Konsep
Dasar Bank Syariah
Pengertian
Bank adalah lembaga keuangan yang
kegiatan utamanya menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan
jasa bank lainnya.
Sedang lembaga keuangan adalah setiap
perusahaan yang bergerak dibidang keuangan, dimana kegiatannya baik hanya
menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana atau keduanya.[1]
Menurut UU RI No.10 Tahun 1998 tentang
perbankan, pengertian bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Jadi dapat disimpulkan bahwa usaha
perbankan meliputi 3 kegiatan utama yaitu :
1.
Menghimpun
dana
2.
Menyalurkan
dana
3.
Memberikan
jasa lainnya
Dalam perbankan konvensional,
keuntungan diperoleh dari bunga serta biaya-biaya administrasi dan jasa yang
ditawarkan. Sedangkan pada perbankan syariah tidak beroperasi dengan mengandalkan pada bunga.
Bank syariah sendiri adalah lembaga
keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam
lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan
dengan prinsip syariah Islam[2]
Menurut Syafi’I Antonio dan Karnaen
Perwataatmadja, membedakan antara bank Islam dan bank yang beroperasi dengan
prinsip syariah Islam[3]
yaitu :
q Bank syariah adalah :
1.
Bank
yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
2.
Bank
yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Alquran dan
Hadits
q Bank yang beroperasi sesuai prinsip
syariah Islam adalah bank yang operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah
Islam. Khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam.
Perkembangan Sistem Perbankan Syariah
Di dalam sejarah
perekonomian kaum muslimin, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai
syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah.
Praktek-praktek seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan
bisnis, serta melakukan pengiriman uang telah lazim dilakukan ketika itu.
Rasulullah sendiri pernah dititipi harta oleh orang-orang Qurays pada waktu
itu. Sehingga diberi gelar Al Amin
karena terpercaya memegang amanah.
Sedang dalam perkembangannya
di zaman Bani Abbasiyah, orang yang mempunyai keahlian untuk menyimpan,
menyalurkan dan mentransfer uang disebut Jihbiz.
Berikut ini adalah bagan
evolusi kegiatan perbankan dalam masyarakat Islam :
Gambar
2.1 Evolusi Perbankan Islam
Sumber : Buku Apa dan Bagaimana Bank
Islam karangan Syafi’I Antonio (1997)
Perbankan syariah mulai dikenal pada
dekade 1960-an dengan nama Mit Ghamr
Bank. Bank tersebut beroperasi sebagai rural-social
bank (semacam lembaga keuangan unit desa di Indonesia ) di sepanjang delta
sungai Nil. Lembaga ini dibina oleh
Prof. Dr. Ahmad Najjar dan masih berskala kecil di Mesir. Namun institusi
tersebut menjadi perintis perkembangan sistem finansial dan ekonomi Islam[4].
Saat sidang Menteri Luar Negeri Negara
- Negara Organisasi Konferensi Islam di Karachi, Pakistan , Desember 1970. Mesir
mengajukan sebuah proposal untuk mendirikan bank syariah. Proposal yang disebut studi tentang pendirian Bank Islam
Internasional untuk Perdagangan dan Pembangunan (International Islamic Bank for Trade and Development) dan proposal
pendirian Federasi Bank Islam (Federation of Islamic Banks) dikaji para
ahli dari 18 negara Islam[5].
Pada intinya sidang tersebut
mengusulkan bahwa sistem keuangan berdasarkan bunga harus digantikan dengan
sistem kerjasama dengan skema bagi hasil keuntungan maupun kerugiannya. Setelah
melaksanakan sidang beberapa kali akhirnya pada sidang Menteri Keuangan OKI di
Jeddah 1975 menyetujui berdirinya Islamic
Development Bank (IDB). Dan semua anggota OKI menjadi anggota IDB[6].
Berdirinya
IDB mengilhami pendirian bank-bank syariah di negara - negara Islam. Bank-bank
yang termasuk kategori awal dalam pendiriannya adalah[7] :
1.
Faisal
Islamic Bank (di Mesir dan Sudan )
2.
Kuwait Finance House
3.
Dubai Islamic Bank
4.
Jordan Islamic Bank for Finance and
Investment
5.
Bahrain Islamic Bank
6.
Islamic
InternationalBank for Investment and Development (Mesir)
Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Pada awal periode 1980-an, diskusi
mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Namun lebih
spesifik kajian tersebut dilakukan pada tahun 1990. Pada lokakarya MUI 18-20 Agustus
1990 dengan tema Bunga Bank dan
Perbankan di Cisarua, Bogor .
ditindak lanjuti dengan membentuk Tim Perbankan MUI pada amanat Munas IV MUI.
Akhirnya pada 1 November 1991 ditandatangani Akta Pendirian PT Bank Muamalat Indonesia [8].
Namun di awal perjalannya, bank
syariah ini kurang mendapatkan respon. Hal tersebut dapat dilihat pada UU No 7
Tahun 1992 tentang perbankan. Hanya dicantumkan di pasal 6 (m) yang menyatakan
bahwa : ”menyediakan pembiayaan bagi
nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
dalam Peraturan Pemerintah.”
Peraturan Pemerintah tersebut tertuang
dalam PP No 72 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Secara rinci
mengatur perizinan, kepengurusan, kepemilikan, kegiatan operasional lainnya,
baik bagi bank umum maupun bagi BPR.
Baru
pada Undang - Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, keberadaan Bank
Syariah mendapatkan porsi yang cukup besar. Dalam undang-undang ini dikatakan
bahwa bank yang beroperasi dengan prinsip bagi hasil sesuai syariah Islam
dengan resmi disebut bank syariah. Sejak saat itu semua bank baik itu bank umum
maupun BPR diwajibkan mencantumkan kata “syariah” pada nama banknya.
Sampai Maret 2005 telah ada 3 bank
umum yang beroperasi berdasarkan syariah yaitu Bank Muamalat Indonesia , Bank Syariah Mandiri dan Bank Syariah
Mega Indonesia .
Ditambah dengan 16 bank umum konvensional yang membuka unit usaha syariah
seperti Bank IFI, Bank Danamon, BRI, dan lain-lain. Serta 89 BPR Syariah juga
ratusan BMT.
Prinsip-prinsip umum bank syariah.
Dalam
menjalankan usahanya, bank syariah harus tetap berpedoman pada nilai-nilai
syariah. Prinsip itu berpedoman pada Alquran dan Hadits. Prinsip yang diterapkan bank syariah meliputi[9] :
1.
Prinsip
pengharaman riba
Prinsip ini tercermin dari
praktek pengelolaan dana nasabah. Dana yang berasal dari nasabah penyimpan
harus jelas asal usulnya. Sedangkan penyalurannya harus dalam usaha-usaha yang
tidak bertentangan dengan syari.
2.
Prinsip
keadilan
Prinsip ini tercermin dari
penerapan sistem bagi hasil dan pengambilan keuntungan berdasarkan hasil
kesepakatan dua belah pihak.
3.
Prinsip
Kesamaan
Prinsip ini tercermin
dengan menempatkan posisi nasabah serta bank pada posisi yang sederajat.
Kesamaan ini terwujud dalam hak, kewajiban, risiko dan keuntungan yang
berimbang di antara nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana maupun bank.
Karakteristik Bank Syariah
Beberapa hal yang menjadi ciri sekaligus
yang membedakannya dengan bank konvensional adalah[10] :
a.
Prinsip
syariah Islam dalam pengelolaan harta menekankan pada keseimbangan antara
kepentingan individu dan masyarakat. Harta harus dimanfaatkan untuk hal-hal
produktif terutama kegiatan investasi yang merupakan landasan aktifitas ekonomi
dalam masyarakat. Tidak setiap orang mampu secara langsung menginvestasikan
hartanya untuk menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, diperlukan suatu
lembaga perantara yang menghubungkan masyarakat pemilik dana dan pengusaha yang
memerlukan dana (pengelola dana). Salah satu bentuk lembaga perantara tersebut
adalah bank yang kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.
b.
Bank
syariah adalah bank yang berasaskan antara lain pada asas kemitraan, keadilan,
transparansi dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan
prinsip syariah. Kegiatan bank syariah merupakan implementasi dari prinsip
ekonomi Islam dengan karakteristik antara lain sebagai berikut :
1)
Pelarangan
riba dalam berbagai bentuknya
2)
Tidak
mengenal konsep nilai waktu dari uang (time
value of money)
3)
Konsep
uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas
4)
Tidak
diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif
5)
Tidak
diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang
6)
Tidak
diperkenankan dua transaksi dalam satu akad
c.
Bank
syariah beroperasi atas dasar konsep bagi hasil. Bank syariah tidak menggunakan
bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun membebankan bunga atas
penggunaan dana dan pinjaman karena bunga merupakan riba yang diharamkan.
d.
Tidak
secara tegas membedakan sektor moneter dan sektor riil sehingga dalam usahanya
dapat melakukan transaksi-transaksi sektor riil, seperti jual beli dan sewa
menyewa.
e.
Dapat
memperoleh imbalan untuk jasa tertentu yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah.
f.
Melakukan
kegiatan sesuai syariah. Suatu transaksi sesuai dengan prinsip syariah apabila
telah memenuhi seluruh syarat berikut ini :
1.
Transaksi
tidak mengandung unsur kedzaliman
2.
Bukan
riba
3.
Tidak
membahayakan pihak sendiri atau pihak lain
4.
Tidak
ada penipuan (gharar)
5.
Tidak
mengandung materi-materi yang diharamkan
6.
Tidak
mengandung unsur judi (maisyir)
g.
Kegiatan
bank syariah antara lain sebagai :
1)
Manajer
investasi yang mengelola investasi atas dana nasabah dengan menggunakan akad
mudharabah atau sebagai agen investasi.
2)
Investor
yang menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang
dipercayakan kepadanya dengan menggunakan alat investasi yang sesuai dengan
prinsip syariah dan membagi hasil yang diperoleh sesuai nisbah yang disepakati
antara bank dan pemilik dana.
3)
Penyedia
jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran seperti bank non syariah sepanjang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
4)
Pengemban
fungsi sosial berupa pengelola dana zakat, infaq, shadaqah serta pinjaman
kebajikan (qardhul hasan) sesuai
ketentuan yang berlaku.
h.
Dalam
penghimpunan dana, bank syariah menggunakan prinsip wadiah, mudharabah dan
prinsip lain yang sesuai dengan syariah. Sedangkan penyaluran dana menggunakan
:
1)
Prinsip
musyarakah dan atau mudharabah untuk investasi pembiayaan.
2)
Prinsip
murabahah, salam, dan atau istishna untuk jual beli.
3)
Prinsip
ijarah dan atau ijarah muntahiyah bittamlik untuk sewa-menyewa.
4)
Prinsip
lain yang sesuai syariah.
f.
Laporan
keuangan terdiri dari :
q Laporan keuangan yang mencerminkan
kegiatan bank syariah sebagai investor beserta hak dan kewajibannya. Laporan
ini meliputi :
1.
Laporan
Laba Rugi
2.
Neraca
3.
Laporan
Arus Kas
4.
Laporan
Perubahan Ekuitas
q Laporan keuangan yang mencerminkan
perubahan dalam investasi terikat yang dikelola oleh bank syariah untuk
kemanfaatan pihak-pihak lain berdasarkan akad mudharabah atau agen investasi
yang dilaporkan dalam laporan perubahan dana investasi terikat.
q Laporan keuangan yang mencerminkan
peran bank syariah sebagai pemegang amanah dana kegiatan sosial yang dikelola
secara terpisah yang dilaporkan dalam :
1)
Laporan
Sumber dan Penggunaan Dana ZIS
2)
Laporan
Sumber dan Penggunaan Dana Qardh
q Catatan atas laporan keuangan yang
merupakan penjelasan dari data -data yang tersaji di laporan keuangan tersebut.
Potensi Bank Syariah
Potensi itu dapat dilihat dari dua
sisi. Yaitu untuk kepentingan mobilisasi dana / simpanan dan untuk kepentingan
penyaluran/ pembiayaan. Kekuatan bank syariah sebenarnya terletak pada :
1.
Dukungan
umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk
Hal itu terlihat dari beberapa elemen
masyarakat. Seperti yang telah dilakukan MUI dengan mencanangkan Gerakan
Ekonomi Syariah Nasional. Jumlah umat Islam Indonesia merupakan potensi yang
sangat besar bagi perbankan syariah.
2.
Dukungan
dari lembaga keuangan Islam di seluruh dunia
Adanya bank syariah yang sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah Islam sangat penting untuk memelihara umat Islam
terjerumus kapada yang haram. Beberapa
bank syariah berskala internasional datang ke Indonesia untuk menjajagi
kemungkinan membuka bank syariah patungan dengan bank nasional. Hal ini
menunjukkan besarnya harapan dan dukungan lembaga keuangan internasional
terhadap adanya bank syariah di Indonesia .
3.
Komitmen
dan dukungan dari otoritas perbankan yaitu Bank Indonesia .
Hal itu dapat dilihat dari regulasi
yang dilahirkan. Di mulai dari UU No.7 Tahun 1992 serta UU No.10 Tahun 1998.
Dalam beberapa hal, konsep regulasi bank syariah memiliki persamaan dengan
regulasi bank konvensional. Rasionalisasi bagi implementasi regulasi dalam bidang
perbankan antara lain :
1.
Melindungi
konsumen dari kemungkinan eksploitasi monopoli.
2.
Melindungi
konsumen yang tidak memiliki akses terhadap informasi.
3.
Menjaga
kestabilan sistem.
Tabel
2.1 Perbandingan rasionalisasi regulasi
Rasionalisasi Regulasi
|
Perbankan konvensional
|
Perbankan Syariah
|
Material
welfare
|
Optimalisasi proses saving-investment serta pemberian
jaminan sistem transaksi yang efisien dan aman bagi masyarakat.
|
Optimalisasi proses saving-investment serta pemberian
jaminan sistem transakasi yang efisien dan aman bagi masyarakat.
|
Spiritual
welfare
|
Tidak didefinisikan dengan jelas.
|
Memberikan pemuasan kebutuhan bagi
masyarakat muslim bahwa konsep transaksi yang disediakan sesuai syariah.
|
Khan
dan Capra (1999) memberikan tiga alasan utama mengenai perlunya perbankan
syariah untuk memiliki kerangka pengaturan yang sehat. Pertama, peraturan yang disusun harus dapat memberikan sumbangan
bagi stabilitas dalam sistem perbankan yang akan memberikan kontribusi positif
bagi perekonomian secara keseluruhan. Kedua,
adanya kebutuhan bagi kepatuhan terhadap syariah. Mengingat tujuan utama sistem
perbankan syariah adalah untuk memberikan kesejahteraan dalam segala bidang
(material dan spiritual). Ketiga,
dalam suatu sistem keuangan yang telah bersifat global, standar operasi
perbankan syariah harus memiliki dasar-dasar pertimbangan finansial yang dapat
diterima secara internasional. Namun harus tetap dapat menunjukkan perbedaan
karakteristik dalam konsep operasionalnya.
4. Konsep
yang melekat pada bank syariah sangat sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Baik
masa kini maupun di masa yang akan datang.
Produk dan Jasa Perbankan Syariah
Produk
perbankan terdiri dari produk penyaluran dana (financing), penghimpunan dana (funding)
dan jasa (service). Ketiga produk
tersebut juga dilakukan bank syariah.
Produk
Penyaluran Dana
Produk
peyaluran dana pada nasabah secara garis besar dibagi menjadi empat kategori
yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu :
1.
Pembiayaan
dengan prinsip jual beli
2.
Pembiayaan
dengan prinsip sewa
3.
Pembiayaan
dengan prinsip bagi hasil (investasi)
4.
Pembiayaan
dengan prinsip akad pelengkap
1. Prinsip
Jual Beli
Prinsip jual beli dilaksanakan
sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan
bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.
Produk yang ditawarkan adalah :
a. Murabahah
Sering juga disebut al Bai bitsaman ajil. Yaitu akad jual
beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati
oleh penjual dan pembeli[11].
Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan. Dalam murabahah berdasarkan
pesanan bank melakukan pembelian barang setelah ada pesanan dari nasabah. Dalam
perbankan, murabahah selalu dilakukan dengan cara pembayaran cicilan.
b. Salam
Salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan
penangguhan pengiriman oleh muslam ilaihi
(penjual) dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan
tersebut diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu[12].
Dalam transaksi ini kualitas, kuantitas harga dan waktu penyerahan barang
ditentukan secara pasti sehingga tidak seperti jual ijon.
c. Istishna’
Istishna’ adalah akad jual beli antara
al mustashni (pembeli) dan as shani (produsen yang juga bertindak
sebagai penjual)[13].
Berdasarkan akad tersebut, pembeli menugasi produsen untuk menyediakan al mashnu (barang pesanan) sesuai
spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang
disepakati. Cara pembayaran dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau ditangguhkan
sampai jangka waktu tertentu.
2. Prinsip
sewa (ijarah)
Transaksi ini dilandasi adanya
perpindahan manfaat. Ijarah adalah akad sewa - menyewa antara pemilik ma’jur (objek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk mendapatkan
imbalan atas obyek sewa yang disewakannya[14].
3. Prinsip
bagi hasil (syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang
didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut :
a. Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama
diantara para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka untuk tujuan mencari
keuntungan[15].
Dalam musyarakah, mitra dan bank
sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu, baik yang
sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan modal
tersebut berikut bagi hasil yang telah disepakati secara bertahap atau
sekaligus kepada bank. Pembiayaan dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas
atau aktiva non kas termasuk aktiva tidak berwujud.
b. Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha
antara shahibul maal (pemilik dana)
dan mudharib (pengelola dana) dengan
nisbah bagi hasil menurut kesepakatan dimuka[16].
Jika usaha mengalami kerugian, maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik
dana, kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana
seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalah gunaan dana.
Mudharabah terdiri dari dua bentuk
yaitu Mudharabah Mutlaqah (investasi
tidak terikat ) dan Mudharabah Muqayyadah
(investasi terikat).
4. Akad
Pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan
pembiayaan biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Produk ini tidak ditujukan
untuk mencari keuntungan, tetapi untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan.
a. Hiwalah
(Alih hutang piutang)
Bertujuan untuk membantu supplier
mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank akan mendapati
ganti atas jasa pemindahan piutang.
b. Rahn
(gadai)
Tujuan akad rahn adalah untuk
memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
c. Qardh
Qardh adalah pinjaman uang kepada
nasabah yang digunakan untuk keperluannya dengan hanya mengembalikan biaya
pokok.
d. Wakalah
Wakalah adalah nasabah memberikan
kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu.
e. Kafalah
Kafalah dapat diberikan dengan tujuan
untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran.
Produk
Penghimpunan Dana
Penghimpunan
dana di bank syariah dapat berbentuk giro,
tabungan dan deposito. Prinsip yang digunakan adalah wadiah dan
mudharabah. Prinsip wadiah yang diterapkan adalah wadiah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro.
Pada prinsipnya wadiah yad dhamanah
adalah titipan yang boleh dimanfaatkan oleh pihak yang dititipi. Sedang pada wadiah yad amanah, barang titipan tidak
boleh dimanfaatkan. Wadiah sendiri adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan
dikembalikan setiap saat apabila nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank
bertanggung jawab atas pengembalian titipan.
Jasa
Perbankan
Selain menjalankan fungsinya sebagai
intermediator antara deficit unit dengan
surplus unit, bank syariah juga
melakukan pelayanan jasa perbankan dengan memperoleh imbalan seperti sharf dan
ijarah.
Sharf adalah akad jual beli suatu
valuta lainnya. Transaksi valuta asing pada bank syariah (diluar jual bank
notes) hanya dapat dilakukan untuk tujuan lindung nilai (hedging) dan tidak dibenarkan untuk tujuan spekulatif.
[1] Kasmir,Manajemen Perbankan,Rajawali Pers,Jakarta ,2002,hal 11
[2] Muhammad,Kontruksi Mudharabah Dalam Bisnis Syariah,PSEI STIS,Yogyakarta ,2001
[3] Karnaen Perwataatmadja dan Syafi’I
Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam,PT
Dana Bhakti Wakaf,Yogyakarta ,1997,hal 1
[4] Antonio Syafi’I, Bank Syariah, Bank Indonesia ,
Jakarta ,1999,hal
271
[6] ibid
[7] ibid,
hal 274
[9] Didin Hafidhuddin,makalah Implementasi Ekonomi Islam Dibidang
Perbankan Syariah,2003
[10] IAI,Kerangka Dasar Penyusunandan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah,Jakarta ,2002
[11] IAI,PSAK 59
[12] ibid
[13] ibid
[14] ibid
[16] ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar