Gandhi mengatakan bahwa berbagai kelemahan dalam prosedur dan tata
kerja, salah satunya adalah kelemahan petugas serta pengawasan, yang kerap
dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan ekonomi (Pranasari dan Meliala,
1991:3). Sistem pengendalian intern yang lemah memang memudahkan terjadinya
kecurangan, akan tetapi sistem pengendalian yang kuat juga tidak menjamin bahwa
kecurangan tidak terjadi. Sistem pengendalian intern tidak dimaksudkan untuk meniadakan
semua kemungkinan terjadinya kesalahan atau penyelewengan, akan tetapi sistem
pengendalian intern yang baik akan dapat menekan terjadinya kesalahan dan
penyelewengan dalam batas-batas biaya yang layak dan kalaupun kesalahan dan
penyelewengan terjadi hal ini dapat diketahui dan diatasi dengan cepat.
Penyebab-penyebab terjadinya kecurangan menurut Tunggal (2003:304)
mengutip dari Venables dan Impey digolongkan menjadi penyebab utama dan
penyebab sekunder, sebagai berikut :
1. Penyebab utama
a. Penyembunyian (concealment)
Kesempatan tidak
terdeteksi. Pelaku perlu menilai kemungkinan dari deteksi dan hukuman sebagai
akibatnya.
b. Kesempatan/Peluang (opportunity)
Pelaku perlu berada pada
tempat yang tepat, waktu yang tepat agar dapat mendapatkan keuntungan atas
kelemahan khusus dalam sistem dan juga menghindari deteksi.
c. Motivasi (motivation)
Pelaku membutuhkan
motivasi untuk melakukan aktivitas demikian, suatu kebutuhan pribadi seperti
ketamakan/kelobaan/kerakusan dan motivator yang lain.
d. Daya tarik (attraction)
Sasaran dari kecurangan perlu menarik bagi pelaku.
e. Keberhasilan (success)
Pelaku perlu menilai
peluang berhasil, yang dapat diukur dengan baik untuk menghindari penuntutan
atau deteksi.
2. Penyebab sekunder
a. “A Perk”
Akibat kurangnya
pengendalian, mengambil keuntungan aktiva organisasi dipertimbangan sebagai
suatu tunjangan karyawan.
b. Hubungan antar pemberi kerja/pekerja yang jelek
Rasa saling percaya dan
menghargai antar pemberi kerja dan pekerja telah gagal.
c. Pembalasan dendam (revenge)
Ketidaksukaan terhadap
organisasi mengakibatkan pelaku berusaha merugikan organisasi tersebut.
d. Tantangan (challenge)
Karyawan yang bosan
dengan lingkungan kerjanya berusaha mencari stimulus dengan ‘memukul sistem’,
yang dirasakan sebagai suatu pencapaian atau pembebasan dari rasa frustasi.
Sidharta mengungkapkan bahwa salah satu hal yang menyuburkan
praktek kecurangan adalah ketergila-gilaan manusia terhadap uang. Uang
mempunyai nilai tersendiri dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak ada seorangpun
yang tidak butuh uang. Seyogianya oranglah yang menguasai uang, akan tetapi
pada suatu saat dan tingkat tertentu orang dapat diperbudak oleh uang, sehingga
uang beralih menguasai manusia. Dalam keadaan seperti itu, uang dapat
mempengaruhi etika dan moral (Pranasari dan Meliala, 1991:109).
Menurut Tunggal (2001:10) kecurangan paling sering terjadi
apabila didukung oleh kondisi-kondisi sebagai berikut :
1. Pengendalian intern tidak ada, lemah atau
dilakukan dengan longgar.
2. Pegawai diperkerjakan tanpa memikirkan kejujuran
dan integritas mereka.
3. Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik,
disalahgunakan atau ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai
sasaran dan tujuan keuangan.
4. Model manajemen sendiri korupsi, tidak efisien
atau tidak cakap.
5. Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi
yang tidak dapat dipecahkan.
6. Industri dimana perusahaan menjadi bagiannya,
memiliki sejarah atau tradisi korupsi.
7. Perusahaan mengalami masa yang buruk.
Ramos (2003) menyampaikan kondisi yang mendukung terjadinya
kecurangan yang diadaptasinya dari Fraud Detection in a GAAS Audit-SAS No.99 Implementation Guide, sebagai berikut :
Three conditions are
present when fraud occurs, are:
1. Incentive/Pressure. Management or other
employees may have an incentive or be under pressure, which provides a
motivation to commit fraud.
2. Opportunity. Circumstances exist-for example,
the absence of controls, ineffective controls, or the ability of management to
override controls-that provide an opportunity for fraud to be perpetrated.
3. Rationalization/Attitude. Those involved in a
fraud are able to rationalize a fraudulent act as being consistent with their
personal code of ethics. Some individual possess an attitude, character or set
of ethical values that allows them to knowingly and intentionally commit a
dishonest act.
Isi dari Implementation Guide tersebut kurang lebih mempunyai arti bahwa:
1. Manajemen atau karyawan mungkin didorong atau
berada dibawah tekanan yang memotivasi mereka untuk melakukan kecurangan.
2. Kondisi lingkungan, seperti tidak adanya
pengawasan, pengawasan yang tidak efektif, manajemen yang mengesampingkan
pengawasan, merupakan kesempatan untuk melakukan kecurangan.
3. Mereka yang terlibat dalam kecurangan mungkin
menganggap kecurangan sesuai dengan kode etik mereka. Beberapa orang mungkin
memiliki sikap, karakter, atau nilai-nilai yang memperbolehkan mereka untuk
melakukan perbuatan tidak jujur dengan sengaja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar