Sistem Hubungan Keuangan Pusat – Daerah
Belakangan ini ada kecenderungan yang terjadi diseluruh dunia akan
tuntutan terhadap peningkatan kewenangan daerah dalam melaksanakan kebijakan
ekonomi. Tuntutan ini didukung oleh alasan bahwa permasalahan yang terjadi di
daerah sedemikian kompleks dan multidimensional sehingga tidak mungkin
diatasi dengan suatu terapi yang bersifat terpusat. Selain itu disadari bahwa span
of control pemerintah pusat sangat terbatas, sehingga kebijakan yang dibuat
menjadi tidak efektif dan efisien.
Menurut K. Davey (Ibnu Syamsi, 1994) hubungan keuangan pusat dan
daerah dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan :
a. Pendekatan Kapitalisasi
Berdasarkan pendekatan ini, hubungan antara pemerintah pusat dan daerah
dibidang keuangan adalah atas dasar kuasi komersial. Disini pemerintah pusat
mengadakan investasi di daerah, berpatungan dengan pemerintah daerah.
Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengelola namun keuntungan
yang diperoleh sebagian menjadi hak pusat dan sebagian menjadi hak daerah
sesuai dengan besarnya modal yang ditanam dan perimbangan manajemennya.
b. Pendekatan Sumber Pendapatan
Pendekatan ini didasarkan pada sebagian pendapatan dari sumber-sumber
pendapatan oleh pusat kepada daerah. Pemberian ini dapat berupa
kewenangan memgelola sumber-sumber pendapatan tertentu sepenuhnya yang
diserahkan kepada daerah atau kewenangan untuk menikmati sebagian
(persentase) dari pungutan yang dilakukan oleh daerah atas nama pusat.
c. Pendekatan Belanja
Pendekatan ini didasarkan pada kebutuhan pengeluaran biaya-biaya untuk
proyek atau untuk membiayai kegiatan rutin pemerintah daerah. Ada beberapa
persyaratan dalam pendekatan ini, yaitu subsidi pemerintah pusat diberikan
dengan mempertimbangkan kemampuan dan alokasi bantuan pada masing-
masing daerah dan kebutuhan biaya-biaya pembanguan tidak boleh ada
perbedaan yang mencolok dengan tahun-tahun sebelumnya.
d. Pendekatan Komprehensif
Pendekatan ini didasarkan pada pemberian wewenang kepada daerah untuk
mengelola sumber-sumber pendapatan sendiri guna membiayai pengeluaran-
pengeluaran daerah dan mencoba untuk mempertemukan antara sumber-
sumber pendapatan dan target belanja. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa
sumber-sumber pendapatan yang boleh dikelola sepenuhnya merupakan
sumber pendapatan asli daerah (PAD). Apabila untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran daerah itu masih kurang (dan biasanya memang sangat kurang),
maka kekurangannya itu akan di subsidi pusat.
Menurut Machfud Sidik (Aswarodi, 2001) perimbangan keuangan antara
pusat dan daerah yang ideal adalah apabila setiap tingkat pemerintahan dapat
independen dibidang keuangan untuk membiayai pelaksanaan tugas dan
wewenang masing-masing. Hal ini berati subsidi dan bantuan dari pemerintah
pusat yang selama ini sebagai sumber utama dalam APBD mulai kurang
kontribusinya dan yang menjadi sumber utamanya adalah pendapatan dari
daerahnya sendiri.
Sedangkan menurut Koswara (1999) ciri utama yang menunjukkan suatu
daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan
daerahnya, artinya daerah otonom harus memilki kewenangan dan kemampuan
untuk menggali sumber-sumber keuangannya sendiri. Sedangkan ketergantungan
pada bantuan pemerintah pusat harus seminimal mungkin, sehingga PAD harus
menjadi bagian sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan
pembagian keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar sistem
pemerintahan negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar