Kebutuhan modal kerja merupakan
strategi yang diterapkan oleh perusahaan dalam rangka memenuhi perputaran modal
kerja tersebut.
Sutrisno,
Manajemen Keuangan, Teori, Konsep dan Aplikasi (2003:43) menyatakan bahwa
kebutuhan modal kerja yakni sejak kas ditanamkan pada elemen-elemen modal kerja
hingga menjadi kas lagi, adalah kurang dari satu tahun atau berjangka pendek.
Weston and Brigham, Manajerial Finance
(2000:123) menyatakan bahwa kebutuhan modal
kerja adalah kemampuan perputaran modal kerja netto dalam suatu periode
tertentu.
Bambang Riyanto, Dasar-dasar
Pembelanjaan Perusahaan (1999:78)
menyatakan bahwa kebutuhan modal kerja dapat diperoleh untuk membelanjai
suatu investasi ialah :
a. Sumber modal
kerja dari dalam perusahaan (internal source) dapat diartikan sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan
modal kerjanya berasal dari dalam perusahaan itu sendiri, dengan
kata lain modal kerja dengan kekuatan atau kemampuan sendiri. Modal kerja dari dalam perusahaan dapat diadakan dengan atau
menggunakan laba cadangan dari sebagian
sisa hasil usaha yang merupakan unsur
modal kerja sendiri sebagai sumber modal kerja interen. Akumulasi
penyusutan aktiva tetap karena jangka waktu penggunaan dari aktiva
tersebut biasanya lama,
misalnya 5 (lima) tahun, maka cadangan
penyusutan yang masih menganggur dapat digunakan dan disebut sebagai
sumber modal kerja insentif.
Modal kerja dari dalam perusahaan
terdiri dari :
1) Modal kerja yang berasal dari pemilik
perusahaan.
2) Saldo keuntungan yang ditanam kembali dalam
perusahaan.
Saldo ini adalah keuntungan yang tidak
diambil oleh anggota.
3) Surplus
modal kerja dan
akumulasi penyusutan atau
yang
disebut
sebagai cadangan dana terdiri
atas nilai buku dan nilai
pasar dari harta yang dimiliki perusahaan.
b. Sumber modal
kerja dari luar perusahaan (external source) yaitu pemenuhan kebutuhan modal kerja diambil
atau berasal dari sumber-sumber modal
kerja yang ada di luar perusahaan.
Modal kerja yang berasal dari luar
perusahaan adalah modal kerja
yang berasal dari pihak bank, asuransi, dan kreditur lainnya.
Modal kerja yang berasal dari
pada kreditur adalah hutang bagi
perusahaan yang disebut sebagai modal kerja pinjaman.
Modal kerja pinjaman yang
dimaksud adalah modal kerja yang didapat
dari pihak ketiga (kreditur).
Kebutuhan
modal kerja sangat penting melihat kegiatan sehari-hari bahwa operasi perusahaan sangat ditentukan oleh tersedianya
dana.
Dan
kenyataan lain dapat dilihat bahwa banyaknya uang yang tertanam
pada current assets adalah sangat besar jumlahnya khususnya bagi
perusahaan kecil harus meminimumkan investasi dalam harta
tetap oleh karena tidak ada cara lain untuk menghindari
investasi dalam biaya, piutang
dan persediaan.
Penentuan besarnya investasi
dalam current assets adalah sangat penting umtuk menjaga likuiditas dan
profitabilitas perusahaan. Oleh karena
kekurangan modal kerja akan mengganggu jalannya operasi perusahaan seperti untuk membayar utang jangka pendek,
pembayaran upah, pembayaran utang dagang dan seterusnya. Demikian pula
sebaliknya kelebihan modal kerja akan
membawa resiko yang harus ditanggung
terhadap sejumlah modal kerja yang menganggur dalam perusahaan yang
selanjutnya akan memperkecil likuiditas dan profitabilitas perusahaan.
Besar
kecilnya kebutuhan modal kerja terutama tergantung pada perputaran atau periode
terikatnya modal kerja dan pengeluaran kas rata-rata setiap harinya.
Makin lama jangka waktu perputarannya, makin besar jumlah modal kerja yang
dibutuhkan. Periode perputaran atau periode
terikatnya modal kerja adalah merupakan keseluruhan atau jumlah dari periode-periode
yang meliputi jangka waktu lamanya pemberian piutang.
Lamanya
penyimpanan bahan mentah di gudang, lamanya proses produksi sedangkan pengeluaran sehari-harinya
merupakan pengeluaran untuk pembelian
bahan mentah, pembayaran upah buruh dan
biaya-biaya lainnya.
Investasi dalam kas adalah untuk
menjaga likuiditas perusahaan. Untuk
membiayai pengeluaran rutin perusahaan dari minggu ke minggu, seperti pembayaran upah, pembayaran biaya umum, dan
lain-lain.
I.
Pengertian dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Profit Margin
1. Pengertian Profit Margin
Profit margin
memberikan gambaran tentang sejauh mana perusahaan mengelola keuangan sehingga
efisiensi dalam perusahaan dapat dilakukan.
Erwan
Dukat, Alat-alat Analisa Laporan Keuangan (2002:32) mengemukakan bahwa profit
margin adalah untuk melihat efisiensi
perusahaan dalam mencapai volume penjualan untuk menghasilkan laba yang
diharapkan.
Adapun rumus profit margin tersebut
adalah sebagai berikut :
Laba Bersih Setelah Pajak
Profit Margin = ¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾
x 100 %
Hasil Penjualan Neto
Bambang
Riyanto, Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan (1999:27) menyatakan bahwa profit
margin adalah suatu perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang
menghasilkan laba tersebut.
Menghitung profit margin
ada beberapa rumus yang dapat
dipilih tergantung dari kepentingan penganalisa terhadap masalah keuangan tersebut dan juga dapat dilakukan dengan
membandingkan laba dengan aktiva dan
juga laba operasi dengan aktiva (modal operasional) atau laba setelah pajak dengan modal sendiri.
Alex S. Nitisemito,
Pembelanjaan Perusahaan (2001:78) menyatakan bahwa profit margin ialah
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dibandingkan dengan modal yang digunakan dan dinyatakan dengan
persen.
Berdasarkan definisi tersebut
dapat diasumsikan bahwa profit margin adalah prestasi yang dicapai
perusahaan yang dinyatakan dalam prosentase, setelah membandingkan antara laba bersih setelah
pajak dengan hasil penjualan neto. Semakin besar prosentase atas perbandingan
tersebut semakin tinggi prestasi keuangan yang dicapai untuk perusahaan
tersebut, demikian pula sebaliknya.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat profit margin
Bambang Riyanto, Dasar-dasar
Pembelanjaan Perusahaan (1999:36) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat profit margin adalah
sebagai berikut :
a.
Menaikkan hasil penjualan (net sales) yang lebih besar dari
kenaikan biaya operasi (operating expenses).
b. Mempertahankan hasil penjualan (net
sales) dengan menekan biaya operasi (operating expenses).
c. Mengusahakan penurunan hasil
penjualan (net sales) dengan
harapan terjadi penurunan biaya operasi (operating expenses)
yang lebih besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar