Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan daerah yang berasal
dari sumber-sumber keuangan daerah seperti pajak, retribusi daerah, bagian laba
BUMD, penerimaan dinas-dinas dan penerimaan lain-lain. Kemampuan daerah
dalam membiayai sendiri pembanguann daerahnya masih mengalami kendala
berupa rendahnya kemampuan daerah dalam meningkatkan PAD. Indikator
rendahnya kemampuan daerah dalam membiayai pembangunan dapat dilihat dari
Indeks Kemampuan Rutin (IKR) yang diperoleh dari besarnya perubahan PAD
terhadap pengeluaran rutin daerah dalam persentase pada tahun yang sama
(Radianto, 1997).
Pengertian PAD menurut JB. Kristiadi (1985) adalah pendapatan daerah
yang tergantung pada keadaan ekonomi pada umumnya dan potensi dari sumber-
sumber PAD itu sendiri.
Menurut Alfian Lains (1985) PAD adalah penerimaan rutin didalam
APBD yang berasal dari daerah yang bersangkutan sumber PAD itu terdiri dari
pajak daerah, retribusi daerah, penerimaan perusahaan daerah, penerimaan dinas-
dinas dan lain-lain.
Untuk mengetahui potensi sumber – sumber pendapatan asli daerah
(PAD), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan (Simanjuntak, 2001) :
1. Kondisi awal suatu daerah. Kondisi ini tergantung pada :
Keadaan struktur ekonomi dan sosial suatu daerah menentukan :
a. Besar kecilnya keinginan pemerintah daerah untuk menetapkan pungutan-
pungutan. Hali ini disebabkan karena struktur ekonomi dan sosial suatu
masyarakat menentukan tinggi rendahnya tuntutan akan adanya pelayanan
publik dalam kuantitas dan kualitas tertentu. Pada masyarakat agraris
(daerah yang berbasis pertanian) misalnya tuntutan akan ketersediaan
fasilitas pelayanan tertentu akan lebih rendah daripada tuntutan yang ada
di masyarakat industri (daerah yang berbasis industri). Dalam masyarakat
agraris, pemerintah tidak akan terpacu untuk menarik pungutan-pungutan
dari masyarakat, sementara pada masyarakat industri, pemerintah akan
terpacu untuk menarik pungutan-pungutan untuk memneuhi tuntutan akan
ketersediaan fasilitas pelayanan publik tersebut.
b. Kemampuan masyarakat dalam membayar segala pungutan-pungutan yang
ditetapkan oleh pemerintah daerah. Karena perbedaan struktur ekonomi
dan sosial, kemampuan membayar segala pungutan yang ditetapkan oleh
pemerintah akan lebih tinggi di masyarakat industri daripada masyarakat
agraris.
Dari uraian diatas jelas bahwa pengetahuan akan kondisi awal suatu
daerah sangat penting dalam menentukan potensi penerimaan daerah. Kondisi
awal ini mencakup pengetahuan akan :
a. Komposisi industri yang ada di daerah
b. Struktur sosial, politik dan institusional setra berbagai kelompok masyarakat
yang relatif memiliki kekuatan.
c. Kemampuan (kecakapan) administratif, kejujuran dan integritas dari cabang-
cabang perpajakan pemerintah.
d. Tingkat ketimpangan (ketidakmerataan) dalam distribusi pendapatan.
Indikator sederhana untuk melihat kondisi awal suatu daerah adalah dengan
melihat kontribusi sektor pertanian dan atau kontribusi sektor industri pada
PDRB suatu daerah. Semakin tinggi kontribusoi sektor industri pada PDRB
suatu daerah, maka akan semakin tinggi penerimaan daerahnya. Sebaliknya
semakin tinggi kontribusi sektor pertanian pada PDRB suatu daerah, maka
akan semakin rendah potensi penerimaan daerah.
2. Peningkatan cakupan atau ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan PAD.
Kegiatan ini merupakan upya memperluas cakupan penerimaan pendapatan.
Dalam usaha peningkatan cakupan ini, ada tiga hal penting yang harus
diperhatikan adalah :
a. Menambah obyek dan subyek pajak dan retribusi. Peningkatan cakupan
pendapatan dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah obyek dan
subyek pajak dan retribusi.
b. Peningkatan besarnya penetapan. Dalam penelitian potensi pendapatan,
perlu mempertimbangkan kemungkinan adanya kesenjangan yang
disebakan data potensi tidak tersedia dengan akurat, sehingga besarnya
penetapan pajak dan retribusi belum sesuai dengan potensi sebenarnya.
Dalam rangka peningkatan cakupan perlu dideteksi kemungkinan andanya
kebocoran dan mengevaluasi kembali besarnya penetapan serta estimasi
terhadap besarnya potensi.
c. Mengurangi tunggakan. Perlu dilakukan pemeriksaan terhadap tunggakab
rekening, kemudian diambil langkah-langkah konkrit untuk mengurangi
tungakan yang ada maupun mencegah terjadinya tunggakan baru. Dalam
hal ini perlu adanya penyelenggaraan administrasi tunggakan yang
lengkap dan rapi.
3. Perkembangan PDRB per kapita riil.
Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi pula
kemampuan seseorang untuk membayar (ability to pay) berbagai pungutan
yang ditetapkan pemerintah daerah. Dengan logika yang sama pada tingkat
distribusi pendapatan tertentu yang tetap, semakin tinggi PDRB perkapita riil
suatu daerah, semakin besar pula kemampuan masyarakat daerah tersebut
untuk membiayai pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan
pemerintahannya. Dengan kata lain, semakin tinggi PDRB perkapita suatu
daerah, semakin besar pula potensi sumber penerimaan daerah tersebut.
4. Pertumbuhan penduduk.
Besarnya pendapatan dapat dipengaruhi oleh jumlah penduduk . Jika jumlah
penduduk meningkat maka pendapatan yang dapat ditarik akan meningkat.
Tetapi pertumbuhan penduduk mungkin tidak mempengaruhi pertumbuhan
pendapatan secara proporsional.
5. Tingkat inflasi
Inflasi akan meningkatkan penerimaan PAD yang penetapannya didasarkan
pada omzet penjualan, misalnya pajak pembangunan I dan PBB.pada pajak
atau retribusi yang penetapanya didasarkan pada tarif secara flat, maka inflasi
diperlukan dalam pertimbangan prubahan tarif.
6. Penyesuaian tarif
Peningkatan pendapatan sangat tergantung pada kebijakan penyesuaian tarif.
Kegagalan untuk menyesuaikan tarif dengan laju inflasi akan menghambat
peningkatan daerah. Dalam rangka penyesuaiaan tarif, selain harus
mempertimbangkan laju inflasi, perlu juga ditinjau hubungan antara biaya
pelayanan jasa dengan penerimaan pendapatan.
7. Pembangunan baru
Penambahan PAD juga dapat diperoleh bila pembangunan-pembangunan baru
ada, seperti pembangunan pasar, pembangunan terminal, pembangunan jasa
pengumpulan sampah, dll.
8. Sumber pendapatan baru.
Adanya kegiatan usaha baru dapat mengakibatkan bertambahnya sumber
pendapatan pajak atau retribusi yang ada.
9. Perubahan peraturan
Rendahnya angka PAD dapat menunjukkan masih tingginya tingkat
ketergantungan pemerintah daerah pada pemerintah pusat serta menunjukkan
masih terbatasnya peran pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan
(Jaka Sriyana, 1999). Walaupun seberapa besar peranan PAD yang ideal juga
masih sulit dijawab karena belum ada pedoman yang pasti untuk menentukan
besarnya PAD yang ideal bagi suatu daerah (Munawar Ismail, 2001). Hal ini
dikarenakan faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kemandirian daerah terus
berkembang.
Widayat (2000) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi
rendahnya PAD pemerintah kabupaten/kota antara lain :
1. Banyak sumber pendapatan kabupaten/kota yang besar tetapi digali oleh
instansi yang lebih tinggi, misalnya pajak kendaraan bermotor dan Pajak Bumi
dan Bangunan
2. BUMD belum banyak bisa memberikan keuntungan kepada pemerintah
daerah.
3. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi dan
pungutan liar.
4. Adanya kebocoran-kebocoran
5. Biaya pungut yang masih tinggi
6. Banyak peraturan daerah yang perlu disesuaikan dan disempurnakan
7. Kemampuan masyarakat untuk membayar pajak yang masih rendah.
Berdasarkan teori perpajakan, Musgrave and Musgrave (1989); Anwar
Shah (1994), besar kecilnya penerimaan di sektor pajak akan sangat ditentukan
oleh : (1) pendapatan perkapita, (2) jumlah penduduk, baik pusat maupun daerah,
Apabila pola konsumsi bagi perekonomian secara keseluruhan akan terjadi yang
akan berakibat pada penerimaan pajak.. Jadi pendapatan perkapita berpengaruh
(+)/positif terhadap penerimaan pajak daerah. Begitu pula dengan jumlah
penduduk, disini dibatasi dengan jumlah penduduk yang bekerja. Penduduk
berarti memiliki pendapatan sedangkan pendapatan telah diterima secara luas
sebagai ukuran untuk menentukan kemampuan membayar pajak sehingga
dikatakan bahwa jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak
daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar