitas dari organisasi dan mengidentifikasikan elemen-elemen dari program
tersebut, maka data dan informasi yang tersedia dapat digunakan untuk merancang
indikator kinerja guna mengukur, menganalisa dan melakukan evaluasi kinerja
organisasi. Indikator kinerja yang dimaksud adalah
1. Indikator masukan (Input). Indikator masukan mengukur jumlah sumber daya seperti dana,
SDM, paeralatan, material, dan masukan lain yang dipergunakan untuk
melaksanakan kegiatan.
2. Indikator Keluaran (Output). Indikator keluaran merupakan hasil langsung yang dicapai
dari input suatu kegiatan, Dengan membandingkan keluaran, organisasi dapat
menganalisis sejauh mana kegiatan terlaksana dengan rencana.
3. Indiktor Hasil (Outcome).
Indikator hasil merupakan pencerminan dari berfungsinya keluaran kegiatan
jangka menengah (efek langsung).
4. Indikator Manfaat (Benefit). Indikator manfaat menggambarkan menfaat yang diperoleh
secara langsung dari indikator hasil. Manfaat baru tampak setelah beberapa
tahun kemudian, khususnya jangka menengah dan panjang.Indikator manfaat
menunjukkan hal-hal yang diharapkan untuk dicapai bila keluaran dapat
diselesaikan dan berfungsi dengan optimal.
5. Indiaktor Dampak (Impact). Indikator dampak memperlihatkan pengaruh yang ditimbulkan
dari manfaat yang diperoleh dari hasil kegiatan.
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
1.
Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) merupakan inti pengurusan umum keuangan daerah. Abdul Halim
(2005: 15) mendefinisikan APBD sebagai Rencana operasional keuangan Pemerintah
daerah, dimana disatu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran
setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah
dalam 1 tahun anggaran tertent, dan dipihak lain menggambarkan
perkiraan-perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna
menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.
Ahmad Yani (2002:239)
mendefinisikan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah suatu
rencena keuangan tahunan yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang
APBD.
APBD disusun dengan kebutuhan
penyelenggaraan pemerintah dan kemampuan pendapatan daerah. Adapun definisi
tentang APBD menurut peraturan Menteri DalaM Negeri No.13 tahun 2006 adalah
rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama
oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Dari ketiga definisi tersebut,
dapat disimpulkan bahwa anggaran daerah, yang memiliki unsur sebagai berikut:
a. Rencana kegiatan suatu daerah beserta urainnya secar
rinci.
b. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target
minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktifitas-aktifitas
tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal
pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan.
c. Periode anggaran biasanya 1 (satu) tahun.
2.
Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) juga
mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi dan
stabilisasi. Keterangannya sebagai berikut:
a. Fungsi otorisasi, berarti bahwa anggaran daerah
menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang
bersangkutan.
b. Funsgi perencanaan, berarti bahwa anggaran daerah
menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang
bersangkutan
c. Fungsi pengawasan, bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
d. Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran daerah harus
diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja / mengurangi pengangguran dan
pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisien dan aktivitas perekonomian.
e. Fungsi stabilitasi, berarti bahwa anggaran daerah
menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian daerah.
3.
Prinsip Penyusuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Berdasarkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri No. 30 Tahun 2007, prinsip-prinsip dalam penyusunan APBD,
meliputi:
a. Partisipasi masyarakat
Hal ini mengandung makna bahwa pengambilan keputusan
dalam proses penyusunan dan penetapan APBD sedapat mungkin melibatkan
partisipasi masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui akan hak dan
kewajibannya dalam pelaksanaan APBD.
b. Transparansi dan akuntabilitas Anggaran
APBD yang disusun harus dapat menyajikan informasi
secara tyerbuka dan mudah diakses oleh masyarakat meliputi tujuan, sasaran,
sumber pendanaan pada setiap jenis belanja serta korelasi antara besaran
anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang
dianggarkan.
c. Disipliin Anggaran
Dalam disiplin anggaran yang
perlu diperhatikan antara lain:
1. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan
yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan,
sedangkan belanja yang dianggarakan merupakan batas tertinggi pengeluaran
belanja.
2. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya
kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan
melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit
anggarannya dalam APBD / perubahan APBD.
3. Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun
anggaran yang bersangkutan harus dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui
rekening kas umum daerah.
d. Keadilan Anggaran
Pajak daerah, retribusi derah,
dan pungutan daerah lainnya yang dibebankan kepada masyarakat harus
mempertimbangkan kemampuan masyarakat untuk mmbayar. Masyarakat yang memiliki
kemampuan pendapatan rendah secara proporsional diberi beban yang sama,
sedangkan masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk membayar tinggi diberikan
beban yang tinggi pula. Untuk menyeimbangkan kedua kebijakan tersebut pemerintah
daerah dapat melakukan perbedaan tarif secara resional guna menghilangkan rasa
ketidakadialan. Selain daripada itu dalam mengalokasikan belanja daerah, harus
mempertimbangkan keadilan dan pemerataan agar dapat dinikmati oleh seluruh
lapisan masyarakat tanpa diskrminasi pemberian pelayanan
e. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran
Dana yang tesedia harus dimanfatkan dengan sebaik
mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang
semaksimal guna kepentingan masyarakat.
f. Taat Azas
APBD sebagai rencana keuangan tahunan pemerintah
daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah dalam penyusunannya tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan tidak
boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan daerah lainnya.
4.
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daearh
berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006
Dalam penyusunan APBD tahun
anggaran 2008 tetap berorientasi pada anggaran berbasis kinerja atau prestasi
kerja yaitu suatu pendekatan penganggaran yang mengutamakan keluaran atau hasil
dari program dan kegiatan yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan
penggunaan anggran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Dalam hal ini,
setiap dana yang dianggarkan untuk melaksanakan program dan kegiatan harus
terukur secara jelas indikator kinerjanya yang dipresentasikan kedalam tolak
ukur kinerja serta target dan sasaran yang diharapkan.
Selain dari pada itu, melalui
Peraturan menteri Dalam Negeri nomor 13 tahun 2006, dalam penyusunan APBD Tahun
Anggaran 2008 ditekankan pada penyusunan anggaran yang terpadu (unified budget)
dimana dalam penyusunan rencana keuangan tahunan dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna
mlaksanakan kegiatan pemerintah yang didasarkn pada prinsip pencapaian
efisiensi alokasi dana. Penyusunan aPBD secra terpadu selaras dengan penyusunan
anggaran yng berorientasi pada anggaran berbasis kinerja atu prestasi kerja.
Langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam menyusun APBD pada tahun anggaran 2008 yaitu:
1. Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA)
2. Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
(PPAS)
3. Penyusunan dan penyampaian surat edaran kepada
daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD kepada seluruh SKPD.
4. penyusunan rancangan peratuan daerah tentang APBD
5. Penyusunan rencana peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
6. Penyampaian rencana peraturan daerah tentang APBD
dan peraturan kepala daerah tentng penjabaran APBD.
Dalam penyusunan APBD dengan
pendekatan kinerja, terlebih dahulu belanja dikelompokkan ke dalam anggaran
belanja tidak langsung dan anggaran belanja langsung.
a. Kelompok belanja langsung, mencakup : belanja
pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.
b. Kelompok belanja langsung, mencakup : belanja
pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal.
Selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan
anggaran belanja daerah mengakibatkan terjadinya surplus / defisit APBD.
1. Surplus APBD
terjadi apabila anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih besar dari
anggaran belanja daerah. Bila terjadi surplus maka yang diutamakan adalah untuk
pembayaran pokok utang.
2. Defisit anggaran terjadi apabila anggaran pendapatan
diperkirakan lebuh kecil dari anggaran belanja daerah. Pendanaan untuk menutupi
defisit tersebut ditetapkan dari sumber sisa lebih perhitungan anggaran tahun
anggaran sebelumnya.
5. Dokumen yang digunakan
Dokumen – dokumrn yang digunakan sebagai acuan /
pedoman untuk menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yaitu :
1. Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah
Yaitu dokumen yang memuat kebijakn bidang
pendapatn, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yng mendasarinya untuk periode
1 (satu) tahun.
2. Perioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Yatu merupakan program prioritas dan patokan
batas maksimim maksimal nggran yang diberikan kepad SKPD untuk setiap program
sebagai acuan dalam penyusunan RKA - SKPD
3. Nota Keuangan
Yaitu merupakan dokumen pendukung yang
dilampirkan bersama RAPBD untuk menyusun reperda tentang APBD yang menjelaskan
tentang komdisi umum keuangan daerah, permasalahan utama, estimasi dan
kebijakan umum yang mendasari.
DAFTAR
PUSTAKA
Bahtiar, Arif, Muchlis & Iskandar 2002.
Akuntansi Pemerintahan. Edisi 1. Jakarta: Salemba Empat
Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor Publik. Edisi
1. Cetakan Pertama. Yogyakarta : BPFE.
Bastian, Indra. 2006. Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah
Daerah di Indonesia. Edisi 1. Cetakan Pertama. Jakarta : Salemba Empat.
Baswir, Revrisond. 1999. Akuntansi Pemerintahan Indonedsia. Edisi ketiga,
yogyakarta : BPFE.
Direktorat Pengelolaan Keuangan Daerah, Direktorat Jenderal Otonomi
Daerah. 2002. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002, Jakarta : Departemen Dalam Negeri.
Fadillah, Nuh dan muhtar. 2004. Proses Penyusunan Anggran &
Pengalokasian Belanja di Pemda Kabupaten Wonogiri.
Gade, Muhammad, 2002. akuntansi Pemerintah. Jakarta. LPFE-UI.
Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Jakarta :
Salemba Empat.
Lembaga Administrasi Negara dan BPKP, Akuntabilitas dan Good Gavermence :
Modul sosialisasi Sistem akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, modul 1
sampai 5, Jakarta : LAN dan BPKP.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Edisi 1. Yogyakarta : Andi
Yogyakarta.
Mardiamo. Otonomi
dan Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta : Penerbit Andi Yogyakarta.
Munir, Badrul.
2003. Perencanaan anggaran Kinerja, Memangkas Inefesiensi Anggaran Daerah.
Yogyakarta : Samawa Center.
Nordiawan, Deddi,
2005 Akuntansi Sektor Publik. Jakakarta : Salemba Empat.
Pemerintah
Republ;ik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah. Jakarta.
Pemerintah
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah . Jakarta.
Pemer5intah
Republik Indonesia, Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyusunan Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Amnggaran 2008. Jakarta.
Rasul.
Sjahruddin. 2003. Pengintegrasian Sistem Akuntabilitas dan Anggaran Dalam
Perspektif UU No. 17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara. Jakarta Perum
Percetakan Negara Republik Indonesia.
& Ghozali
Imam. 2001. Pokok – pokok Akuntasi pemerintahan. Edisi 4. Yogyakarta : BPFE.
Yani. Ahmad,
2002. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PT. Radja Grafindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar