Desentralisasi Fiskal
Dorongan desentralisasi yang terjadi di berbagai negara di dunia terutama
di negara-negara berkembang, dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya latar
belakang atau pengalaman suatu negara, peranannya dalam globalisasi dunia,
kemunduran dalam pembangunan ekonomi, tuntutan terhadap perubahan tingkat
pelayanan masyarakat, tanda-tanda adanya disintegrasi di beberapa negara, dan
yang terakhir, banyaknya kegagalan yang dialami oleh pemerintahan sentralistis
dalam memberikan pelayanan masyarakat yang efektif (Bird dan Vaillancourt,
2000)
Secara luas desentralisasi adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus
rumah tangga daerah di negara kesatuan meliputi segenap kewenangan
pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh pemerintah pusat
seperti hubungan luar negeri, pengadilan, moneter dan keuangan serta pertahanan
keamanan (Adisubrata, 2002). Jadi, secara riil desentralisasi merupakan
kewenangan daerah yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat, disesuaikan dengan
kemampuan nyata dari daerah yang bersangkutan (seperti sumber daya manusia,
pendapatan daerah, Produk Domestik Regional Bruto(PDRB).
Desentralisasi fiskal diartikan sebagai pelimpahan wewenang dibidang
penerimaan anggaran atau keuangan yang sebelumnya tersentralisasi, baik secara
administrasi maupun pemanfaatannya diatur atau dilakukan oleh pemerintah pusat
Dengan terjadinya pelimpahan sebagian wewenang terhadap sumber-sumber
penerimaan di daerah, diharapkan daerah-daerah dapat melaksanakan tugas-tugas
rutin, pelayanan publik dan meningkatkan investasi yang produktif (capital
investment) di daerahnya. Oleh karena itu, salah satu makna desentralisasi fiskal
dalam bentuk pemberian otonomi di bidang keuangan (sebagian sumber
penerimaan ) kepada daerah-daerah merupakan suatu proses pengintensifikasian
peranan dan sekaligus pemberdayaan daerah dalam pembangunan. Desentralisasi
fiskal memerlukan pergeseran beberapa tanggung jawab terhadap pendapatan
(revenue) dan / atau pembelanjaan (expenditure) ke tingkat pemerintahan yang
lebih rendah. Faktor yang sangat penting dalm menentukan desentralisasi fiskal
adalah sejauh mana pemerintah daerah diberi kewenangan (otonomi) untuk
menentukan alokasi atas pengeluarannya sendiri. Faktor lain yang juga penting
adalah kemampuan daerah untuk meningkatkan penerimaan mereka (PAD).
Tetapi desentralisasi fiskal tidak semata-mata peningkatan PAD saja tetapi lebih
dari itu adalah kewenangan dalam mengelola potensi daerah demi kepentingan
dan kesejahteraan masyarakat .
Dalam membahas mengenai desentralisasi fiskal, terdapat tiga variabel
yang merupakan representasi desentralisasi fiskal (Khusaini,2006) yaitu :
1. Desentralisasi Pengeluaran
Variabel ini didefinisikan sebagai rasio pengeluaran total masing-masing
kabupaten/kota (APBD) terhadap total pengeluaran pemerintah (APBN).
Hasil studi yang dilakukan Zhang dan Zou (1998), menunjukkan bahwa
variabel ini mempunyai pengaruh negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi. Hasil ini mengimplikasikan bahwa desentralisasi fiskal gagal
mendorong pertumbuhan ekonomi di China. Hal ini merefleksikan
bahwa pemerintah memiliki keterbatasan sumber daya untuk melakukan
investasi di sektor infrastruktur. Sementara , studi yang dilakukan oleh
Philips dan Woller (1997) juga menunjukkan efek negatif desentralisasi
fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi pada negara-negara maju.
2. Desentralisasi Pengeluaran Pembangunan
Variabel ini didefinisikan sebagai rasio antara total pengeluaran
pembangunan masing-masing kabupaten/kota (APBD) terhadap total
pengeluaran pembangunan nasional (APBN). Variabel ini menunjukkan
besaran relatif pengeluaran pemerintah dalam pembangunan antara
pemerintah pusat dan daerah. Dari rasio ini dapat diketahui apakah
pemerintah daerah dalam posisi yang baik untuk melaksanakan investasi
sektor publik atau tidak. Jika terdapat hubungan positif antara variabel
ini terhadap pertumbuhan ekonomi, maka pemerintah lokal dalam posisi
yang baik untuk melakukan investasi di sektor publik.
3. Desentralisasi Penerimaan
Variabel ini didefinisikan sebagai rasio antara total penerimaan masing-
masing kabupaten/kota (APBD), tidak termasuk subsidi terhadap total
penerimaan pemerintah. Variabel ini mengekspresikan besaran relatif
antara pendapatan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat.
Menurut Dillinger (dalam Sidik, 2001), pada dasarnya ada empat jenis
desentralisasi, yaitu :
1. Desentralisasi politik (political decentralization), yaitu pemberian hak kepada
warga negara melalui perwakilan yang dipilih suatu kekuasaan yang kuat
untuk mengambil keputusan publik.
2. Desentralisasi adminitratif, yaitu pelimpahan wewenang yang dimaksudkan
untuk mendistribusikan kewenangan, tanggung jawab, dan sumber-sumber
keuangan untuk menyediakan pelayanan publik. Pelimpahan tanggung jawab
tersebut terutama menyangkut perencanaan, pendanaan, dan pelimpahan
manajemen fungsi–fungsi pemerintahan dari pemerintah pusat kepada
aparatnya di daerah, tingkat pemerintahan yang lebih rendah, badan otoritas
tertentu, atau perusahaan tertentu. Desentralisasi administratif pada dasarnya
dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) :
a. Dekonsentrasi (deconcentration), yaitu pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada pejabat yang berada dalam garis hierarki dengan
pemerintah pusat
b. Pendelegasian (delegation or institutional pluralism) yaitu : pelimpahan
wewenang untuk tugas tertentu kepada organisasi yang berada di luar
struktur birokrasi reguler yang dikontrol secara tidak langsung oleh
pemerintah pusat. Pendelegasian wewenang ini biasanya diatur dengan
ketentuan perundang-undangan. Pihak yang menerima wewenang
mempunyai keleluasaan (discretion) dalam penyelenggaraan
pendelegasian tersebut, walaupun wewenang terakhir tetap pada pihak
pemberi wewenang (sovereign-authority).
c. Devolusi (devolution), yaitu pelimpahan wewenang kepada tingkat
pemerintahan yang lebih rendah dalam bidang keuangan atau tugas
pemerintahan dan pihak Pemerintah Daerah mendapat discretion yang
tidak dikontrol oleh Pemerintah Pusat. Dalam hal tertentu dimana
pemerintah daerah belum sepenuhnya mampu melaksanakan tugasnya,
pemerintah pusat akan memberikan supervisi secara tidak langsung atas
pemerintah pusat akan memberikan supervisi secara tidak langsung atas
pelaksanaan tugas tersebut. Dalam melaksanakan tugasnya, pemerintah
daerah memiliki wilayah administratif yang jelas dan legal dan diberikan
kewenangan sepenuhnya untuk melaksanakan fungsi publik, menggali
sumber-sumber penerimaan serta mengatur penggunaannya. Dekonsentrasi
dan devolusi dilihat dari sudut konsepsi pemikiran hirarki organisasi
dikenal sebagai distributed institutional monopoly of administrative
decentralization.
3. Desentralisasi fiskal (fiscal dezentralization), yaitu pelimpahan wewenang
dalam mengelola sumber-sumber keuangan , yang mencakup :
a. Self-financing atau cost recovery dalam pelayanan publik terutama
melalui pengenaan retribusi daerah
b. Cofinancing atau coproduction, dimana pengguna jasa berpartisipasi
dalam bentuk pembayaran jasa atau kontribusi tenaga kerja.
c. Transfer dari pemerintah pusat terutama berasal dari Dana Alokasi
Umum (DAU) ,Dana Alokasi Khusus (DAK), sumbangan darurat serta
pinjaman daerah (sumber daya alam).
4. Desentralisasi ekonomi (economic or market decentralization), yaitu kebijakan
tentang privatisasi dan deregulasi yang intinya berhubungan dengan kebijakan
pelimpahan fungsi-fungsi pelayanan masyarakat dari pemerintah kepada
sektor swasta sejalan dengan kebijakan liberalisasi ekonomi pasar.
Secara harafiah desentralisasi fiskal memberikan pengertian adanya
pemisahan yang semakin tegas dan jelas dalam urusan keuangan antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Pemisahan dimaksud bisa tercermin
pada kedua sisi anggaran; penerimaan dan pengeluaran. Di sisi penerimaan,
daerah akan memiliki kewenangan yang lebih besar dalam Tax Policy.
Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 79 dan Pasal 82 UU No. 27 tahun 1999 dan
juga tercermin dari upaya untuk merubah UU No. 18 Tahun 1997 agar tidak
bertentangan dengan semangat yang termaktub dalam UU Pemerintahan Daerah
dan juga UU Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yakni
adanya keleluasaan yang lebih besar bagi daerah untuk menggali potensi
penerimaan melalui pajak ataupun retribusi. Di sisi pengeluaran, daerah akan
mendapat kewenangan penuh dalam pen ggunaan dana perimbangan (dari bagi
hasil berupa PBB, BPHTB SDA, dan dana alokasi umum/DAU). Pada prinsipnya
penggunaan kedua jenis dana perimbangan tersebut ditentukan oleh daerah
sendiri. Jadi tidak lagi ditetapkan penggunaannya oleh pemerintah pusat seperti
yang terjadi pada dana SDO (Subsidi Daerah Otonom) dan Inpres di masa lalu
(Brahmantio dkk,2002)
Menurut Bahl (1999) desentralisasi fiskal harus diikuti oleh kemampuan
pemerintah daerah dalam memungut pajak (taxing power). Secara teori adanya
kemampuan pajak, maka pemerintah daerah akan memiliki sumber dana
pembangunan yang besar. Pajak yang dikenakan oleh pemerintah daerah dapat
berdampak positif yang akan digunakan untuk membangun berbagai infrastruktur
dan membiayai berbagai pengeluaran publik.
Berdasarkan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pusat dan Daerah dilakukan dengan memberikan sumber-sumber
pembiayaan yang jauh lebih besar kepada daerah. Secara utuh, desentralisasi
fiskal mengandung pengertian bahwa daerah diberikan :
1. Kewenangan untuk memanfaatkan, memobilisasi dan mengelola keuangan
sendiri dan didukung dengan
2. Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah . Kewenangan untuk
mengoptimalkan sumber keuangan daerah dilakukan melalui peningkatan
kapasitas Pendapatan Asli Daerah (PAD), sedangkan perimbangan
keuangan dilakukan melalui pengalokasian Dana Perimbangan.
Desentralisasi fiskal mengandung pengertian bahwa kepada daerah
diberikan kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dan
didukung dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Kebijaksanaan
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dilakukan dengan mengikuti
pembagian kewenangan atau money follows function. Hal ini berarti bahwa
hubungan keuangan antara pusat dan daerah perlu diberikan pengaturan
sedemikian rupa, sehingga kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi
tanggungjawab daerah dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang ada.
Sejalan dengan pembagian kewenangan yang disebutkan di atas, maka pengaturan
pembiayaan daerah dilakukan berdasarkan asas penyelenggaraan pemerintahan
tersebut. Pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan asas
desentralisasi dilakukan atas beban APBD, pembiayaan penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi dilakukan atas beban
APBN dan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka tugas
pembantuan dibiayai atas beban anggaran tingkat pemerintahan yang
menugaskan.
Menurut Bird dan Vaillancourt (2000), ada dua persyaratan penting untuk
kesuksesan desentralisasi fiskal, terlepas dari keseimbangan makro atau efisiensi
mikro. Pertama, proses pengambilan keputusan di daerah harus demokratis, yaitu
pengambilan keputusan tentang manfaat dan biayanya harus transparan dan pihak-
pihak yang terkait memiliki kesempatan untuk mempengaruhi keputusan-
keputusan tersebut. Kedua, yang lebih sesuai dengan rancangan kebijakan biaya-
biaya dari keputusan yang diambil, sepenuhnya harus ditanggung oleh masyarakat
setempat. Untuk itu, seharusnya tidak perlu terjadi “ ekspor pajak “ dan tidak ada
tambahan transfer dari jenjang pemerintahan yang lain. Maksudnya, pemerintah
daerah perlu memiliki kontrol atas tarif dari paling tidak beberapa jenis pajak.
Dalam perspektif teori, desentralisasi fiskal akan mendekatkan pemerintah
kepada masyarakat (their constituents), sehingga dalam sistem pemerintahan yang
desentralistik akan menciptakan efisiensi dalam perekonoimian, public services
dan kesejahteraan masyarakat dapat dijelaskan oleh fiscal federalism theory
(Ross, 2002 dalam Khusaini, 2006). Berbagai kajian literatur tentang fiscal
federalism, terdapat dua perspektif teori yang menjelaskan dampak ekonomi dari
desentralisasi (Ross, 2002 dalam Khusaini,2006) yaitu :
1. Traditional Theories (First Generatioon Theory)
Pandangan teori tradisional tentang fiscal federalism menekankan
keuntungan alokatif dari desentralisasi, untuk mendapatkan kemudahan
informasi dari masyarakat. Dalam hal ini, terdapat dua ide yang
mendasari keuntungan alokatif . Pertama, Penggunaan “ knowledge in
society “, dimana menurut Hayek (1945), proses pengambilan keputusan
yang terdesentralisasi akan mempermudah penggunaan informasi yang
efisien. Dalam konteks keuangan publik, pemerintah daerah mempunyai
informasi yang lebih baik daripada pemerintah pusat tentang kondisi
daerah sehingga pemerintah daerah akan lebih baik dalam pengambilan
keputusan tentang penyediaan barang dan jasa publik daripada jika
diserahkan ke pemerintah pusat. Kedua, Tiebout (1956) mengenalkan
dimensi persaingan dalam pemerintah daerah dan mempunyai
pandangan bahwa kompetisi antara pemerintah daerah tentang alokasi
pengeluaran publik memungkinkan masyarakat memilih berbagai barang
dan jasa publik yang sesuai dengan selera dan keinginan masyarakat.
Suatu analogi argument lainnya yang dikenel dengan ungkapan “ Love it
or leave it “. Tiebout menekankan bahwa tingkat dan kombinasi
pembiayaan barang publik bertaraf lokal dan pajak yang dibayar oleh
masyarakat merupakan kepentingan politisi masyarakat lokal dengan
pemerintah daerahnya. Masyarakat akan memilih untuk tinggal di
lingkungan yang angaran daerahnya memenuhi preferensi yang paling
tinggi antara pelayanan publik dari pemerintah daerahnya dengan pajak
yang dibayar oleh masyarakat. Ketika masyarakat tidak senang pada
kebijakan pemerintah lokal dalam pembebanan pajak untuk pembiayaan
barang publik bersifat lokal, maka hanya ada dua pilihan bagi warga
masyarakat, yaitu meninggalkan wilayah tersebut (leave) atau tetap
tinggal di wilayah tersebut (love) dengan berusaha mengubah kebijakan
pemerintah lokal melalaui perwakilannya di daerah (DPRD)[ Hyman,
1993, dalam Khusaini, 2006). ersebut bisa dijelaskan bagaimana
penyediaan barang publik dalam sistem sentralisasi dan sistem
desentralisasi. Jika diasumsikan bahwa dalam ekonomi yang ideal
tingkat konsumsi dan produksi suatu barang swasta dan barang publik
adalah efisien. Dalam gambar ditunjukkan oleh titik A, yang merupakan
titik persinggungan antara kurva indeferen I dengan kurva kemungkinan
produksi P. Tetapi sekarang diasumsikan bahwa pemerintah telah
mengambil keputusan untuk memilih kebijakan pada titik C. Dalam hal
ini banyak barang publik yang diproduksi. Hal ini tentu akan
menyebabkan alokasi sumber daya tidak efisien lagi karena pada titik
tersebut tingkat konsumsi dan produksi terletak pada kurva indeferen II.
Pada titik C ini menunjukkan keadaan dimana pemerintah pusat sangat
menentukan dalam perekonomian sehingga produksi barang publik tidak
sesuai dengan apa yang sebenarnya diinginkan oleh masyarakat lokal.
Oleh karena itu, untuk mencapai titik efisien kembali seperti pada titik
A, diperlukan pengurangan produksi barang publik dan penambahan
produksi barang swasta di masyarakat. Dalam kondisi seperti ini, konsep
desentralisasi dapat memainkan peranan yang sangat penting sehingga
alokasi sumber daya dan produksi barang publik benar-benar sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan masyarakatnya (Bahl dan Linn, 1992
dalam Khusaini, 2006). Dalam sistem pemerintahan sentralistik
sebaliknya, tidaklah mudah untuk merubah alokasi antara barang swasta
dan barang publik . Hal tersebut dikarenakan proses pengambilan
keputusan harus melewati sistem birokrasi yang panjang.
2. New Perspective Theories (Second Generation Theories)
Second generation theories, menjelaskan bagaimana
desentralisasi akan mempengaruhi perilaku pemerintah daerah. Dengan
implementasi desentralisasi fiskal apakah pemerintah daerah akan
berprilaku berbeda dengan ketika dalam sistem pemerintahan yang
sentralistik.Secara teoritik, seharusnya pemerintah daerah akan
berprilaku berbeda ketika pemerintah pusat menyerahkan berbagai
kewenangan kepada pemerintah daerah, yaitu semakin berusaha
meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Implikasi penting dari
teori ini adalah bahwa desentralisasi akan mendorong pertumbuhan
ekonomi daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dimana
hal tersebut sangat bergantung pada fiskal insentif yang diberikan
kepada masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar