Powered By Blogger

Kamis, 13 Oktober 2016

Implementasi Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( Berdasarkan Peraturan Menteri dalam Negeri No.13 Tahun 2006 )

 Memasuki Era Reformasi pada abad ke- 29 ditandai dengan terjadinya perubahan di lingkungan birokrasi pemerintah. Reformasi ini telah mengubah sistem kehidupan negara yang dipenuhi dengan tuntutan untuk menciptakan good governance yang terbebas dari tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta penciptaan sistem pemerintahan yang lebih berimbang diantara eksekutof, judikatif dan legislatif.
Perubahan penting yang secara konsidental etrjadi adlah reformasi manajemen keuangan pemerintah . Reformasi manajemen keuangan pemerintah tersebut diperlukan untuk dapat menghasilkan suatu manajemen keuangan pemerintah yang transparan, akuntabel yang mendukung peningkatan peran serta masyarakat dan supremasi hukum di bidang keuangan negara dan peningkatan kinerja pemerintah.
Reformasi manajemen keuangan pemerintah perlu dilakukan secara menyeluruh mulai dari aspek perencanaan, penganggaran, akuntansi, pengendalian dan auditing. Namun diantara semua aspek tersebut aspek penganggaran dianggap sebagai isu sentral bila di pandang dari sisi waktu. Kalau aspek akuntansi lebih bersifat “retropositive” ( pencatatan masa lalu ), maka aspek penganggaran bersifat “prospective“ ( pencatatan masa yang akan datang ). Karena aspek penganggaran dianggap sebagai isu sentral, maka para manajer publik harus lebih hati - hati dalam mengatur masalah pengelolaan keuangan dan anggaran ini. Anggaran merupakan alat utama bagi bagi pemerintah untuk melaksanakan semua kewajiban, janji, dan kebijakannya ke dalam rencana - rencana kongkrit dan terintegrasi dalam hal tindakan apa yang diambil, hasil apa yang dicapai, pada biaya berapa dan siapa yang akan membayar biaya- biaya tersebut.
 Anggaran pendapatan dan belanja daerah yang pada hakikatnya merupakanpenjabaran kuantitatif dari tujuan dan sasaran pemerintah serta tugas pokok dan fungsi unit keerja harus disusun dalam struktur yang berorientasi pada pencapaian tingkat kinerja tertentu. .Artinya APBD harus mampu memberikan gambaran yang jelas tentang tuntutan besrnya pembiayaan atas berbagai sasaran yang hendak dicapai, tugas- tugas dari fungsi pokok sesuai dengan kondisi, potensi, aspirasi, dan kebutuhan riil di masyarakat untuk suatu tahun tertentu. Dengan demikian alokasi dana yang digunakan untuk membiayai berbagai program dan kegiatan dapat memberikan manfaat dan pelayanan yang berorientasi pada kepentingan publik.
Salah satu perubahan yang terjadi akibat perubahan paradigma pengelolaan keuangan daerah yakni penyusunan APBD. Penyusunan APBD merupakan langkah awal yang menjadi dasar untuk pelaksanaan dan pertanggungjawaban yang dilakukan olehpemerintahan. Dalam penyusunan APBD tahun anggaran 2008 tetap berorentasi pada anggaran berbasis kinerja yaitu suatu pendekatan penganggarn yang mengutamakan keluaran/ hasil dari kegiatan atau program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.

Dalam masa transisi penerapan Permendagri No. 13 Tahun 2006, Pemerintah Daerah perlu memperhatikan perubahan – perubahan yang terjadi, khususnya dalam hal pihak yang terkait, dokumen – dokumen yang diguanakan dan prosedur – prosedur yang digunakan.

  1. Anggaran Daraeh
1.    Pengertian Anggaran daerah
Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waaktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran financial, sedangkan penganggaran adalah proses untuk mempersiapkan suatu anggaran.
Anggaran publik akan berisi rencana perolehan yang akan dipersentasikam dalam bentuk rencanaperolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana, anggaran merupakan suatu dokumentasi yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapat, belanja, dan aktifitas. Anggaran berisi estimasi mengenai apa yang dilakukan organisasi di masa yang akan datang.
Menurut pendapat Mardiamo (2002 : 62) mendifinisikan anggaran sektor sektor publik sebagai anggaran yang berisi rencana kegiatan yang reresentasikam dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter.
Menurut National Committe on Govermntal Accounting (NCGA), saat Govermental Accounting Standards Board (GASB) dikutip oleh Indra Bastian (2001 : 79)  mendefinisikan anggaran sebagai suatu rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendatan yang diharapkan untuk menbiayainyadalam periode waktu tertentu.
Sedangkan Bahtiar (2002 : 14) dalam buku Akuntani sektor Publik mendefinisikan anggaran sebagai catatan masa lalu, rencana masa depan, mekanisme pengalokasian sumber daya, metode untuk pertumbuhan, alat penyaluran pendapatan, mekanisme untuk negoisasai, harapan aspirasi strategi organisasi, suatu bentuk kekuatan kontrol, dan alat atau jaringan komunikasi.
Berdasarkan definisi - definisi anggaraan tersebut, maka dapat diringkas menjadi:
a.    Rencana Keuangan mendatang yang berisi pendapatan dan belanja.
b.    Gambaran strategi pemerintah dalam pengalokasian sumber daya untuk pembangunan.
c.    Alat pengendalian
d.    Instrumen politik
e.    Disusun dalam periode tertentu.
Akan tetapi, anggaran bukanlah kompas karena tidak ada seorang pun yang mengetahui sesuatu secara pasti di masa depan, dan selanjutnya perlu dicari informasi lain yang menggambarkan kenyataan dari alikasi sumber daya. Untuk itu, analisis alokasi dan stategi pembangunan tidak hanya mendasarkan pada anggaran, tetapi juga memperhatikan bagaimana realisasi dan anggaran tersebut.
2.    Fungsi dan tujuan Anggaran
Adapun fungsi anggaran menurut Indra bastian (2002 : 80) dalam buku Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah Daearah anggaran berfungsi sebagai berikut:
a.    Anggaran merupakan hasil akhir proses penyusunan rencana kerja.
b.    Anggaran merupakan cetak biru aktivtas yang akan dilaksanakan di masa mendatang.
c.    Anggaran sebagai alat komunikasi intern yang menghubungkan berbagai unit kerja dan mekanisme kerja antar atasan dan bawahan.
d.    Anggaran sebagai alat pengendalian unit kerja.
e.    Anggaran sebagai alat motivasi dan persuasi tindakan efektif dan efisien dalm pencapaian visi organisasi.
Adapun tujuan penyusunan anggaran, diantaranya disebutkan oleh Mardiasmo (2002 : 68) sebagai berikut:
a.    Membantu pemerintahmencapai tujuan fiscal dan meningkatkan koordinasi antar bagian dalam lingkungan pemerintahan.
b.    Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa publik melalui proses pemrioritasan.
c.    Memungkinkan bagi pemerintahan untuk memenuhi prioritas belanja.
3.    Prinsip- prinsip anggaran
Setiap satuan kerja hendaknya menggunakan anggaran secara efisien, tepat guna, serta tepat waktu dalam mempertanggungjawabkannya. Indra Bastian (2006: 66) menjelaskan beberapa prinsip dalam disiplin anggaran, yaitu:
a.    Prinsip Kemandirian
Mengupayakanpeningkatan sumber- sumber pendapatan sesuai dengan potensi dalam rangka mengurangi ketergantungan kepada organisasi lain.
b.    Prinsip Prioritas
Pelaksanaan anggaran hendaknya tetap mengacu kepada prioritas utama pembangunan di dareah.
c.    Prinsip Efisiensi dan Efektifitas Anggaran
Menyediakan pendanaan dan penghematan yang mengarah pada skala prioritas.
Penyusunan anggaran dapat dikatakan baik apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1.    Berdasarkan program
2.    Bedasarkan pusat pertanggungjawaban, pusat biaya, pusat laba, dan pusat investasi.
3.    Sebagai alat perencanaan dan pengendalian
4.    Sebagai alat motivasi kinerja pegawai.
  1. Anggaran Kinerja
Reformasi sektor pubik yang salah satunya ditandai dengan munculnya era New Public Management telah mendorong upaya untuk mengembangkan pendekatan anggran yang lebih sistematis dalam perencanaan anggran pemerintahan. Sistem anggaran kinerja merupakan salah satu anggaran tang dapat memenuhi tuntutan perkembangan reformasi pemerintah yang terdi atas p[enyusunan program dan tolak ikur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program.
1.    Pengertian anggaran kinerja
Secara umum terdapat berbagai pekerjaan tentang anggaran kinerja. Indra Bastian (2001 : 92 ) menjelaskan bahwa anggran kinerja merupakan teknik penyusunan berdasarkan pertimbangan beban kerja (work load) dan unit cost dan setiap kegiatan yang terstruktur. Maksud terstruktur disini dimulai dari pencapaian tujuan, program, dan dilandasi pemikiran bahwa penganggaran digunakan sebagai alat manajemen.
Sjahruddin Rasul (2003:49) mengutip pengertian anggaran kinerja dari Government of Alberta, Canada bahwa Anggaran kinerja adalah suatu sistem perencanaan, penganggaran, evaluasi yang menekankan pada hubungan antara uang yang dianggarkan dengan hasi- hasil yang dihrapkan.
Intisari dari berbagai berbagai pengertian diatas pada dasarnya merunjuk bahwa melalui penerapan anggraan berbasis kinerja yang menyajikan informasi kinerja secara bersamaan dengan jumlah dana yang dibutuhkan akan meningkatkn kualitas proses pengambilan keputusan ( pengaggaran ). Hal ini disebabkan oleh fokus alokasi anggaran akan lebih diarahkan pada hasil - hasil yang diinginkan.
2.    Ciri- ciri Pokok Anggaran berbasis Kinerja
Ciri- ciri pokok anggaran berbasis kinerja diantaranya:
1.    Secara umum sistem ini mengandung tiga insur pokok, yaitu :
a.    Pengeluaran pemerintah diklasifikasikan menurut program dan kegiatan
b.    Pengukuran hasil kerja (Performence Measurement)
c.    Pelaporan Program ( Program Reporting )
2.    Titik perhatian lebih ditekankan pada pengukuran hasil kerja, bukan pada pengwasan.
3.    Setiap kegiatan harus diliht dari segi efisiensi dan memaksimalkan output.
4.    Bertujuan untuk menghasilkan informasi biaya dan hasil kerja yang dapat digunakan untuk penyusunan target dan evaluasi pelaksanaan kerja.
Berdasarkan dari ciri- ciri tersebut, maka penerapan anggaran yang berbasis kinerja dapat memberikan beberapa manfaat antara lain:
1.    Memungkinkan pendelegasian wewenang dalam pengambilan keputusan
2.    Merangsang partisipasi dan motivasi satuan kerja melalui proses pengusulan dan penilaian anggaran yang bersifat faktual.
3.    Membantu fungsi perencanaan dan mempertajam pembuatan keputusan.
4.    Memungkinkan alokasi dana secara optimal dengan didasarkan efisiensi satuan kerja.
5.    Menghidarkan pemborosan.
3.    Karakteristik Anggaran Berbasis kinerja
APBD dengan pendekatan anggaran kinerja harus memuat beberapa hal, yaitu
1.    Sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja.
2.    Standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan.
3.    Persentasi dari jumlah pendapatan APBD yang mendanai pengeluaran APBD.
4.    Indikator Kinerja 
Pengertian indikator kinerja diartikan sebagai ukuran kuantitatif atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang dapat diukur dan digunakan sebagai dasar untuk menilai kinerja, baik pada tahap perencanaan (ex-ante), tahap pelaksanaan ( on-going ), maupun setelah selesai ( ex-post ). Indikator kinerja juga dapat digunakan untuk melihat kemajuan dalam hal pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi instansi pemerintahan.
Secara umum, indikator kinerja memiliki beberapa fungsi sebagai mana yang disampaikan oleh Badrul Munir (2003 : 61) sebagai berikut:
a.    Memperjelas tentang apa, beberapa, dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan.
b.    Menciptakan konsensus yang dibangun oleh berbagai pihak terkait untuk menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan kegiatan termasuk dalam menilai kinerja instansi pemerintah yang melaksanakannya.
c.    Membangun dasar bagi pengukuran, analisis, dan evaluasi kinerja organisasi.
Sebelum menyusun dan mnetapkan indikator kinerja, telebih dahulu perlu diketahui syarat-syarat dalam penyusunan indikator kinerja, dimana syarat ini berlaku untuk semua kelompok kinerja. Syarat tersebut adalah sebagai berikut::
a.    Spesifik dan jelas, sehingga mudah dipahami dan meminimalisasi kemungkinan kesalahan interpretasi.
b.    Dapat diukur secara objektif, baik yang bersifat kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif yaitu dua atau lebih yang mengukur indikator kinerja mempunyai kesimpulan yang sama.
c.    Relevan, indikator kinerja harus menangani aspek-aspek objektif yang relevan
d.    Dapat dicapai dan bermanfaat, untuk menujukkan keberhasilan masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak.
e.    Efektif, data yang digunakan berkaitan dengan indikator kinerja yang berdsangkutan dapat dikumpulkan, diolah dan dianalisis dengan biaya yang tersedia.
Setelah menetapkan program dan aktivitas dari organisasi dan mengidentifikasikan elemen-elemen dari program tersebut, maka data dan informasi yang tersedia dapat digunakan untuk merancang indikator kinerja guna mengukur, menganalisa dan melakukan evaluasi kinerja organisasi. Indikator kinerja yang dimaksud adalah
1.    Indikator masukan (Input). Indikator masukan mengukur jumlah sumber daya seperti dana, SDM, paeralatan, material, dan masukan lain yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan.
2.    Indikator Keluaran (Output). Indikator keluaran merupakan hasil langsung yang dicapai dari input suatu kegiatan, Dengan membandingkan keluaran, organisasi dapat menganalisis sejauh mana kegiatan terlaksana dengan rencana.
3.    Indiktor Hasil (Outcome). Indikator hasil merupakan pencerminan dari berfungsinya keluaran kegiatan jangka menengah (efek langsung).
4.    Indikator Manfaat (Benefit). Indikator manfaat menggambarkan menfaat yang diperoleh secara langsung dari indikator hasil. Manfaat baru tampak setelah beberapa tahun kemudian, khususnya jangka menengah dan panjang.Indikator manfaat menunjukkan hal-hal yang diharapkan untuk dicapai bila keluaran dapat diselesaikan dan berfungsi dengan optimal.
5.    Indiaktor Dampak (Impact). Indikator dampak memperlihatkan pengaruh yang ditimbulkan dari manfaat yang diperoleh dari hasil kegiatan.
  1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
1.    Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan inti pengurusan umum keuangan daerah. Abdul Halim (2005: 15) mendefinisikan APBD sebagai Rencana operasional keuangan Pemerintah daerah, dimana disatu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam 1 tahun anggaran tertent, dan dipihak lain menggambarkan perkiraan-perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.
Ahmad Yani (2002:239) mendefinisikan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah suatu rencena keuangan tahunan yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD.
APBD disusun dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah dan kemampuan pendapatan daerah. Adapun definisi tentang APBD menurut peraturan Menteri DalaM Negeri No.13 tahun 2006 adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Dari ketiga definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa anggaran daerah, yang memiliki unsur sebagai berikut:
a.    Rencana kegiatan suatu daerah beserta urainnya secar rinci.
b.    Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktifitas-aktifitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan.
c.    Periode anggaran biasanya 1 (satu) tahun.
2.    Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) juga mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi dan stabilisasi. Keterangannya sebagai berikut:
a.    Fungsi otorisasi, berarti bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
b.    Funsgi perencanaan, berarti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan
c.    Fungsi pengawasan, bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
d.    Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja / mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisien dan aktivitas perekonomian.
e.    Fungsi stabilitasi, berarti bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
3.    Prinsip Penyusuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 30 Tahun 2007, prinsip-prinsip dalam penyusunan APBD, meliputi:
a.    Partisipasi masyarakat
Hal ini mengandung makna bahwa pengambilan keputusan dalam proses penyusunan dan penetapan APBD sedapat mungkin melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan APBD.
b.    Transparansi dan akuntabilitas Anggaran
APBD yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara tyerbuka dan mudah diakses oleh masyarakat meliputi tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis belanja serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan.
c.    Disipliin Anggaran
Dalam disiplin anggaran yang perlu diperhatikan antara lain:
1.    Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarakan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja.
2.    Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APBD / perubahan APBD.
3.    Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas umum daerah.
d.    Keadilan Anggaran
Pajak daerah, retribusi derah, dan pungutan daerah lainnya yang dibebankan kepada masyarakat harus mempertimbangkan kemampuan masyarakat untuk mmbayar. Masyarakat yang memiliki kemampuan pendapatan rendah secara proporsional diberi beban yang sama, sedangkan masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk membayar tinggi diberikan beban yang tinggi pula. Untuk menyeimbangkan kedua kebijakan tersebut pemerintah daerah dapat melakukan perbedaan tarif secara resional guna menghilangkan rasa ketidakadialan. Selain daripada itu dalam mengalokasikan belanja daerah, harus mempertimbangkan keadilan dan pemerataan agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa diskrminasi pemberian pelayanan
e.    Efisiensi dan Efektivitas Anggaran
Dana yang tesedia harus dimanfatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang semaksimal guna kepentingan masyarakat.
f.     Taat Azas
APBD sebagai rencana keuangan tahunan pemerintah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah dalam penyusunannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan daerah lainnya. 
4.    Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daearh berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006
Dalam penyusunan APBD tahun anggaran 2008 tetap berorientasi pada anggaran berbasis kinerja atau prestasi kerja yaitu suatu pendekatan penganggaran yang mengutamakan keluaran atau hasil dari program dan kegiatan yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Dalam hal ini, setiap dana yang dianggarkan untuk melaksanakan program dan kegiatan harus terukur secara jelas indikator kinerjanya yang dipresentasikan kedalam tolak ukur kinerja serta target dan sasaran yang diharapkan.
Selain dari pada itu, melalui Peraturan menteri Dalam Negeri nomor 13 tahun 2006, dalam penyusunan APBD Tahun Anggaran 2008 ditekankan pada penyusunan anggaran yang terpadu (unified budget) dimana dalam penyusunan rencana keuangan tahunan dilakukan secara  terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna mlaksanakan kegiatan pemerintah yang didasarkn pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana. Penyusunan aPBD secra terpadu selaras dengan penyusunan anggaran yng berorientasi pada anggaran berbasis kinerja atu prestasi kerja.
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menyusun APBD pada tahun anggaran 2008 yaitu:
1.    Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA)
2.    Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
3.    Penyusunan dan penyampaian surat edaran kepada daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD kepada seluruh SKPD.
4.    penyusunan rancangan peratuan daerah tentang APBD
5.    Penyusunan rencana peraturan  kepala daerah tentang penjabaran APBD.
6.    Penyampaian rencana peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentng penjabaran APBD.
Dalam penyusunan APBD dengan pendekatan kinerja, terlebih dahulu belanja dikelompokkan ke dalam anggaran belanja tidak langsung dan anggaran belanja langsung.
a.    Kelompok belanja langsung, mencakup : belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.
b.    Kelompok belanja langsung, mencakup : belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal.
Selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan anggaran belanja daerah mengakibatkan terjadinya surplus / defisit APBD.
1.    Surplus  APBD terjadi apabila anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih besar dari anggaran belanja daerah. Bila terjadi surplus maka yang diutamakan adalah untuk pembayaran pokok utang.
2.    Defisit anggaran terjadi apabila anggaran pendapatan diperkirakan lebuh kecil dari anggaran belanja daerah. Pendanaan untuk menutupi defisit tersebut ditetapkan dari sumber sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya.
5. Dokumen yang digunakan
Dokumen – dokumrn yang digunakan sebagai acuan / pedoman untuk menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yaitu :
1.    Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Yaitu dokumen yang memuat kebijakn bidang pendapatn, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yng mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun.
2.    Perioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Yatu merupakan program prioritas dan patokan batas maksimim maksimal nggran yang diberikan kepad SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKA - SKPD
3.    Nota Keuangan
Yaitu merupakan dokumen pendukung yang dilampirkan bersama RAPBD untuk menyusun reperda tentang APBD yang menjelaskan tentang komdisi umum keuangan daerah, permasalahan utama, estimasi dan kebijakan umum yang mendasari.
DAFTAR PUSTAKA
Bahtiar, Arif, Muchlis & Iskandar 2002. Akuntansi Pemerintahan. Edisi 1. Jakarta: Salemba Empat

Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor Publik. Edisi 1. Cetakan Pertama. Yogyakarta : BPFE.
Bastian, Indra. 2006. Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah Daerah di Indonesia. Edisi 1. Cetakan Pertama. Jakarta : Salemba Empat.
Baswir, Revrisond. 1999. Akuntansi Pemerintahan Indonedsia. Edisi ketiga, yogyakarta : BPFE.
Direktorat Pengelolaan Keuangan Daerah, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah. 2002. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002,  Jakarta : Departemen Dalam Negeri.
Fadillah, Nuh dan muhtar. 2004. Proses Penyusunan Anggran & Pengalokasian Belanja di Pemda Kabupaten Wonogiri.
Gade, Muhammad, 2002. akuntansi Pemerintah. Jakarta. LPFE-UI.
Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Jakarta : Salemba Empat.
Lembaga Administrasi Negara dan BPKP, Akuntabilitas dan Good Gavermence : Modul sosialisasi Sistem akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, modul 1 sampai 5, Jakarta : LAN dan BPKP.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Edisi 1. Yogyakarta : Andi Yogyakarta.
Mardiamo. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta : Penerbit Andi Yogyakarta.
Munir, Badrul. 2003. Perencanaan anggaran Kinerja, Memangkas Inefesiensi Anggaran Daerah. Yogyakarta : Samawa Center.
Nordiawan, Deddi, 2005 Akuntansi Sektor Publik. Jakakarta : Salemba Empat.
Pemerintah Republ;ik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah . Jakarta.
Pemer5intah Republik Indonesia, Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Amnggaran 2008. Jakarta.
Rasul. Sjahruddin. 2003. Pengintegrasian Sistem Akuntabilitas dan Anggaran Dalam Perspektif UU No. 17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara. Jakarta Perum Percetakan Negara Republik Indonesia.
& Ghozali Imam. 2001. Pokok – pokok Akuntasi pemerintahan. Edisi 4. Yogyakarta : BPFE.
Yani. Ahmad, 2002. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PT. Radja Grafindo. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar