Powered By Blogger

Jumat, 06 Desember 2019

Perlakuan Akuntansi Pajak

Perlakuan Akuntansi Pajak

Pengertian akuntansi

Akuntansi sering disebut sebagai “bahasa bisnis”. Atau bisa juga dikatakan akuntansi adalah “bahasa dari keputusan-keputusan keuangan”. (Horngren dkk., 1997 : 2). Pengertian akuntansi menurut APB Statement No.4 : “Akuntansi adalah aktivitas jasa. Fungsinya adalah untuk menyediakan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan, tentang entitas (kesatuan) usaha yang dipandang akan bermanfaat dalam pengambilan keputusan ekonomi dalam menetapkan pilihan yang tepat di antara berbagai alternatif tindakan”.
Aspek legal menyangkut penyelenggaraan akuntansi atau pembukuan diatur dalam pasal-1 angka 26, dan pasal 28 Undang-Undang No.16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Menurut ketentuan pasal-1 angka 26 Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tersebut di atas, pembukuan didefinisikan sebagai :

“Suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap akhir tahun pajak”


Pengertian laporan keuangan

Laporan Keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Pengertian laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004:2) :                                                                                                                         

“Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, misalnya sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan”

 

Selanjutnya di dalam Standar Akuntansi Keuangan tersebut disebutkan bahwa tujuan disusunnya laporan keuangan adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan,kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardships) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.

Pengertian akuntansi pajak

Akuntansi perpajakan, menurut Niswonger dan Fees yang dikutip Gunadi (1997:7) dirumuskan sebagai bagian dari akuntansi yang menekankan pada penyusunan surat pemberitahuan pajak (tax return) dan pertimbangan konsekuensi perpajakan terhadap transaksi atau kegiatan perusahaan. Akuntansi perpajakan secara khusus menyajikan laporan keuangan dan informasi lain kepada administrasi pajak. Tujuan utama dari laporan akuntansi pajak adalah untuk menyajikan informasi sebagai bahan menghitung besarnya pendapatan kena pajak (dasar pengenaan pajak dalam kasus PPN).
Dalam sistem self assessment, Wajib Pajak harus menghitung sendiri utang pajaknya sehingga laporan keuangan itu sangat membantu perhitungan. Selain untuk kebutuhan informasi manajemen, laporan keuangan juga dipakai sebagai bahan untuk mengetahui dan menilai tingkat kepatuhan Wajib Pajak terhadap administrasi pajak, terutama dalam aktivitas pemeriksaan bahkan penyidikan pajak.    

Aktiva tetap

Pengertian aktiva tetap

Menurut Standar Akuntansi Keuangan No.16 (2004:16.2) : “Aktiva Tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun”.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa suatu aktiva tetap mempunyai beberapa sifat, yaitu :
1.      Masa manfaatnya jangka panjang atau lebih dari satu tahun
2.      Dimiliki dan digunakan dalam operasi normal perusahaan untuk menghasilkan barang atau jasa
3.      Tidak ditujukan untuk dijual kembali atau diperdagangkan untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan aktiva tersebut

Bentuk-bentuk aktiva tetap

Secara garis besar aktiva tetap dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan yaitu :
  1. Aktiva Tetap Berwujud
Zaki Baridwan (1992:271) mengungkapkan : “Aktiva tetap berwujud adalah aktiva-aktiva berwujud yang sifatnya relatif permanen yang digunakan dalam kegiatan perusahaan normal” .
Jadi aktiva tetap berwujud ini mempunyai sifat permanen atau dengan kata lain dapat digunakan dalam jangka waktu yang relatif lama. Aktiva tetap berwujud ini masih dibagi lagi menjadi :
    1. Aktiva tetap yang umurnya tidak terbatas, seperti tanah
    2. Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya bisa diganti dengan aktiva aktiva sejenis, misalnya: bangunan, mesin, peralatan, kendaraan dan lain-lain.
    3. Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya tidak dapat diganti dengan aktiva sejenis, misalnya: sumber-sumber alam seperti hasil tambang, hutan, dan lain-lain 
  1. Aktiva Tetap Tidak Berwujud
Pengertian aktiva tetap tidak berwujud menurut Zaki Baridwan (1992:355) adalah : “Aktiva-aktiva yang umurnya lebih dari satu tahun dan tidak mempunyai bentuk fisik. Pada umumnya aktiva tetap tidak berwujud merupakan hak-hak yang dimiliki yang dapat digunakan lebih dari satu tahun”.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004:19.3): “Aktiva tidak berwujud adalah aktiva non moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif”.
Aktiva tidak berwujud antara lain dapat berbentuk lisensi, merek dagang, (termasuk merek produk), hak paten, hak cipta, waralaba.

Penyusutan aktiva tetap berwujud

Pengertian penyusutan

Menurut Standar Akuntasi Keuangan (2004:17.1): “Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi”.
Penyusutan untuk periode akuntansi dibebankan ke pendapatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Aktiva yang dapat disusutkan adalah aktiva yang :
1.      Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi; dan
2.      Memiliki suatu masa manfaat yang terbatas; dan
3.      Ditahan oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok barang dan jasa, untuk disewakan atau untuk tujuan administrasi.

 Metode penyusutan

Jumlah yang dapat disusutkan dialokasi ke setiap periode akuntansi selama masa manfaat aktiva dengan berbagai metode yang sistematis. Metode manapun yang dipilih, konsistensi dalam penggunaannya adalah perlu, tanpa memandang tingkat profitabilitas perusahaan dan pertimbangan perpajakan, agar dapat menyediakan daya banding hasil operasi perusahaan dari periode ke periode.
Penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dapat dikelompokkan menurut kriteria berikut :
1.      Berdasarkan waktu :
a.       Metode garis lurus (straight line method)
b.      Metode pembebanan yang menurun :
                                                                  i.      Metode jumlah angka tahun (sum of the year digit method)
                                                                ii.      Metode saldo menurun/saldo menurun ganda (declining/double declining balance method)
2.      Berdasarkan penggunaan
a.       Metode jam jasa (service hours method)
b.      Metode jumlah unit produksi (productive output method)
3.      Berdasarkan kriteria lainnya
a.       Metode berdasarkan jenis dan kelompok (group and composite method);
b.      Metode anuitas (annuity method)
c.       Sistem persediaan (inventory system)

 Metode penyusutan menurut ketentuan perpajakan

Metode penyusutan menurut peraturan perpajakan diatur dalam pasal 11 Undang-undang No.7 Tahun 1983 sebagaimana yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan. Metode penyusutan yang diperbolehkan berdasarkan ketentuan ini adalah :
1.      Metode garis lurus atau straight line method
Dalam ketentuan fiskal metode ini disebut penyusutan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut.
2.      Metode saldo menurun atau declining balance method
Penyusutan atas harta berwujud dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan, dengan syarat dilakukan secara taat asas.
Penggunaan metode penyusutan atas harta harus dilakukan secara taat asas. Harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun.
Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut :
Tabel 2.1
Tarif penyusutan menurut ketentuan perpajakan

Kelompok Harta
Berwujud

Masa Manfaat
Tarif Penyusutan
Berdasarkan Metode
Garis
Lurus
Saldo
Menurun
I. Bukan bangunan
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4

II. Bangunan
Permanen
Tidak permanen

4 tahun
8 tahun
16 tahun
20 tahun


20 tahun
10 tahun

25 %
12,5%
6,25%
5%


5%
10%

50%
25%
12,5%
10%


-
-
Sumber : Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000

 Sewa guna usaha (Leasing)

Pengertian sewa guna usaha           

Kegiatan sewa guna usaha (leasing) diperkenalkan untuk pertama kalinya di Indonesia pada tahun 1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.Kep-122/MK/2/1974 dan No.30/KPB/I/74 tanggal 7 Februari 1974 tentang “Perizinan Usaha Leasing”. Menurut Surat Keputusan Bersama tersebut menyatakan :

Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (opsi) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama”

 

Definisi tersebut nampaknya hanya menampung satu jenis sewa guna usaha saja  yang lazim disebut capital lease atau sewa guna usaha pembiayaan. Namun demikian, dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988, jenis kegiatan sewa guna usaha telah diperluas sebagaimana tersirat dalam (pasal 1 huruf d) keputusan tersebut yang menampung definisi-definisi berikut ini : “Perusahaan sewa guna usaha (Leasing Company) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Capital lease maupun Operating Lease untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala”

Menurut Marpaung (1985:1), perusahaan leasing adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam bentuk penyewaan barang-barang modal atau alat-alat produksi dalam jangka waktu menengah atau jangka panjang dimana pihak penyewa (lessee) harus membayar sejumlah uang secara berkala yang terdiri dari nilai penyusutan suatu obyek lease ditambah dengan bunga, biaya-biaya lain serta profit yang diharapkan oleh lessor.
Dari definisi-defini leasing yang telah dikemukakan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa ciri-ciri leasing yang membedakannya dari transaksi sewa-menyewa biasa, yaitu :
  1. Obyek Leasing
Barang-barang yang menjadi obyek perjanjian leasing meliputi segala macam barang modal seperti mesin atau komputer, sedangkan pada transaksi sewa-menyewa biasa obyeknya tidak harus barang modal.
  1. Adanya pembayaran secara berkala dalam waktu tertentu
Dalam sewa-menyewa biasanya cara pembayarannya dilakukan sekali untuk suatu periode tertentu, sedangkan leasing pembayarannya dilakukan secara berkala dan bisa dilakukan setiap bulan, setiap kuartal, atau setiap setengah tahun sekali.
  1. Nilai sisa atau residual value
Pada perjanjian leasing ditentukan suatu nilai sisa sedangkan perjanjian sewa-menyewa biasa tidak mengenal hal ini.

  1. Hak opsi bagi lessee
Pada akhir dari masa leasing, lessee mempunyai hak untuk menentukan apakah dia ingin membeli barang tersebut dengan harga sebesar nilai sisa ataukah mengembalikan kepada lessor. Pada perjanjian sewa-menyewa biasa jika masa sewa telah berakhir maka penyewa wajib mengembalikan barang tersebut kepada pihak yang menyewakan.

Jenis-jenis sewa guna usaha (Leasing)

Secara umum jenis leasing bisa dibedakan menjadi dua kelompok utama (Eddy P.Soekadi, 1990:20), yaitu :
1. Capital lease atau Capital Lease (Sewa guna usaha dengan hak opsi)
Pada transaksi leasing jenis ini Lessee yang membutuhkan barang menentukan sendiri jenis serta spesifikasi barang yang dibutuhkan. Lessee juga mengadakan negosiasi langsung dengan supplier mengenai harga, syarat-syarat perawatan serta lain-lain hal yang berhubungan dengan pengoperasian barang tersebut. Kemudian Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada supplier dan setelah itu barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai imbalan atas jasa penggunaan barang tersebut maka lessee akan membayar secara berkala kepada lessor sejumlah uang untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama. Pada akhir masa lease, lessee mempunyai hak pilih untuk membeli barang tersebut seharga nilai sisanya, mengembalikan barang tersebut kepada lessor atau juga mengadakan perjanjian leasing lagi untuk tahap yang kedua atas barang yang sama. Capital lease sendiri sebenarnya dapat dikategorikan lagi menjadi dua macam :
a.       Direct capital lease
            Transaksi ini terjadi jika lessee sebelumnya belum pernah memiliki barang yang dijadikan obyek lease. Pada dasarnya transaksi leasing jenis ini sama dengan transaksi capital lease yang telah diterangkan di atas.
b.      Sale and lease back
            Sesuai dengan namanya, dalam transaksi ini lessee menjual barang yang sudah dimilikinya kepada lessor. Atas barang yang sama ini kemudian dilakukan suatu kontrak leasing antara lessor dan lessee.
2. Operating Lease (Sewa guna usaha tanpa hak opsi)
Pada  transaksi leasing jenis ini, lessor membeli barang dan kemudian menyewakannya kepada lessee untuk jangka waktu tertentu. Pada prakteknya lessee membayar uang secara berkala yang besarnya secara keseluruhan tidak meliputi harga barang serta biaya yang telah dikeluarkan oleh lessor. Disini secara jelas tidak ditentukan adanya nilai sisa serta hak opsi bagi lessee. Setelah masa lease berakhir, lessor merundingkan kemungkinan dilakukannya kontrak lease yang baru dengan lessee yang sama atau juga lessor mencari calon lessee yang baru. Pada operating lease ini biasanya lessor bertanggung jawab mengenai perawatan barang tersebut. Barang-barang yang sering digunakan dalam operating lease ini biasanya barang-barang yang mempunyai nilai tinggi seperti alat-alat berat, traktor, mesin-mesin, dan sebagainya.
Di samping adanya bentuk-bentuk lease seperti yang telah disebutkan di atas, ada bentuk-bentuk lain dari leasing, yaitu :
3. Leverage lease
Leverage lease ini adalah merupakan capital lease. Namun di dalam pelaksanaannya leverage lease ini jauh lebih kompleks serta melibatkan pihak ketiga. Selain daripada lessee dan lessor, ada juga pihak ketiga yang disebut sebagai credit provider.
Lessor tidak membiayai barang tersebut hingga sebesar 100 % dari harga barang melainkan hanya antara 20% hingga 40%. Kemudian sisa dari harga barang tersebut akan dibiayai oleh pihak ketiga. Biasanya leverage lease ini dilakukan terhadap barang-barang yang mempunyai nilai yang tinggi.
4.  Cross border lease
Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lessee terletak pada dua negara yang berlainan. Cross border lease ini saat ini banyak dilakukan di negara-negara maju seperti di Eropa atau di Amerika Serikat. Barang-barang atau peralatan yang ditransaksikan dalam cross border lease ini juga meliputi nilai jutaan dollar seperti misalnya pesawat terbang jet. Pemerintah Indonesia hingga saat ini belum mengizinkan adanya transaksi cross border lease ini.

Kriteria penggolongan sewa guna usaha

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004:30.6), suatu transaksi sewa guna usaha akan dikelompokkan sebagai capital lease apabila dipenuhi semua kriteria berikut ini :
1. Penyewa guna usaha (lessee) memiliki hak opsi untuk membeli aktiva yang disewagunausahakan pada akhir masa sewa guna usaha dengan harga yang telah disetujui bersama pada saat dimulainya perjanjian sewa guna usaha.
2. Seluruh pembayaran berkala yang dilakukan oleh penyewa guna usaha ditambah dengan nilai sisa mencakup pengembalian harga perolehan barang modal yang disewagunausahakan serta bunganya, sebagai keuntungan perusahaan sewa guna usaha (full payout lease).
3. Masa sewa guna usaha minimum 2 (dua) tahun.
Sedangkan menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tanggal 27 Nopember 1991, kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai sewa guna usaha dengan hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut :
1. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor.
2. Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2(dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal golongan II dan III dan 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan.
3. Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
Dari kedua ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya suatu transaksi dapat dikatakan sebagai transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi (capital lease) apabila memenuhi syarat :
1.  Adanya hak opsi bagi lessee untuk membeli barang yang disewagunausahakan.
2.  Masa sewa guna usahanya sama atau melebihi 75% dari taksiran umur ekonomis aktiva yang disewagunausahakan.
3.  Pembayaran sewa guna usahanya selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor.

Perlakuan akuntansi oleh penyewa guna usaha (Lessee)

1.  Berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi komersial

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004:30.7) perlakuan akuntansi oleh lessee atas transaksi capital lease adalah sebagai berikut :
a.       Transaksi sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva tetap dan kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai tunai dari seluruh pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang harus dibayar oleh penyewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha. Selama masa sewa guna usaha setiap pembayaran sewa guna usaha dialokasikan dan dicatat sebagai angsuran pokok kewajiban sewa guna usaha dan beban bunga berdasarkan tingkat bunga yang diperhitungkan terhadap sisa kewajiban penyewa guna usaha. 
b.      Tingkat diskonto yang digunakan untuk menentukan nilai tunai dari pembayaran sewa guna usaha adalah tingkat bunga yang dibebankan oleh perusahaan sewa guna usaha atau tingkat bunga yang berlaku pada awal masa sewa guna usaha.
c.       Aktiva yang disewagunausahakan harus diamortisasi dalam jumlah yang wajar berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
d.      Kalau aktiva yang disewagunausahakan dibeli sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha, maka perbedaan antara pembayaran yang dilakukan dengan sisa kewajiban dibebankan atau dikreditkan pada tahun berjalan.
e.       Kewajiban sewa guna usaha harus disajikan sebagai kewajiban lancar dan jangka panjang sesuai dengan praktik yang lazim untuk jenis usaha penyewa guna usaha.
f.       Dalam hal dilakukan penjualan dan penyewaan kembali (sales and lease back) maka transaksi tersebut harus diperlakukan sebagai dua transaksi yang terpisah yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa guna usaha. Selisih antara harga jual dan nilai buku aktiva yang dijual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan. Amortisasi atas keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan harus dilakukan secara proporsional dengan biaya amortisasi aktiva yang disewagunausahakan apabila leaseback merupakan capital lease atau secara proporsional dengan biaya sewa apabila leaseback merupakan operating lease.

2. Berdasarkan ketentuan perpajakan

a.       Pajak Penghasilan

Menurut Keputusan Menteri Keuangan RI No.1169/KMK.01/1991 tentang kegiatan sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi, pada pasal 16 :
                                                                          i.      Perlakuan pajak penghasilan bagi lessee adalah sebagai berikut :
1.      Selama masa sewa guna usaha, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewagunausaha, sampai saat lessee menggunakan opsi untuk membeli.
2.      Setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutan adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan.
3.      Pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi sewa guna usaha tersebut memenuhi ketentuan dalam pasal 3 keputusan ini.
                                                                        ii.      Lessee tidak memotong PPh pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi.

b.      Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas bertambahnya nilai barang dan jasa yang dihasilkan atau diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak baik pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak, mengimpor barang kena pajak,  melakukan usaha perdagangan, atau pengusaha yang melakukan usaha dibidang jasa kena pajak.
Dalam transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease), ada dua jenis penyerahan yaitu penyerahan barang kena pajak dan penyerahan jasa kena pajak. Dalam Keputusan Menteri Keuangan RI No.1169/KMK.01/1991 pasal 15 disebutkan bahwa atas penyerahan jasa kena pajak pada transaksi financial lease, dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Sedangkan dalam pasal 1 huruf  b angka 1 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, disebutkan bahwa penyerahan barang kena pajak karena perjanjian leasing adalah penyerahan yang dikenakan PPN. Yang menjadi soal adalah siapa diantara lessee dan lessor yang berhak untuk mengkreditkan pajak masukan PPN. Dengan perkataan lain, nama dan NPWP siapa yang tercantum dalam faktur pajak. Oleh karena barang modal tersebut digunakan oleh lessee dalam produksi, maka dialah yang berhak mengkreditkan pajak masukan. Dengan demikian, faktur pajak barang modal adalah atas nama dan NPWP lessee tersebut. 
Berikut ini adalah skema perlakuan PPN atas penyerahan sewa guna usaha dengan hak opsi :

Keterangan :
1.      Perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi ditandatangani oleh lessor dan lessee.
2.      Lessor menyerahkan jasa sewa guna usaha dengan hak opsi kepada lesse yang berdasarkan pasal 4A UU PPN 1984 jo pasal 9 PP No.50/1994 tidak dikenakan PPN, sehingga lessor non PKP.
3.      Perjanjian jual beli barang modal sebagai objek perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi ditandatangani oleh supplier dan lessor.
4.      Penyerahan secara fisik barang modal kepada lessee sesuai dengan permintaan lessor.
5.      Penyerahan secara yuridis barang modal kepada lessor selaku pemegang hak milik atas barang modal yang menjadi objek perjanjian.
6.      Supplier membuat dan menyerahkan faktur pajak atas nama “Lessor q.q. Lessee”.
7.      Lessor membayar PPN kepada supplier, tetapi PPN ini merupakan pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh lessor karena lessor bukan PKP.
8.      Untuk membeli barang modal, lessor mengambil kredit dari bank.
9.      Faktur pajak atas nama “Lessor q.q. Lessee”, diserahkan oleh lessor kepada lessee supaya pajak masukannya dapat dikreditkan oleh lessee.
Karena lessee menerima faktur pajak atas nama “Lessor q.q. Lessee” sehingga pajak masukan dapat dikreditkan, maka lessee mengembalikan uang pembayaran PPN kepada lessor.  

Pencatatan Transaksi Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi oleh Lessee

Sophar (1996:510) mengatakan bahwa transaksi berdasarkan capital lease harus dicatat oleh lessee sebagai aktiva tetap dan kewajiban dengan jumlah yang sama. Dengan demikian, lessee melakukan penyusutan atas aktiva yang di sewagunausahakan. Kebijaksanaan penyusutan aktiva yang di sewagunausahakan harus diterapkan secara konsisten sesuai dengan kebijaksanaan penyusutan aktiva lainnya. Apabila tidak ada kepastian bahwa aktiva tetap tersebut tidak dimiliki pada akhir masa sewa guna usaha, maka nilai aktiva tersebut harus disusutkan seluruhnya dalam jangka waktu yang lebih singkat dari masa sewa guna usaha atau umur ekonomisnya.
Berikut ini adalah contoh pencatatan akuntansi atas transaksi sewa guna usaha dengan metode capital lease pada buku lessee (Keiso dkk., 2002:242) :

1.      Pada saat lessee memperoleh aktiva

Aktiva Sewa Guna Usaha – Capital lease                  xxx     

                        Hutang Sewa Guna Usaha – Capital lease                 xxx
2.      Mencatat PPN pada saat memperoleh aktiva
Aktiva Sewa Guna Usaha Capital lease                  xxx
PPN masukan                                                              xxx
                  Hutang Sewa Guna Usaha                                          xxx

3.      Pada saat pembayaran angsuran
Hutang Sewa Guna Usaha – Capital lease                 xxx
            Kas                                                                              xxx
4.      Mencatat pembayaran bunga yang terhutang pada akhir tahun pertama
Beban bunga                                                               xxx
            Hutang bunga                                                             xxx
5.      Mencatat penyusutan
Beban penyusutan – Capital lease                              xxx
            Akumulasi penyusutan – Capital lease                       xxx
6.      Opsi membeli di akhir periode leasing
Aktiva tetap                                                                xxx
Akumulasi penyusutan – Capital lease                       xxx
            Aktiva Sewa Guna Usaha – Capital lease                  xxx
            Akumulasi penyusutan aktiva tetap                            xxx
            Kas                                                                              xxx     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar